Sebuah mobil Mercedes hitam tampak begitu garang parkir di depan pagar bambu rumahnya, yang membuat kening Rahma seketika berkerut."Mobil siapa itu Rahma?" Tanya Nella yang sedari tadi tidak mampu mengalihkan pandangannya dari Mercedez Benz S Class seharga milyaran rupiah itu. ***Mata Rahma menyipit tajam, sambil terus memperhatikan mobil mewah itu, sama seperti Nella yang tampak heran, wanita itu juga bingung melihat mobil sebagus itu tiba-tiba bisa berhenti di depan rumahnya.Untuk beberapa saat mereka berdua tak ada yang bicara, kedua pasang mata itu seakan ingin terus memandang sesuatu yang tidak jarang mereka lihat sebelumnya.Mobil itu akhirnya benar benar berhenti, seorang lelaki dengan setelan jas berwarna hitam keluar dari arah pintu kemudi, lalu berdiri di ujung mobil seolah sedang menunggu kedatangan seseorang.Baik Nella maupun Rahma masih mencoba mencari tahu siapa gerangan lelaki itu, mereka berdua sangat yakin jika lelaki itu bukan berasal dari kampung mereka, Parung
"Bawa saja barang yang penting, sertifikat tanahmu dan buku nikah kita, setelah itu tinggalkan saja," ujar Yudha begitu mereka selesai menyantap sepiring nasi goreng buatan Rahma."Bawa buku nikah dan sertifikat tanah, aku tak mengerti sebenarnya ada apa mas?" Rahma tampak berpikir."Hari ini kita pindah dari sini, dek!" "Pindah?" Mata Rahma terbelalak lebar seolah tak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya."Iya, kita pindah dari sini." Jawab Yudha tersenyum."Bukankah kita sudah bilang pada Bi Zaenab tak bisa hadir ke acara akad nikah putrinya karena mau pergi, iya kan?" lanjut Yudha mengingatkan."Ta-tapi ... nggak harus pergi dari rumah ini mas, nanti kita akan tinggal dimana?" Cemas Rahma yang bingung dengan keputusan mendadak suaminya.Sungguh, ini lebih membingungkan Rahma dari pada memikirkan harga cabe atau telur yang terus naik di pasar."Tentu saja ke rumahmu, rumah kita." Jawab Yudha santai. "Ah mas, kau membuatku bingung saja. Jangan mengajakku bercanda, lebih baik
"Tu-tuan Darren? Apa kalian saling mengenal? Dan lagi mobil siapa ini, mas?" Tanya Rahma penasaran sambil memiringkan kepalanya.***Yudha menatap Rahma sambil tersenyum tipis. Lelaki itu tak menjawabnya, dan memilih meraih tangan mungil istrinya lalu menariknya masuk ke dalam mobil, tentunya diiringi dengan pandangan penuh tanya dari para tetangganya.Mereka berdua kini duduk saling berdampingan di jok bagian belakang mobil, begitu tubuhnya menyentuh dudukan kursinya, Rahma langsung tertegun, dilihatnya interior bagian dalam mobil ini tampak begitu bagus dan mewah. Dudukannya pun sangat empuk dan nyaman, jauh berbeda sekali dengan angkot ataupun bis kota yang sering dinaikinya. Udara sejuk yang mengalir dari pendingin mobil seakan memeluk tubuhnya, rasa gerah yang dirasakan Rahma kini berganti dengan dingin menenangkan.Mata Rahma mengerjab beberapa kali dengan senyum yang mengembang di wajahnya, di tepuk pelan pipinya seolah ingin meyakinkan dirinya jika apa yang sedang terjadi sek
"Pindah? Masa sih? kok Rahma nggak bilang?" Sahut Nella begitu terkejut."Aku juga baru tahu. Soalnya pas mampir ke rumahnya Babe Jali, Mas Bowo nggak sengaja lihat mereka pamit dan menyerahkan kunci rumah lalu ucapan terima kasih karena sudah diperbolehkan mengontrak disana selama ini.""Takut salah paham, Mas Bowo akhirnya sampe nanya sama Babe Jali, katanya bener Yudha dan Rahma pindah dari sana," jelas Lilis tampak bersemangat."Kok nggak bilang-bilang mau pindah, lagipula memangnya mau pindah kemana mereka? Kayak orang punya duit banyak saja, sok-sok mau pake acara pindah segala," ketus Widya dengan wajah kesal. Entah mengapa terpancing emosi."Entahlah, Rahma juga nggak bilang apa apa sih, kupikir Mbak Nella tahu, kan habis mampir dari rumahnya Rahma tadi pagi," tuding Lilis sambil melirik pada Nella yang mulai gusar."Tidak, Rahma tidak bilang apa -apa padaku, malah aku sekarang bingung. Apa Rahma kerja jadi pembantunya orang kaya? Soalnya mobilnya tadi bagus banget," sahut Ne
Mungkinkah Rahma sudah menjual tanah warisan itu lalu pindah dari kontrakannya karena tak ingin membagi uang hasil penjualannya? Batin Nella bergejolak."Kira kira pindah kemana si Rahma? Apa iya, Rahma sekarang jadi orang kaya?" Cetus Nella asal bicara. Tanpa disadarinya ucapan terdengar oleh Widya yang duduk disebelahnya.***"Ya nggak mungkinlah, uang dari mana Rahma dalam sehari bisa berubah jadi orang kaya," jawab Widya cepat, entah mengapa hati wanita terasa panas dengan pernyataan itu."Yudha itu pengangguran, kerjanya saja di laundry, memang gaji di sana berapa duit sih? motor aja nggak kebeli," Lanjut Widya menolak."Ya, siapa tahu saja, Rahma menang togel atau si Yudha mendadak dapat warisan kan bisa saja!""Halah, ngga mungkin itu, Yudha itu kan diusir oleh keluarganya, kalau memang dapet warisan, kenapa baru sekarang? Orang sudah diusir ya berarti ngga mungkin dapet warisan dong." Sinis Widya sambil memonyongkan bibirnya."Entahlah, hanya saja aku khawatir, meskipun aku ke
Di sudut kiri ruangan, Tampak Nella, Deni dan Widya kembali bicara, kelihatannya mereka akan merudingkan sesuatu, wajah Widya tampak muram dan kesal, lalu tiba tiba menyeret langkah di sertai dengan umpatan kasar dari mulutnya."Enak saja mau pakai mobilku, kalau mau datang ke acara resepsi di hotelnya ya pakai modal dong. Maaf ya, tapi aku tak mau mobilku jadi sempit dan bau karena menampung mereka."Bukan tanpa alasan Widya mengumpat, karena rencananya, pukul dua siang ini rombongan pengantin dan keluarga inti akan segera bertolak ke hotel dan menginap disana untuk persiapan acara resepsi yang akan digelar keesokan harinya.Dari pihak mempelai wanita, hanya beberapa keluarga saja yang memiliki mobil, karena itu beberapa kerabat berniat untuk menumpang saja pada mereka yang memiliki mobil, dan mobil baru milik Widya dan Nella tak luput dari sasaran mereka untuk dijadikan tumpangan."Pokoknya aku tidak mau ada orang yang menumpang di mobil kita nanti, mas, awas saja kalau kau sampai m
Mobil mewah itu terus melaju, hingga akhirnya berbelok ke sebuah hotel berbintang, sebuah hotel tempat dimana resepsi Nia akan digelar keesokan harinya.Tempat dimana sebagian besar kerabat Rahma akan berkumpul keesokan harinya.****Mata Rahma tak berkedip ketika turun dari mobil dan melihat bangunan hotel yang terlihat begitu mewah itu. Entah mengapa Rahma merasa gugup, tangannya kini terasa berkeringat dingin. Ada sedikit rasa cemas kini menggelayut di hati Rahma, ia tak mengerti mengapa Yudha mengajaknya ke sini, bukankah tarif per malam hotel ini mahal? Uang darimana mereka untuk membayarnya? Dan lagi, mengapa harus kesini bukannya langsung pulang ke rumah saja, rumah yang sedari tadi di katakan Yudha sebagai rumah mereka.Pandangan Rahma kini beralih pada Yudha yang sedang berbicara dengan sosok pria yang tadi mengemudikan mobilnya, entah apa yang mereka bicarakan karena suara bising kendaraan lain membuat suara mereka seakan-akan tertelan angin."Mas, sedari tadi kau belum mem
"Sudah selesai mas semedinya?" Ujar Rahma menggoda."Aku hanya buang air kecil saja, tidak sampai semedi? Kenapa? lama ya?"Rahma menggeleng dengan wajah murung."Tidak!""Emm ... mas, apa sebaiknya kita kembali saja?""Ada apa? Apa tadi ada orang yang mengganggumu?"Rahma kembali menggeleng," tidak mas, hanya saja aku merasa tidak pantas berada di tempat ini. Lihatlah! rasanya sandalku terlalu bagus untuk dibawa berjalan ke hotel ini, benar kan?" ujar Rahma menunduk memandang sendal jepit usang yang dipakainya.Yudha tersenyum getir melihat wajah murung istrinya, ia sadar jika selama ini tak mampu membelikan barang barang bagus untuk Rahma, entah mengapa ada rasa marah dalam dirinya. Yudha marah pada dirinya sendiri.Di pandanginya wajah Rahma yang masih menunduk, gamis itu sudah terlalu sering dipakai Rahma hingga membuat warnanya mulai memudar, wajah yang hanya di poles bedak bayi dan sandal jepit yang ah ... Yudha rasanya ingin memaki dirinya."Nanti sore kita akan belanja ya, bel