Selepas kepergian Yudha, Rahma duduk termenung di kursi usang ruang tamunya. Suara para pelakon drama yang berasal dari televisi tabung di hadapannya tak dipedulikannya, Rahma begitu sibuk dengan pikirannya sendiri.Helaan nafas berat terdengar dari bibirnya, suara pembicaraan suaminya tadi kini samar terngiang kembali di telinganya, entah mengapa, Rahma yakin jika telepon itu berasal dari keluarganya. Sebenarnya, hampir saja tadi ia ingin bertanya, namun diurungkannya, karena setelah selesai menjawab panggilan telepon, Yudha tampak terburu buru, untung saja bekalnya sudah di siapkan."Siapa kau sebenarnya, mas?" Lirih Rahma berucap.Kembali Rahma menghela nafas panjang, namun kali ini ia melangkah ke kamar, membuka lemari dan mencari buku nikah mereka, entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal hati wanita itu. Di amatinya nama suaminya yang tertulis dalam buku nikah itu, tak ada yang salah, namun memang, nama itu sedikit berbeda dari nama pria biasa di kampungnya.Darren Prayudha W
"Mas kau yakin kita akan datang?" tanya Rahma, ada keraguan di hati wanita itu."Iya, bukankah tak baik menolak, lagipula kita diundang ke acara itu, benar kan?""Lalu kita akan datang ke acara yang mana? akad nikah atau resepsinya mas? Acara akad nikahnya di gelar di rumah, sedang resepsinya di Hotel Venus." Kembali, Rahma bertanya."Undangannya bagaimana?" "Dua duanya mas, aku bahkan sudah diberi seragam oleh Nia," tutur Rahma mende$ah."Ya berarti, kita akan hadir di acara akad nikah dan juga resepsinya, lumayan kan kita bisa makan enak, dan jalan jalan ke hotel bagus," gurau Yudha menggoda istrinya. Membuat wajah Rahma cemberut."Keenakan dong Mbak Widya nanti mengejekku, mas," Rahma mengeluh, sungguh dirinya malas bertemu dengan wanita menyebalkan itu, seringkali Rahma mengump4t Deni, kakak sulungnya yang bisa- bisanya memiliki istri seperti Widya."Aku hanya tak ingin mendengar mereka menghinamu lagi mas, apalagi di tempat ramai, membuatku kesal dan marah saja," ujar Rahma menu
Rahma mendengkus kesal, nafasnya terlihat naik turun. Rahangnya mengeras menahan emosi yang seakan siap meledak kapan saja.Ingin rasanya Rahma memaki dan menyumpahi saudara laki-lakinya itu. Namun, diurungkannya karena ia masih menjaga harga diri kakaknya dihadapan suaminya. Bagaimanapun, Deni adalah saudara kandungnya, Rahma tidak ingin membuat emosi Yudha terpancing saat melihatnya bertengkar.Deni memilih memalingkan wajahnya, tak berani membalas tatapan mata Rahma yang begitu menghujam, lelaki itu masih tampak gelisah terlihat dari beberapa kali ia mengganti posisi duduknya."Katakan mas! Kau belum menjawab pertanyaanku, apa kau ingin menjaminkan tanah warisan milikku ini demi memenuhi gaya hidup istrimu yang hedonis itu?" ulang Rahma setengah berteriak."Iya! Widya meminta padaku untuk mengganti mobil lama kami dengan yang baru, Rahma." Deni menjawabnya cepat, membuat hati Rahma seketika terhempas. "Kebetulan ada salah satu temannya ingin menjual mobilnya, dan Widya memintaku m
"Pindah? Tapi, pindah ke mana, mas?" tanya Rahma tak mengerti, wajah wanita itu terlihat bingung."Tentu saja ke rumah kita, dek." Yudha menjawab santai pertanyaan istrinya."Rumah kita? Kau membuatku bingung saja, mas!?" lanjut Rahma bertanya."Nanti kau akan mengerti, lebih baik pikirkan apa rencanamu selanjutnya?""Rencana? Tentu saja mengambil sertifikat tanah itu dari tangan Mas Deni, dia mencoba memaksaku menandatangani surat persetujuan jaminan, tanpa memberitahuku apa pun tentang tanah yang sebenarnya adalah milikku." Sahut Rahma geram."Setelah kematian bapak, bertahun tahun Mas Deni menyimpan sertifikat tanah itu dan membohongiku. Tapi sekarang tidak lagi, aku akan mengambilnya, mas," lanjut Rahma dengan kilatan mata penuh amarah.Rahma terpaku sesaat dengan tangan yang mengepal erat, ia tak menyangka jika Deni bisa setega itu pada dirinya. Adik kandungnya sendiri."Mas Deni memang licik, ia memintaku menandatangani surat persetujuan jaminan, Tanpa memperlihatkan sertifikat
"Mana sertifikat tanah milikku?" tanya Rahma tanpa basa-basi saat mendatangi rumah Deni dan Widya, keesokan sorenya."Apa apaan kau Rahma? Sertifikat apa?" ketus Widya."Tentu saja sertifikat tanah warisan milikku dari bapak," balas Rahma tak kalah ketus."Tidak ada, lagipula aku tidak mengerti, tanah warisan yang mana?" teriak Widya tidak ingin kalah."Tanyakan pada suamimu itu," tunjuk Rahma pada Deni, kakak sulungnya.Rahma mendengkus kesal. Dilihatnya Widya yang berkacak pinggang, memandangnya dengan sorot mata tajam dan sinis. Membuat Rahma seakan ingin mencongkel manik mata itu keluar.Rahma tidak datang sendiri, ia mendatangi rumah kakak lelakinya itu ditemani Yudha dan Juga Syarief, seseorang yang dituakan dalam keluarga mereka, saudara laki-laki tertua bapaknya."Serahkan sertifikat itu pada Rahma, Deni! Itu bukan milikmu! Aku yang menjadi saksi bahwa tanah itu diwariskan bapak kalian untuk Rahma." Lelaki berusia enam puluh tahunan itu mulai bicara.Deni tampak bergeming, ras
Mendengar ucapan Rahma, senyum Yudha langsung mengembang, wajah polos istrinya yang tanpa makeup itu, terlihat sangat cantik dan menggemaskan di matanya Yudha menghela nafas panjang, pertanyaan itu sebenarnya wajar untuk ditanyakan, hanya saja, Yudha masih membutuhkan waktu untuk menjelaskan yang sebenarnya terjadi pada Rahma, termasuk identitasnya. Yudha takut, Rahma tak mempercayainya dan menganggapnya sebagai pembohong karena selama ini tidak jujur padanya.Tangan Yudha kini membelai lembut pucuk kepala Rahma, sebuah kecup4n kecil ia tinggalkan disana, entah mengapa rasanya hatinya merasa senang ketika melihat wajah Rahma yang polos dan sederhana itu sedang menatapnya tanpa berkedip."Apa yang ingin kau ketahui, sayang?""Semuanya. Aku ingin tahu semuanya tentang dirimu,mas! Termasuk hal sekecil apapun," Rahma mendesak."Selama ini aku hanya tahu bahwa mas di usir dari rumah karena berpindah keyakinan. Tapi, mas belum menceritakan apapun tentang keluarga mas padaku, kecuali saat m
"Kakek?" Ucap Rahma tampak bingung.Yudha mengangguk lalu tersenyum."Kau sudah menjalin hubungan kembali dengan keluargamu mas?" Tanya Rahma seakan tak percaya."Iya, beberapa hari yang lalu beliau menghubungiku," Jawab Yudha.Mendengar kabar baik itu seketika bibir Rahma tersenyum." Aku senang mendengarnya mas, apa itu artinya keluargamu sudah bisa menerima keputusanmu?" Ujar Rahma tak sabar."Tak lama lagi kau akan tahu, sudah malam, lebih baik kita tidur. Jangan lupa simpan baik-baik sertifikat tanah itu, lagipula bukankah besok kita akan pergi ke rumah Bibi Zaenab untuk mengembalikan seragam pernikahan itu," ujar Yudha mengingatkan.Rahma mengangguk," iya mas, aku akan menyimpannya sebaik mungkin, ini adalah harta yang ditinggalkan bapak untukku. Jika suatu hari nanti aku memiliki rezeki yang cukup, akan ku bangun sebuah masjid untuk bapak di tanah ini."Mendengar niat baik istrinya, spontan Yudha mengulas senyum manis," amin, semoga niat baik itu disegerakan," sahut Yudha sambil
Sebuah mobil Mercedes hitam tampak begitu garang parkir di depan pagar bambu rumahnya, yang membuat kening Rahma seketika berkerut."Mobil siapa itu Rahma?" Tanya Nella yang sedari tadi tidak mampu mengalihkan pandangannya dari Mercedez Benz S Class seharga milyaran rupiah itu. ***Mata Rahma menyipit tajam, sambil terus memperhatikan mobil mewah itu, sama seperti Nella yang tampak heran, wanita itu juga bingung melihat mobil sebagus itu tiba-tiba bisa berhenti di depan rumahnya.Untuk beberapa saat mereka berdua tak ada yang bicara, kedua pasang mata itu seakan ingin terus memandang sesuatu yang tidak jarang mereka lihat sebelumnya.Mobil itu akhirnya benar benar berhenti, seorang lelaki dengan setelan jas berwarna hitam keluar dari arah pintu kemudi, lalu berdiri di ujung mobil seolah sedang menunggu kedatangan seseorang.Baik Nella maupun Rahma masih mencoba mencari tahu siapa gerangan lelaki itu, mereka berdua sangat yakin jika lelaki itu bukan berasal dari kampung mereka, Parung