Farida duduk di kursi dengan kepala menunduk. Dirinya masih sangat syok atas apa yang dilakukan Hardi padanya.Tiba-tiba Nani datang menghampiri Farida dengan membawakannya segelas air putih. "Ini, Nak, minumlah dulu supaya kamu bisa lebih tenang," ucap Nani menyodorkan gelas di tangannya.Farida pun menerima gelas berisi air dari Nani dan meminumnya beberapa teguk. Beberapa kali Farida menarik panjang napasnya untuk menenangkan dirinya."Bu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tak menyangka akan jadi seperti ini," ucap Farida dengan mata berkaca-kaca.Mendengar ucapan Farida tak lantas membuat Nani menjadi ikut panik. Nani berusaha tetap tenang di hadapan Farida agar tak semakin membuatnya banyak pikiran."Kamu tenang ya, Nak. Ibu yakin kamu bisa melewati semuanya ini dan ibu yakin kamu tidak bersalah dalam masalah ini." Nani mencoba menghibur Farida."Andai saja waktu itu aku tidak meminta bantuan bapak, ya, Bu. Pasti semua ini tidak akan terjadi. Aku tidak berpikir sejauh ini.
Spontan Adam yang melihat Nadia akan melukai wajah Farida langsung bergerak menyelamatkan Farida.Tangannya bergerak mengalihkan bambu runcing itu hingga menggores lengan tangannya. Seketika darah segar pun mengucur dari tangannya."Adam!" teriak Nadia histeris saat melihat tangan Adam terkena bambu runcingnya hingga terluka dan mengeluarkan darah.Tampak Adam memekik lirih menahan perih pada lengan tangannya yang terluka akibat goresan bambu runcing tadi."Ya Tuhan, kamu nggak kenapa-kenapa kan, Dam. Kamu ngapain sih merebut bambu itu dari tanganku. Kamu kan jadi luka begini," ucap Nadia yang kini melepaskan cengkraman tangannya pada Farida dan beralih pada Adam dan lukanya.Sementara Farida yang masih tak percaya bahwa ia Adam menyelamatkannya hanya bisa tertegun di posisinya dengan mata yang mengarah kepada Adam yang tengah terluka."Ya Tuhan, kenapa mas Adam menyelamatkan aku dan mengorbankan dirinya seperti ini," batin Farida masih menatap Adam.Nadia masih sibuk mengurus luka Ad
Tok ... Tok ... Tok.Suara ketukan pintu dari arah luar membuat Farida dan Nani terkejut. Keduanya kompak menoleh ke arah pintu yang masih tertutup rapat."S-siapa lagi, ya, Bu. Jangan-jangan itu pak Hardi. Jangan dia datang lagi ke sini untuk memaksaku menikah dengannya," ucap Farida yang sudah mulai menerka-nerka."Ibu juga nggak tahu, Farida. Kamu tunggu di sini dulu, ya. Biar coba ibu lihat dulu apa benar yang datang itu adalah pak Hardi." Nani lantas bangkit dari duduknya menghampiri jendela yang berada di samping pintu. Pelan-pelan Nani menyibakkan tirai jendela dan mengintip ke arah luar.Tak lama Nani kembali datang menghampiri Farida yang masih duduk di dalam kamarnya dengan wajah panik dan juga cemas."Bagaimana, Bu? Apa itu benar pak Hardi?" tanya Farida.Nani menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan, Farida. Yang ada di luar itu justru Adam," jawabnya.Sementara suara ketukan dari arah luar masih terdengar jelas di telinga keduanya. Tapi, Farida masih tak habis pikir mengapa
Adam pun lantas menceritakan semuanya pada Farida mengenai syarat hak asuh Tasya yang Nadia temukan di dalam kamarnya sebelum ia mengusir Hardi dari rumahnya."J-jadi karena itulah ibu Nadia marah padaku?" Farida seolah tak percaya jika Hardi benar-benar berani mengatakan pada Nadia bahwa ia menyukai Farida dan akan menikahinya.Rupanya hal itu yang membuat Nadia sangat marah pada Farida hingga tak segan-segan menyakitinya sebelum akhirnya Adam yang pasang badan untuk menyelamatkan Farida."Demi Allah, mas. Aku benar-benar tidak tahu kalau bapak benar-benar ingin aku menjadi istrinya. Aku memang sempat minta tolong padanya untuk mendapatkan hak asuh Tasya tapi aku mengurungkannya setelah aku sadar bahwa Tasya akan lebih baik di tanganmu dan aku pun sudah mengikhlaskannya..... Aku bahkan tidak tahu kalau imbalan yang bapak inginkan adalah aku menjadi istrinya."Sedikit lega rasanya setelah tahu penyebab mengapa Nadia bisa sangat marah padanya dan Hardi yang terus mengejarnya untuk me
Berkali-kali Santi mengirimkan pesan singkat pada Adam, tapi tak satupun pesannya dibalas. Dengan perasaan marah, Santi pun membanting ponsel miliknya ke kasur."Mas Adam kemana sih, kenapa dia nggak angkat telpon ku. Pesan ku juga nggak dibalas," sungut Santi kesal.Sesekali ia melirik ke arah ponselnya yang masih tak juga menampilkan notifikasi apapun di layar ponselnya."Tujuanku nikah sama dia kan buat morotin dia dan kuras semua hartanya, tapi aku malah kayak cuma dijadiin pengasuh buat anaknya. Dikasih uang bulanan juga pas-pasan banget, itupun selalu dibatasi sama Mamanya yang jahat itu," umpat Santi sekali lagi.Seketika rasa marahnya memudar saat mendengar suara Nadia yang berteriak memanggil-manggil nama Adam dari ruang tengah. Dengan cepat, Santi berlari menghampiri Nadia yang sudah menunjukkan wajah cemberut."Ma, Mama cari mas Adam, ya?" tanya Santi pada Nadia."Kamu tuli, ya! Ya iyalah aku nyari Adam, masa iya aku nyari kamu. Dari tadi kan aku juga manggil nama Adam buka
"Apa! Membakar rumah Farida?" tanya Adam dengan kedua mata membulat sempurna. Adam mulai berakting di depan Nadia seolah ia tak tahu akan rencananya itu.Namun, tetap saja Adam tak menyangka jika Nadia bisa berbuat hingga sejauh itu hanya untuk membalas dendam pada Farida."T-tapi, Ma. Apa itu tidak berlebihan? Bagaimana kalau mereka mati?" tanya Adam."Justru itu yang aku mau. Kamu bilang mau bantu Mama." Nadia memasang wajah memelas.Akhirnya Adam pun mengangguk menyetujui apa yang ingin Nadia lakukan. Dalam hati Adam merasa sangat lega karena sudah bisa memindahkan Farida dan juga Nani ke rumah yang baru sehingga mereka tidak akan kenapa-kenapa meski Nadia menyuruh seseorang untuk membakar rumah mereka.Setelah percakapannya yang panjang dan lebar dengan Nadia, kini saatnya Adam masuk ke dalam kamar untuk berisitirahat. Tapi, ia mendapati Santi yang masih belum tidur padahal malam sudah cukup larut."Loh, Sayang? Kamu kenapa kok belum tidur?" tanya Adam pada Santi.Dengan wajah cem
Pagi harinya Adam berada di dalam kamar dan tengah bersiap-siap untuk mengawali aktivitasnya hari itu. Tiba-tiba Anita datang dari arah belakang menghampiri Adam."Mas, aku mau bicara denganmu," ucap Santi yang saat itu masih berada di belakang Adam.Adam yang tengah membenahi penampilannya di depan cermin pun lantas menoleh ke arah Santi yang ada di belakangnya."Ada apa, Sayang? Kamu mau bicara apa?" tanya Adam menatap Santi."Mas apa kamu beneran nggak bisa kasih aku uang? Nggak apa-apa deh setengahnya juga, Mas," ucap Santi yang kembali mengungkit pembicaraan mereka semalam."Kamu kenapa ngotot banget sih pengen perawatan, San? Kamu kan tahu kalau uang yang dikasih sama Mama minggu lalu sudah habis jadi ya kamu harusnya tunggu sampai Mama ngasih uang lagi dong, baru nanti kamu bisa bagi uangnya untuk kamu perawatan," jelas Adam yang saat itu kembali membelakangi Santi setelah tahu kemana arah pembicaraan mereka saat itu."Ah kamu gimana sih, Mas. Nggak becus banget jadi kepala rum
Siang harinya Nadia pulang ke rumah. Wajahnya sedikit cemberut menahan amarah di dalam hatinya.Ia terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Seketika langkah kakinya terhenti saat mendengar suara tangisan Tasya dari dalam rumah.Dengan cepat Nadia berlari menghampiri Tasya yang saat itu tengah menangis dengan tangan yang masih mengeluarkan darah."Ya Tuhan, Tasya, kamu kenapa, Sayang?" tanya Nadia panik."Sakit, Oma," rintih Tasya sembari terisak."Iya, Sayang. Tasya sabar sebentar ya kita obati luka Tasya." Dengan cepat Nadia menaruh tas miliknya dan langsung beralih pada Tasya yang saat itu masih menangis menahan rasa sakit Nadia mengambil kotak p3k dan langsung mengobati luka di hati tangan Tasya. Keduanya duduk di sofa ruang tengah saat mengobati luka di tangan Tasya."Tasya, kenapa kok Tasya bisa luka seperti ini?" tanya Nadia saat ia telah selesai mengobati luka di tangan Tasya.Tasya yang takut menjawab pertanyaan Nadia hanya bisa diam sejenak menatap wajah Nadia yang s
Dua bulan kemudian.Sudah 2 bulan semenjak kepergian Farida, keadaan Tasya semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus dan pucat bahkan Tasya sering kesulitan untuk menekan makanan membuatnya semakin tamoak kurus."Ma, bagaimana ini. Keadaan Tasya semakin memburuk. Kita harus bagaimana sekarang?" tanya Adam yang saat itu tengah duduk di samping Nadia."Sudahlah, Dam! Kamu jangan bikin Mama jadi tambah bingung. Sekarang kita udah nggak punya apa-apa lagi.!perkebunan juga udah kita jual dan rumah juga sudah digadai. Semua habis untuk biaya pengobatan Tasya yang sampai sekarang nggak sembuh-sembuh juga. Kita udah nggak punya apa-apa, Dam," ucap Nadia."Berikan saja Tasya pada Farida, biar dia yang mengurusnya," ucap Nadia ketus."Tapi kan kita nggak tahu keberadaan Farida sekarang, Ma.""Kamu benar, juga. Pokoknya kamu harus cari saja dia sampai ketemu dan berikan Tasya padanya. Biar dia yang gantian mengurus Tasya," ucap Nadia yang wajahnya tampak sangat kusut.Setelah obrolan keduanya, Na
Sudah dia hati Farida dan Feri mencari Tasya dan Adam namun mereka masih belum menemukannya."Mas, bagaimana ini? Besok aku sudah harus berangkat tapi sampai sekarang kita masih belum menemukan Tasya. Aku takut benar-benar tidak bisa bertemu dengan Tasya sebelum aku berangkat," ucap Farida sembari terisak.Sementara langkah kaki keduanya masih terus menyusuri jalanan yang tampak lengang karena mendung."Apa kamu benar-benar harus pergi, Farida? Kamu bisa tetap tinggal di sini kalau kamu mau," ucap Feri."Tapi aku ingin mengambil Tasya dari mas Adam suatu saat, Mas. Aku yakin jika aku sudah punya banyak uang dan bisa menghidupi Tasya, pasti mas Adam tidak punya alasan lagi untuk menahan Tasya dariku.""Kamu kan punya aku, Farida. Aku bisa menghidupi kamu dan juga Tasya saat kita sudah menikah nanti.""Tidak, Mas. Aku tidak ingin merepotkan kamu. Kamu adalah orang baru yang tidak seharusnya merasakan semua itu. Aku yakin bisa membuktikan pada semua orang bahwa aku bisa menghidupi Tasya
Tok... Tok... Tok.Suara gedoran pintu yang cukup keras dari arah luar membuat Nadia yang sudah tidur harus tebangun.Dengan sedikit malas Nadia berjalan keluar dari kamar dan menghampiri pintu."Siapa sih malam-malam begini bertamu. Nggak punya sopan santun banget," umpat Nadia sembari berjalan menghampiri pintu.Saat pintu dibuka, Nadia langsung membulatkan kedua matanya melihat anak dan cucunya yang ternyata pulang tengah malam."Loh Dam, kamu kok malam-malam begini ke sini?" tanya Nadia sembari melirik ke arah Tasya yang digendong oleh Adam sementara kedua tangannya menjunjung taa besar.Seketika perasaan Nadia pun mulai tak enak dan menerka-nerka penyebab kedatangan Adam yang tiba-tiba.Nadia pun mempersilahkan Adam masuk. Setelah menidurkan Tasya di kamarnya, Adam kembali keluar menhampiri Nadia yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari meminum air putih yang ia pegang di tangan kanannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu kembali ke rumah ini?" tanya Nadia tanpa basa-
Tiba-tiba saja Gladis bersimpuh di kaki Adam membuatnya semakin bingung."Maafkan aku, Mas. Aku minta maaf," ucap Gladis sembari menangis sesenggukan.Adam yang merasa belum puas dengan jawaban dari Gladis, segera meminta penjelasan yang lebih akurat."Hentikan nak Adam! Tespek itu memang milik Gladis," ucap Erna. Akhirnya Erna memberanikan diri angkat bicara mewakili Gladis yang saat itu hanya bisa menangis sesenggukan."Itu memang milik Gladis dan saat ini dia sedang hamil," ucap Erna lagi sembari melangkah kakinya menghampiri Gladis dan membangunkannya.Adam mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Apa! H-hamil? Bagaimana bisa Gladis hamil sementara aku sendiri belum menyentuhnya," ucap Adam masih tak mengerti. Namun, dalam hatinya mulai berpikir yang tidak baik mengenai Gladis dan keluarganya.Hendaryo pun akhirnya menjelaskan semuanya pada Adam selagi Erna membawa Gladis kembali ke sisi mereka dan menenangkannya."Apa! Jadi kalian sudah menipu ku!" Adam tampak sangat marah setelah m
Setelah makan malam, Adam dan Gladis masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggiran ranjang. Adam tampak ragu-ragu untuk mulai membahas apa yang dikatakan Nadia tadi di telpon."Emmm Gladis, Mas mau bicara sesuatu, " ucap Adam ragu-ragu.Gladis menatap ke arah Adam. "Ada apa, Mas? Mas mau bicara apa? Apa Ada sesuatu?" tanya Gladis.Adam terdiam sejenak memikirkan tentang apa yang akan ia katakan pada Gladis saat itu. Ia menimbang-nimbang dalam hatinya."Mas mau bicara apa? Bicara saja, tidak apa-apa kok," ucap Gladis meyakinkan.Adam yang tersadar mendengar kata-kata Gladis, langsung menoleh ke arahnya."Emmm b-begini, Gladis. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang dana yang akan keluarga kamu berikan untuk membantu perkebunan ku yang sedang memburuk," ucap Adam sedikit terbata.Gladis mengernyitkan keningnya mendengar apa yang dikatakan Adam saat itu."Mas, kamu ini bagaimana, sih. Sekarang kan Tasya sedang sakit tapi kok kamu memikirkan perkebunan! Seharusnya kamu memikirkan kesembuha
Hari-hari terus berlalu. Gladis dengan setia menemani Adam menjaga Tasya yang sakitnya semakin parah.Tasya membutuhkan pendonor namun masih belum mereka dapatkan sehingga sakitnya Tasya semakin parah.Gladis dan Adam bahkan belum melakukan malam pertama karena sibuk mengurus Tasya yang kondisinya terus memburuk.Dengan penuh kasih sayang, Gladis menyeka tubuh Tasya dengan air hangat yang ia siapkan sendiri."Terima kasih ya, Gladis. Aku benar-benar tidak menyangka kamu akan sesayang ini sama Tasya," ucap Adam mengusap lembut pundak Gladis lalu mengecupnya sekilas.Gladis pun menghentikan tangannya yang tengah menyapu tubuh Tasya. Ia menoleh ke arah Adam yang berdiri di sampingnya."Iya, Mas, sama-sama. Aku senang bisa melakukan ini semua," jawab Gladis lembut."Maaf ya karena sampai saat ini aku masih belum melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami.""Nggak apa-apa, Mas. Aku mengerti kondisi kamu sekarang. Ya sudah katanya kamu mau pergi ke apotek untuk memberi obat. Lebih baik ka
Dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dengan kebencian pada orang-orang yang telah memisahkannya dengan putri semata wayangnya.Langkah kaki Farida sedikit terhuyung. Matanya yang sembab dan berkaca-kaca membuat pandangannya tanoak sedikit buyar. Ia bahkan harus berhenti sejenak di depan teras rumah sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah."Farida, kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Ratna yang saat itu baru kembali pulang ke rumah dan langsung melihat Farida yang tampak lemas tak berdaya.Sebelah tangan Farida memegang dinding untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya."B-bu ...." Belum selesai Farida menyelesaikan kalimatnya, air matanya telah lebih dulu jatuh. Ratna pun sontak langsung memeluk erat tubuhnya."Ada apa Farida? Apa yang telah terjadi sampai-sampai kamu seperti ini?" tanya Ratna dengan suara yang mulai parau."Tasya, Bu. Dia dibawa pergi entah kemana oleh mantan suamiku," ucap Farida dengan terbata."A-apa! Tasya dibawa pergi." Ratna ikut syok mendengar apa yang d
"Alhamdulilah ya, Mas. Akhirnya ibu sudah boleh pulang hari ini," ucap Farida menoleh ke arah Feri yang masih berjalan bersamanya."Iya, Farida," jawab Feri sembari tersenyum.Keduanya pun lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dari kejauhan Adam masih mengamati keduanya."Oh ternyata mereka tidak ke ruangan Tasya. Tapi itu ruangan siapa, ya. Siapa yang sakit," ucap Adam lirih pada dirinya sendiri."Ah sudahlah, ngapain juga aku mikirin siapa yang ada di ruangan itu. Lebih baik sekarang aku fokus pada kesembuhan Tasya saja," ucap Adam lagi. Ia pun lalu pergi meninggalkan tempatnya dan kembali ke ruangan Tasya.***Pagi harinya Farida sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan di atas meja.Feri yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, langsung menghampiri Farida."Farida, kamu nggak perlu masak begini. Kamu kan pasti capek dari kemarin ngurusin ibu sampai kurang tidur," ucap Feri."Oh nggak, kok, Mas. Alhamdulilah keadaan ibu sudah lebih baik jadi aku bisa meninggalkan ibu untuk melakuk
"Sah."Kalimat dari penghulu yang menikahkan Adam dan Gladis saat itu dapat didengar oleh semua saksi dan tamu undangan yang ada di dalam ruangan tempat akad Adam dan Gladis dilaksanakan."Sah," jawab para saksi dan para tamu yang hadir hampir bersamaan.Setelah seminggu berkenalan dengan Gladis, akhirnya Adam sudah sah menikahinya."Alhamdulillah," ucap Adam sembari mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.Sama dengan apa yang Adam lakukan, Gladis pun melakukan hal yang sama. Tak lama Gladis menoleh ke arah Adam sembari tersenyum dan ia mengalami tangan Adam yang kini telah berstatus sebagai suaminya.Semua orang pun menyalami Adam dan Gladis untuk memberinya selamat. Tak terkecuali Nadia dan kedua orang tua Gladis yang ikut menyalami keduanya.Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Adam dan juga Gladis karena keduanya telah sah menjadi suami istri.Sampai sore hari akhirnya acara pernikahan Adam dan Gladis telah selesai dan para tamu pun telah pulang."Dam, Gladis