Kabar perampokan yang terjadi di rumah Nella, akhirnya sampai juga ke telinga Rahma, meskipun sudah dua hari berselang pasca kejadian tersebut, tetap saja insiden perampokan itu masih menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan para tetangganya.Meski khawatir, Rahma menahan diri untuk tidak segera datang ke rumah kakak perempuannya tersebut. Rahma yakin pasti ada alasan mengapa Nella tidak memberitahu dirinya atas musibah yang menimpa dirinya. Berdiri di hadapannya, seorang wanita yang beberapa jam lalu di mintanya untuk mencari kabar terbaru tentang Nella. Dari laporan yang diterimanya, setidaknya Rahma bisa menghela nafas lega karena para perampok itu sudah di tangkap polisi. Dan salah satunya adalah orang yang mereka kenal baik, seseorang yang masih bertetangga dengan Nella.Ada tiga orang yang beraksi pada malam itu. Menggasak habis uang yang tersimpan di dalam lemari, untung saja pada malam sebelumnya, Nella telah memindahkan kotak yang biasa digunakannya untuk menyimpan perhi
"Bagaimana kondisi Mbak Nella?" Tanya Yudha beberapa saat setelah mendengar cerita Rahma."Mbak Nella baik baik saja," jawab Rahma lalu beranjak dari meja riasnya dan duduk di tepian ranjang mereka."Syukurlah. Uang yang hilang bisa dicari tapi jika para perampok itu sampai melukainya, entahlah, aku sulit untuk membayangkannya," sahut Yudha lalu meletakkan ponselnya ke atas nakas."Iya, kau benar, mas." "Hmm!" Yudha berdehem kecil."Besok papa mengundang kita untuk datang ke rumahnya.""Oh ya?" Tanya Rahma sembari menatap suaminya dengan pandangan tanya."Ada acara apa di rumah papa, mas?" Kembali Rahma bertanya."Tak ada, katanya sih hanya ingin berkumpul dengan kita saja sebelum berangkat umroh," jawab Yudha Mendengarnya, Rahma mengangguk pelan. "Oh, sekalian bulan madu, ya? Pengantin baru bikin gemes," sambung Rahma terkekeh."Mungkin saja, karena kudengar dari papa, katanya sih tante Miranda berharap segera diberi keturunan sepulang umroh nanti." Yudha kembali mejelaskan. "Ami
Tiga bulan kemudian,"Selamat ya Pak Yudha, ibu Rahma positif hamil," ucap dokter wanita itu saat memeriksa Rahma."Alhamdulillah, terima kasih banyak dokter."Wajah Yudha begitu bahagia saat mendengar kabar bahagia tersebut, tak hanya dirinya, pipi Rahma pun tampak bersemu merah."Saya akan meresepkan beberapa vitamin. Jangan lupa istirahat yang cukup ya, Bu Rahma." Ujar dokter wanita tersebut, setelah pemeriksaan ultrasonografi (USG) tersebut selesai.Beberapa pesan di berikan oleh dokter wanita itu pada mereka, tak lupa juga mengingatkan agar melakukan pemeriksaan rutin setiap bulan. Setelah berbincang sebentar, mereka pun akhirnya pamit dan bergegas pulang ke rumah dengan suasana hati yang riang. Kurang lebih setengah jam kemudian, mobil yang membawa mereka pun akhirnya menepi dan berhenti di rumah besar itu, rumah yang hampir dua tahun ini mereka tinggali.Dengan hati hati, Yudha membantu Rahma keluar dari mobil. Rona bahagia begitu terpancar dari wajahnya. Melihat wajah Yudha y
"Mau sampai kapan kamu bertahan sama suami pengangguran seperti Yudha, Rahma?" Rahma tak terima mendengar pernyataan Kakak iparnya itu. "Mas Yudha bukan pengangguran, mbak! Ia ikut kerja di laundry milik Pak Haji Taslim.""Lho bukan pengangguran gimana? Suamimu kerja serabutan kayak gitu, sama saja dengan pengangguran, kan?" tuding kakak iparnya tak mau kalah."Berhenti menghina Mas Yudha, mbak Widya. Setidaknya ia bisa menafkahiku." "Halah, di mana-mana, orang kerja serabutan itu, ya pengangguran, Rahma. Memangnya berapa sih gaji karyawan laundry sebulan? Nggak mungkin nyampe sepuluh juta kan?! Cakep sih cakep, tapi kalau makan tempe sama ikan asin terus tiap hari, apa tidak bosen kamu? Kalau makan enak aja, kamu harus nunggu ada acara kondangan dulu!"Rahma mengepal kuat tangannya, ingin rasanya ia merobek dan mencakar mulut yang tidak punya tata karma berbicara itu. Hanya saja, ia menahan diri karena malas berurusan dengan kakak laki-lakinya jika perbuatan bar -bar itu dilakukann
"Pergi dari rumah ini, apa maksudnya mas? Apa mas ada masalah dengan orang hingga kita harus pindah dari sini?" tanya Rahma tak mengerti."Tidak, mas tidak memiliki masalah dengan siapapun," jawab Yudha."Lalu?""Kejutan, nanti kamu akan tahu sendiri. Sebelum itu mas minta kamu persiapkan diri saja, karena nantinya semua orang akan mencarimu. Ah ... Sudahlah, mas lapar, kamu masak apa hari ini dek?""Aku cuma bikin bacem tempe sama sambel terasi mas," jawab Rahma menunduk. "Sambel terasi ya, wah bakalan nambah nanti, ayo temani mas makan dulu," ajak Yudha sambil melangkah menuju ke dapur yang hanya bersekat dinding dengan kamar mandi di belakang."Iya, mas." Ujar Rahma sambil meraih plastik berisi opor ayam yang diberikan Widya padanya tadi.Melihat sikap Rahma, sontak Yudha langsung memperhatikan plastik yang dipegang Rahma. Dengan tatapan mata penuh tanya, lelaki itu menghentikan langkah lalu memandang istrinya."Ini opor ayam, tadi diberi sama mbak Widya, mau aku buang. Paling jug
Matahari sudah naik ke singgasananya, kerumunan anak anak sekolah pun kini mulai ramai melintas, ketika suara penjaja sayuran keliling terdengar di depan rumah kontrakannya, dari balik jendela, Rahma melihat sang penjaja sayuran itu sudah berhenti tepat didepan rumahnya dan segera di kerubungi para tetangganya yang akan berbelanja.Sebenarnya Rahma sedikit malas keluar jika sudah seperti ini, tak ayal kerumunan Ibu ibu yang berbelanja akan mulai saling bergosip. Samar Rahma mendengar jika kali ini mereka sedang membicarakan tentang rumah tangga salah seorang tetangganya yang hendak bercerai, membuat Rahma akhirnya memilih untuk menunggu hingga kerumunan itu sepi.Hampir setengah jam berlalu, diliriknya suaminya yang keluar dari kamar mandi, tanda ia telah selesai membersihkan diri. Rahma gusar karena sebentar lagi Yudha akan berangkat kerja, dan itu artinya ia harus bergegas untuk memasak bekal yang akan dibawa suaminya nanti.Dari balik jendela, Rahma melihat hanya tinggal dua orang
Selepas kepergian Yudha, Rahma duduk termenung di kursi usang ruang tamunya. Suara para pelakon drama yang berasal dari televisi tabung di hadapannya tak dipedulikannya, Rahma begitu sibuk dengan pikirannya sendiri.Helaan nafas berat terdengar dari bibirnya, suara pembicaraan suaminya tadi kini samar terngiang kembali di telinganya, entah mengapa, Rahma yakin jika telepon itu berasal dari keluarganya. Sebenarnya, hampir saja tadi ia ingin bertanya, namun diurungkannya, karena setelah selesai menjawab panggilan telepon, Yudha tampak terburu buru, untung saja bekalnya sudah di siapkan."Siapa kau sebenarnya, mas?" Lirih Rahma berucap.Kembali Rahma menghela nafas panjang, namun kali ini ia melangkah ke kamar, membuka lemari dan mencari buku nikah mereka, entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal hati wanita itu. Di amatinya nama suaminya yang tertulis dalam buku nikah itu, tak ada yang salah, namun memang, nama itu sedikit berbeda dari nama pria biasa di kampungnya.Darren Prayudha W
"Mas kau yakin kita akan datang?" tanya Rahma, ada keraguan di hati wanita itu."Iya, bukankah tak baik menolak, lagipula kita diundang ke acara itu, benar kan?""Lalu kita akan datang ke acara yang mana? akad nikah atau resepsinya mas? Acara akad nikahnya di gelar di rumah, sedang resepsinya di Hotel Venus." Kembali, Rahma bertanya."Undangannya bagaimana?" "Dua duanya mas, aku bahkan sudah diberi seragam oleh Nia," tutur Rahma mende$ah."Ya berarti, kita akan hadir di acara akad nikah dan juga resepsinya, lumayan kan kita bisa makan enak, dan jalan jalan ke hotel bagus," gurau Yudha menggoda istrinya. Membuat wajah Rahma cemberut."Keenakan dong Mbak Widya nanti mengejekku, mas," Rahma mengeluh, sungguh dirinya malas bertemu dengan wanita menyebalkan itu, seringkali Rahma mengump4t Deni, kakak sulungnya yang bisa- bisanya memiliki istri seperti Widya."Aku hanya tak ingin mendengar mereka menghinamu lagi mas, apalagi di tempat ramai, membuatku kesal dan marah saja," ujar Rahma menu