Dengan sedikit terburu-buru Farida melangkahkan kakinya menuju ke tempat kerjanya. Hari ini Farida mendapatkan jatah untuk menjaga shift malam sehingga ia berangkat sing hari.Tapi sayangnya karena satu hal Farida menjadi sedikit terlambat. Untungnya ia bisa segera sampai di tempat kerja."Maaf ya, pak, saya terlambat," ucap Farida pada bosnya."Lain kali jangan sampai terlambat lagi ya, Farida. Saya kan juga punya urusan lain," ucap bosnya yang sudah menjaga shift pagi saat itu."Iya, maaf, pak. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Farida merasa tak enak. Selama ini bosnya sudah sangat baik padanya sehingga Farida berusaha sangat hati-hati untuk menjaga kepercayaan bosnya. Ia tak mau membuat kecewa bosnya yang sudah memberikan kepercayaan padanya."Ya sudah kalau begitu kamu bereskan barang-barang yang baru datang itu. Saya mau pergi dulu.""Baik pak," jawab Farida lalu berjalan ke tempat barang-barang yang baru datang.Dengan sangat hati-hati Farida menyusun barang-baran
"Maaf mas, tapi aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya ini. Aku tidak mau hal kegagalan yang pernah aku alami terulang lagi jadi untuk kali ini aku akan benar-benar mempertimbangkannya," ucap Farida sembari menundukkan kepalanya."Baik mbak Farida, saya tidak masalah jika memang mbak Farida membutuhkan waktu untuk memikirkan ini semua. Saya tahu jika ini semua terlalu mendadak jadi wajar jika mbak Farida ingin mempertimbangkan matang-matang masalah ini." Feri dengan kemah lembut menerima permintaan Farida saat itu.Kecanggungan yang sempat tercipta pun segera sirna saat Feri dengan pintarnya membuat suasana menjadi lebih cair sehingga Farida dan Nani pun tampak lebih santai sekarang.Setelah cukup lama Feri di rumah Farida, kini saatnya ia berpamitan pada Farida dan juga Nani.Keduanya pun melepas kepergian Feri yang saat itu pulang tepat pukul 9 malam.Setelah kepergian Feri, Nani menatap ke arah Farida cukup lama membuat Farida menjadi malu."Ibu kenapa kok menatapku seperti itu?
Keesokannya, pagi-pagi sekali Adam sudah bangun dan pergi meninggalkan rumah saat Nadia dan juga Santi masih tertidur."Aku harus segera memberitahu Farida agar lebih berhati-hati lagi. Aku nggak mau dia kenapa-kenapa karena Mama," ucap Adam yang semakin mempercepat langkah kakinya agar bisa segera sampai di rumah Farida yang jaraknya lumayan jauh.Dari kejauhan Adam sudah bisa melihat rumah Farida yang masih tampak sepi. Adam pun kembali melanjutkan langkahnya hingga sampai tepat di depan pintu."Assalamualaikum." Adam mengetuk pintu sembari mengucap salam."Wa'alaikumsallam." Cukup sekali Adam mengucapkan salam, sudah terdengar suara sahutan dari dalam rumah. Tak lama Farida pun keluar dari dalam rumah."M-mas Adam ... Ada apa ke sini pagi-pagi, Mas?" tanya Farida dengan raut wajah penasaran."Boleh aku masuk?" tanya Adam pada Farida."Tentu saja, Mas. Ini kan rumah kamu jadi tidak ada alasan untukku melarang mu," jawab Farida sembari membuka lebar pintu dan membiarkan Adam masuk k
"Kamu darimana Mas?" tanya Santi saat melihat Adam yang baru pulang.Tatapannya tajam menginterogasi Adam yang baru saja mendaratkan kakinya di rumah. Nadia yang tengah duduk di kursi meja makan pun ikut menatap Adam lekat."Aku habis ada urusan," jawab Adam singkat."Urusan apa yang membuatmu harus keluar pagi-pagi sekali?" tanya Nadia yang ikut nimbrung obrolan Santi dan Adam saat itu.Sementara itu Santi masih menyiapkan makanan untuk sarapan mereka. Adam pun menarik kursi dan mencoba memasang wajah yang tenang agar Nadia tak curiga padanya."Temen ngajakin aku usaha. Semalam dia menyuruhku ke rumahnya pagi-pagi untuk membahasnya makanya aku ke sana," jawab Adam santai.Adam berusaha keras menutupi rasa kecewa dan sedihnya karena telah ditolak mentah-mentah oleh Farida. Dalam ingatannya masih terus terngiang ucapan Farida padanya.Bagaimana bisa ia berbicara seperti itu pada Farida sementara ia telah memiliki istri. Tapi apakah Farida tahu bahwa rasa cintanya pada Santi kini telah
"Kenapa kamu mengundurkan diri dari tempat kerjamu, Farida? Ada apa? Apa ada sesuatu?" tanya Feri dengan raut wajah tegang.Farida menundukkan kepalanya tapi tak lama ia kembali menaikkan tatapan mengarah pada Feri."Emmm nggak kok, Mas. Aku nggak ada masalah apapun, aku hanya ingin beristirahat saja dari rutinitas ku," jawab Farida santai."Lalu sekarang apa yang ingin kamu lakukan jika kamu berhenti bekerja?" tanya Feri.Kali ini Farida terdiam cukup lama membuat Feri yang ada di depannya sedikit khawatir."Farida? Kamu baik-baik saja, kan? Kalau kamu ada masalah, kamu bicara padaku." Feri menawarkan."Bagaimana bisa aku mengatakannya padamu, Mas. Aku tidak mau membawamu dalam masalahku," batin Farida."Nggak kok, mas. Aku baik-baik saja. Mungkin untuk sementara aku tidak akan bekerja dulu dan benar-benar beristirahat. Nanti setelah aku ingin bekerja lagi, aku akan mencari kerjaan baru. Aku ingin mencari pengalaman baru di tempat lain," jelas Farida.Tapi sayangnya, Feri tak percaya
Setelah Feri pergi dari rumahnya, Farida kembali melanjutkan pekerjaannya di dalam rumah. Nani yang saat itu sedang memasak pun lantas berhenti dan menghampiri Farida."Apa nak Feri sudah pulang?" tanya Nani sembari mengemasi bekas masaknya saat itu. Kulit-kulit bawang dibuang ke tempat sampah."Sudah Bu," jawab Farida sembari tersenyum.Dengan wajah tampak serius, Nani berjalan menghampiri Farida yang saat itu tengah menyiapkan makanan untuk makan mereka."Farida, ibu ingin bicara denganmu," ucap Nani lalu duduk di kursi meja makan.Farida melirik ke arah Nani yang tampak sangat serius menatap ke arahnya membuatnya penasaran.Farida pun ikut menarik kursi di depannya dan duduk menghadap ke arah Nani. Batinnya mencoba menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Nani."Apa kamu menyukai nak Feri?" tanya Nani.Farida pun menarik panjang napasnya. Kepalanya menunduk menatap jari-jemari tangannya yang ada di atas pahanya."Entahlah, Bu. Aku juga masih bingung. Sebenarnya aku ingin mencoba
Rupanya Nadia tidak main-main dengan kata-katanya. Pagi ini ia sudah berdandan sangat rapi dan siap untuk pergi ke perkebunan.Wajah sinisnya melirik ke arah Santi yang tengah menyiapkan sarapan pagi itu. Sementara Adam dan Tasya tak terlihat batang hidungnya."Dimana Adam? Apa dia belum bangun?" tanya Nadia sinis. Ia meletakkan tasnya di atas meja dan melirik kesana-kemari mencari Adam."Iya, Ma. Mas Adam belum bangun, semalam dia nggak bisa tidur seperti ada yang dipikirkan. Mungkin karena itu sekarang dia belum bangun.""Halah, biasanya juga belum bangun," sela Nadia dengan wajah ketusnya.Santi pun kemudian terdiam mendengar ucapan Nadia yang sangat ketus dan juga datar. Ia lebih memilih untuk fokus menyiapkan makanan."Bangunkan Adam sekarang!" Pinta Nadia tanpa menoleh ke arah Santi."Emmm t-tapi, Ma. Mas Adam pasti marah kalau tidurnya diganggu," jawab Santi ragu-ragu.Ia tahu bahwa Nadia paling tidak suka dibantah. Namun, Santi tak punya pilihan lain, ia pun tak mau Adam marah
"Fer, ayo dong bawa ibu ke rumah calon kamu. Ibu janji nggak akan aneh-aneh, cuma mau kenal dan ngobrol-ngobrol aja sama dia, kok," pinta Ratna pada Feri."Besok ya, Bu," jawab Feri."Tidak mau! Pokoknya ibu mau sekarang." Ratna kekeh meminta bertemu dengan Farida membuat Feri akhirnya kalah untuk menjanjikan hari lain pada Ratna.Akhirnya mereka pun bersiap-siap untuk pergi ke rumah Farida. Tampak Ratna yang tersenyum semringah saat akan pergi ke rumah Farida."Kita jangan datang dengan tangan kosong, dong, Fer. Kita harus bawakan sesuatu untuk mereka," ucap Ratna memukul Engan tangan Feri."Bawa apa ya, Bu. Aku bingung," ucap Feri menggaruk kepalanya yang tak gatal."Apa ya." Ratna ikut berpikir. "Itu saja," ucap Ratna menunjuk kue di dalam etalase toko milik Feri."Ibu benar juga." Feri pun lalu masuk dan mengambil kue itu lalu membungkusnya dengan sangat rapi.Tak lama mereka pun pergi ke rumah Farida menggunakan sepeda motor milik Feri yang biasa ia pakai sehari-hari. Tak sampai
Dua bulan kemudian.Sudah 2 bulan semenjak kepergian Farida, keadaan Tasya semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus dan pucat bahkan Tasya sering kesulitan untuk menekan makanan membuatnya semakin tamoak kurus."Ma, bagaimana ini. Keadaan Tasya semakin memburuk. Kita harus bagaimana sekarang?" tanya Adam yang saat itu tengah duduk di samping Nadia."Sudahlah, Dam! Kamu jangan bikin Mama jadi tambah bingung. Sekarang kita udah nggak punya apa-apa lagi.!perkebunan juga udah kita jual dan rumah juga sudah digadai. Semua habis untuk biaya pengobatan Tasya yang sampai sekarang nggak sembuh-sembuh juga. Kita udah nggak punya apa-apa, Dam," ucap Nadia."Berikan saja Tasya pada Farida, biar dia yang mengurusnya," ucap Nadia ketus."Tapi kan kita nggak tahu keberadaan Farida sekarang, Ma.""Kamu benar, juga. Pokoknya kamu harus cari saja dia sampai ketemu dan berikan Tasya padanya. Biar dia yang gantian mengurus Tasya," ucap Nadia yang wajahnya tampak sangat kusut.Setelah obrolan keduanya, Na
Sudah dia hati Farida dan Feri mencari Tasya dan Adam namun mereka masih belum menemukannya."Mas, bagaimana ini? Besok aku sudah harus berangkat tapi sampai sekarang kita masih belum menemukan Tasya. Aku takut benar-benar tidak bisa bertemu dengan Tasya sebelum aku berangkat," ucap Farida sembari terisak.Sementara langkah kaki keduanya masih terus menyusuri jalanan yang tampak lengang karena mendung."Apa kamu benar-benar harus pergi, Farida? Kamu bisa tetap tinggal di sini kalau kamu mau," ucap Feri."Tapi aku ingin mengambil Tasya dari mas Adam suatu saat, Mas. Aku yakin jika aku sudah punya banyak uang dan bisa menghidupi Tasya, pasti mas Adam tidak punya alasan lagi untuk menahan Tasya dariku.""Kamu kan punya aku, Farida. Aku bisa menghidupi kamu dan juga Tasya saat kita sudah menikah nanti.""Tidak, Mas. Aku tidak ingin merepotkan kamu. Kamu adalah orang baru yang tidak seharusnya merasakan semua itu. Aku yakin bisa membuktikan pada semua orang bahwa aku bisa menghidupi Tasya
Tok... Tok... Tok.Suara gedoran pintu yang cukup keras dari arah luar membuat Nadia yang sudah tidur harus tebangun.Dengan sedikit malas Nadia berjalan keluar dari kamar dan menghampiri pintu."Siapa sih malam-malam begini bertamu. Nggak punya sopan santun banget," umpat Nadia sembari berjalan menghampiri pintu.Saat pintu dibuka, Nadia langsung membulatkan kedua matanya melihat anak dan cucunya yang ternyata pulang tengah malam."Loh Dam, kamu kok malam-malam begini ke sini?" tanya Nadia sembari melirik ke arah Tasya yang digendong oleh Adam sementara kedua tangannya menjunjung taa besar.Seketika perasaan Nadia pun mulai tak enak dan menerka-nerka penyebab kedatangan Adam yang tiba-tiba.Nadia pun mempersilahkan Adam masuk. Setelah menidurkan Tasya di kamarnya, Adam kembali keluar menhampiri Nadia yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari meminum air putih yang ia pegang di tangan kanannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu kembali ke rumah ini?" tanya Nadia tanpa basa-
Tiba-tiba saja Gladis bersimpuh di kaki Adam membuatnya semakin bingung."Maafkan aku, Mas. Aku minta maaf," ucap Gladis sembari menangis sesenggukan.Adam yang merasa belum puas dengan jawaban dari Gladis, segera meminta penjelasan yang lebih akurat."Hentikan nak Adam! Tespek itu memang milik Gladis," ucap Erna. Akhirnya Erna memberanikan diri angkat bicara mewakili Gladis yang saat itu hanya bisa menangis sesenggukan."Itu memang milik Gladis dan saat ini dia sedang hamil," ucap Erna lagi sembari melangkah kakinya menghampiri Gladis dan membangunkannya.Adam mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Apa! H-hamil? Bagaimana bisa Gladis hamil sementara aku sendiri belum menyentuhnya," ucap Adam masih tak mengerti. Namun, dalam hatinya mulai berpikir yang tidak baik mengenai Gladis dan keluarganya.Hendaryo pun akhirnya menjelaskan semuanya pada Adam selagi Erna membawa Gladis kembali ke sisi mereka dan menenangkannya."Apa! Jadi kalian sudah menipu ku!" Adam tampak sangat marah setelah m
Setelah makan malam, Adam dan Gladis masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggiran ranjang. Adam tampak ragu-ragu untuk mulai membahas apa yang dikatakan Nadia tadi di telpon."Emmm Gladis, Mas mau bicara sesuatu, " ucap Adam ragu-ragu.Gladis menatap ke arah Adam. "Ada apa, Mas? Mas mau bicara apa? Apa Ada sesuatu?" tanya Gladis.Adam terdiam sejenak memikirkan tentang apa yang akan ia katakan pada Gladis saat itu. Ia menimbang-nimbang dalam hatinya."Mas mau bicara apa? Bicara saja, tidak apa-apa kok," ucap Gladis meyakinkan.Adam yang tersadar mendengar kata-kata Gladis, langsung menoleh ke arahnya."Emmm b-begini, Gladis. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang dana yang akan keluarga kamu berikan untuk membantu perkebunan ku yang sedang memburuk," ucap Adam sedikit terbata.Gladis mengernyitkan keningnya mendengar apa yang dikatakan Adam saat itu."Mas, kamu ini bagaimana, sih. Sekarang kan Tasya sedang sakit tapi kok kamu memikirkan perkebunan! Seharusnya kamu memikirkan kesembuha
Hari-hari terus berlalu. Gladis dengan setia menemani Adam menjaga Tasya yang sakitnya semakin parah.Tasya membutuhkan pendonor namun masih belum mereka dapatkan sehingga sakitnya Tasya semakin parah.Gladis dan Adam bahkan belum melakukan malam pertama karena sibuk mengurus Tasya yang kondisinya terus memburuk.Dengan penuh kasih sayang, Gladis menyeka tubuh Tasya dengan air hangat yang ia siapkan sendiri."Terima kasih ya, Gladis. Aku benar-benar tidak menyangka kamu akan sesayang ini sama Tasya," ucap Adam mengusap lembut pundak Gladis lalu mengecupnya sekilas.Gladis pun menghentikan tangannya yang tengah menyapu tubuh Tasya. Ia menoleh ke arah Adam yang berdiri di sampingnya."Iya, Mas, sama-sama. Aku senang bisa melakukan ini semua," jawab Gladis lembut."Maaf ya karena sampai saat ini aku masih belum melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami.""Nggak apa-apa, Mas. Aku mengerti kondisi kamu sekarang. Ya sudah katanya kamu mau pergi ke apotek untuk memberi obat. Lebih baik ka
Dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dengan kebencian pada orang-orang yang telah memisahkannya dengan putri semata wayangnya.Langkah kaki Farida sedikit terhuyung. Matanya yang sembab dan berkaca-kaca membuat pandangannya tanoak sedikit buyar. Ia bahkan harus berhenti sejenak di depan teras rumah sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah."Farida, kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Ratna yang saat itu baru kembali pulang ke rumah dan langsung melihat Farida yang tampak lemas tak berdaya.Sebelah tangan Farida memegang dinding untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya."B-bu ...." Belum selesai Farida menyelesaikan kalimatnya, air matanya telah lebih dulu jatuh. Ratna pun sontak langsung memeluk erat tubuhnya."Ada apa Farida? Apa yang telah terjadi sampai-sampai kamu seperti ini?" tanya Ratna dengan suara yang mulai parau."Tasya, Bu. Dia dibawa pergi entah kemana oleh mantan suamiku," ucap Farida dengan terbata."A-apa! Tasya dibawa pergi." Ratna ikut syok mendengar apa yang d
"Alhamdulilah ya, Mas. Akhirnya ibu sudah boleh pulang hari ini," ucap Farida menoleh ke arah Feri yang masih berjalan bersamanya."Iya, Farida," jawab Feri sembari tersenyum.Keduanya pun lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dari kejauhan Adam masih mengamati keduanya."Oh ternyata mereka tidak ke ruangan Tasya. Tapi itu ruangan siapa, ya. Siapa yang sakit," ucap Adam lirih pada dirinya sendiri."Ah sudahlah, ngapain juga aku mikirin siapa yang ada di ruangan itu. Lebih baik sekarang aku fokus pada kesembuhan Tasya saja," ucap Adam lagi. Ia pun lalu pergi meninggalkan tempatnya dan kembali ke ruangan Tasya.***Pagi harinya Farida sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan di atas meja.Feri yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, langsung menghampiri Farida."Farida, kamu nggak perlu masak begini. Kamu kan pasti capek dari kemarin ngurusin ibu sampai kurang tidur," ucap Feri."Oh nggak, kok, Mas. Alhamdulilah keadaan ibu sudah lebih baik jadi aku bisa meninggalkan ibu untuk melakuk
"Sah."Kalimat dari penghulu yang menikahkan Adam dan Gladis saat itu dapat didengar oleh semua saksi dan tamu undangan yang ada di dalam ruangan tempat akad Adam dan Gladis dilaksanakan."Sah," jawab para saksi dan para tamu yang hadir hampir bersamaan.Setelah seminggu berkenalan dengan Gladis, akhirnya Adam sudah sah menikahinya."Alhamdulillah," ucap Adam sembari mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.Sama dengan apa yang Adam lakukan, Gladis pun melakukan hal yang sama. Tak lama Gladis menoleh ke arah Adam sembari tersenyum dan ia mengalami tangan Adam yang kini telah berstatus sebagai suaminya.Semua orang pun menyalami Adam dan Gladis untuk memberinya selamat. Tak terkecuali Nadia dan kedua orang tua Gladis yang ikut menyalami keduanya.Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Adam dan juga Gladis karena keduanya telah sah menjadi suami istri.Sampai sore hari akhirnya acara pernikahan Adam dan Gladis telah selesai dan para tamu pun telah pulang."Dam, Gladis