"Aduh, aku hampir lupa, tunggu sebentar ya." Ujar Rahma lalu bergegas keluar kamar menuju ruang kerjanya untuk menggambil buku harian milik Jasmine yang masih tertinggal di sana dan membawanya ke hadapan Yudha dengan sangat hati-hati.***"Apa ini?" Tanya Yudha dengan dahi mengeryit saat melihat buku bersampul biru itu di serahkan Rahma padanya."Buku harian, Sepertinya ini milik ibumu, kurasa kakek mungkin sengaja menyimpannya untukmu, mas," jawab Rahma."Ini ...!" Alis Yudha terlihat bertautan saat melihat nama Jasmine tertera di sampul depan buku tersebut, lalu melirik Rahma yang spontan mengangguk seolah menegaskan apa yang sedang dipikirkan lelaki itu saat ini.Yudha menatap buku tersebut dengan seksama," aku tak pernah melihatnya, di mana kau menemukannya?" Kembali ia bertanya.Sambil mengulas senyum, Rahma menjawabnya. "Di rak buku milik kakek. Aku tak sengaja menemukannya terselip di antara koleksi buku yang sering di baca kakek.""Benarkah itu?" Bisik Yudha seakan tak percay
"Kupikir kau lebih tahu bagaimana caranya mengurus seekor kucing betina yang kelaparan seperti dirinya, sayang. Makanya kuberikan ia padamu," Gemas Yudha sambil mengecup lembut pipi Rahma.***Pagi-pagi sekali Yudha sudah ditunggu Demian di teras, karena ada rapat penting pagi ini, lelaki itu tampak sudah bersiap dengan tas di tangannya. "Sepagi ini?" Keluh Rahma manja sambil melirik arloji di pergelangan tangan Yudha."Iya, rapatnya akan dimulai pukul delapan pagi ini, Sayang," Sahut Yudha sambil merapikan dasinya."Lalu, bagaimana dengan rencana nanti malam? bukankah kita ada acara makan malam di rumah papa? Jangan bilang kalau kau tak bisa hadir karena papa pasti akan kesal mendengarnya," cecar Rahma mengingatkan."Akan ku usahakan. Yang penting nanti sore kau bersiap siap saja," pungkas Yudha lalu mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.Rahma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum kecut mendengarnya. Di lambaikan tangannya sebentar ketika melihat mobil yang ditumpangi Yudha pe
"Kupikir kau tak datang, Jesslyn. Tante hampir saja melupakanmu," sambut Miranda sambil mengulurkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan sang keponakan.***"Maaf, aku terlambat, jalanan cukup padat malam ini," Sahut Jesslyn, lalu menghampiri Miranda.Mendengar nama Jesslyn di sebut membuat Rahma refleks menoleh, tampak seorang wanita berkulit putih berwajah oriental tengah menyapa Budi dengan sopan.Kening Rahma berkerut, wajah dan nama itu seperti tidak asing baginya, sejenak ia berpikir, hingga beberapa saat kemudian, Rahma memalingkan pandangannya pada Yudha, suaminya."Tak salah lagi, kucing betina itu," Rahma berdesis pelan.Di liriknya Yudha yang masih tampak santai seakan tak peduli dengan kedatangan Jesslyn, wajah lelaki itu tampak datar sambil terus mengengam tangan Rahma."Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan," bisik Yudha sambil menoleh dan mengedipkan sebelah matanya pada Rahma."Benarkah? Baguslah berarti tak payah aku mengingatkan," balas Rahma, tak lama terdeng
"Ada apa, mas?" Tanya Miranda."Tak ada apa-apa, hanya pembicaraan singkat para lelaki," jawab Budi sambil menyendok makanan ke mulutnya.***Rahma mengulas senyum ketika mendengar ucapan ayah mertuanya, kembali denting sendok dan garpu terdengar, seakan telah menjadi musik pengiring di meja makan itu.Mereka tampak begitu menikmati makanan yang disajikan di atas meja tersebut. Begitu pula dengan Rahma, meski hatinya saat ini mulai terbakar oleh rasa cemburu namun, logikanya masih bekerja dengan baik.Diam diam Rahma mengamati Jesslyn, wanita yang mengenakan gaun off shoulder itu tampak memukau malam ini dengan make-up flawless dan tatanan rambut sebahunya yang di Curly. tak lama ia berdehem pelan."Sebelumnya maaf jika aku lancang bertanya padamu Mbak Jesslyn ...""Jesslyn, panggil saja Jesslyn. Mbak Rahma," ucap Jesslyn memotong ucapan Rahma."Ah, iya. Baiklah Jesslyn.""Apakah kau sudah bekerja? Maaf jika pertanyaan ini terdengar sangat lancang!" Desis Rahma sambil menatap Jesslyn
"Bagus sekali, wanita itu namanya Jesslyn, mulai sekarang tugasmu adalah menjauhkan wanita itu dari Mas Yudha, jika kau melihat wanita itu datang ke kantor mencari Mas Yudha, segera beri tahu aku, termasuk juga saat kau melihat Mas Yudha menerima telepon darinya. Kau mengerti Pak Demian?" Perintah Rahma sambil mendelik pada Yudha yang mengulum senyum saat mendengarnya.***Sementara itu di Parung, Bogor. Terjadi keributan di rumah Deni. Tampak lelaki itu tengah mengajak istrinya berbicara."Aku berniat untuk menjual rumah dan mobil kita," ungkap Deni."A-apa kau bilang, mas? Mau menjual mobil dan rumah kita? Apa aku tidak salah dengar?" Pekik Widya seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya."Iya, tak ada cara lain, aku terpaksa menjualnya untuk menutup semua hutang-hutangku," sengit Deni."Siapa yang menyuruhmu menjualnya? Hah!? Siapa yang mengizinkanmu untuk menjualnya?" Teriak Widya. Suaranya terdengar ke setiap sudut kamar mereka.Deni berdecak kesal, lelaki itu mul
"Benarkah? berarti kau sudah bicara padanya?" tanya nella."iya, aku sudah bicara padanya. rahma memintaku agar menjual rumah dan mobilku padanya jika ingin semua hutangku lunas. rahma bilang bahwa aku harus melakukannya jika masih ingin berharap bantuan lain darinya," ungkap deni dengan dahi mengeryit seakan sedang berpikir.***Yudha mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja, sambil menatap ke layar komputer. Lelaki itu terlihat sedikit gusar, seakan ada sesuatu hal yang mengganjal pikirannya.Sesekali ia melirik ke layar ponselnya, seolah sedang menunggu panggilan telepon dari seseorang. Namun hingga lima belas menit berlalu, Layar pipih itu masih gelap, tak ada satupun notifikasi pesan yang masuk.Suara ketukan pintu terdengar ketika baru saja hendak menyandarkan punggungnya, tak lama melangkah masuk sekretarisnya sambil membawa beberapa tumpukan dokumen di tangannya."Ini laporan yang bapak minta," ucapnya dengan sopan meletakkan dokumen-dokumen itu ke atas meja."Terima kasih," Jawab
"Rahma memang bukanlah anak pejabat atau putri kesayangan seorang konglomerat, tapi ia satu satunya wanita yang ada di saat semua orang berpaling dan menjauh dariku," desis Yudha lalu meletakkan kembali ponselnya ke atas meja.***"Kau tak apa-apa, mas? Ada masalah?" Tanya Rahma begitu melihat Yudha yang terlihat lesu sepulang dari kantor."Aku baik - baik saja," Jawab Yudha, lalu duduk sambil melepas sepatunya. Tak mungkin rasanya ia menceritakan isi pembicaraannya dengan Jesslyn tadi siang pada Rahma, karena bisa saja akan membuat istrinya kesal."Mau kusiapkan makan sekarang?" Kembali Rahma bertanya, ada gurat kekhawatiran di wajahnya."Nanti saja, sayang. Aku mau mandi dulu," sahut Yudha sambil mengulas senyum tipis."Baiklah, tapi jika kau butuh sesuatu, bilang padaku ya?" Ujar Rahma kemudian.Yudha mengangguk, lalu meraih handuk dan bergegas ke kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya.Ponsel Rahma bergetar sesaat kemudian, dengan malas di liriknya benda pipih itu, tampak ada
"Apa mereka sedang membicarakan Hera? Ibunya mbak Denisa?" Bisik Rahma sambil terus memperhatikan mereka berdua dari dari balik pintu.***Rahma bergeming sesaat, lalu intipnya kembali, tampak mereka masih berbicara di sana. Takut ketahuan menguping Rahma pun memutuskan untuk melanjutkan langkahnya."Apa mereka sedang membicarakan Hera?" Gumam Rahma dengan dahi mengeryit.Suryani tampak sumringah menyambut Rahma ketika langkah wanita itu akhirnya tiba di meja makan. Dilihatnya meja makan sudah penuh dengan makanan, pertanda sarapan sudah siap."Mana Mbak Denisa dan Mas Yudha, mbak?" Tanya Suryani."Sebentar lagi mereka berdua akan datang, Mak. Tunggu saja di sini," jawab Rahma seakan mencegah Suryani untuk memanggil mereka, lalu duduk di salah satu kursi.Suryani tak menjawabnya, wanita paruh baya itu tampak menggangguk patuh, lalu memilih duduk di sebelah Rahma. Lima menit kemudian tampak Yudha dan Denisa datang bersamaan menghampiri mereka. Untuk menikmati sarapan pagi bersama."Apa