"Pindah? Masa sih? kok Rahma nggak bilang?" Sahut Nella begitu terkejut."Aku juga baru tahu. Soalnya pas mampir ke rumahnya Babe Jali, Mas Bowo nggak sengaja lihat mereka pamit dan menyerahkan kunci rumah lalu ucapan terima kasih karena sudah diperbolehkan mengontrak disana selama ini.""Takut salah paham, Mas Bowo akhirnya sampe nanya sama Babe Jali, katanya bener Yudha dan Rahma pindah dari sana," jelas Lilis tampak bersemangat."Kok nggak bilang-bilang mau pindah, lagipula memangnya mau pindah kemana mereka? Kayak orang punya duit banyak saja, sok-sok mau pake acara pindah segala," ketus Widya dengan wajah kesal. Entah mengapa terpancing emosi."Entahlah, Rahma juga nggak bilang apa apa sih, kupikir Mbak Nella tahu, kan habis mampir dari rumahnya Rahma tadi pagi," tuding Lilis sambil melirik pada Nella yang mulai gusar."Tidak, Rahma tidak bilang apa -apa padaku, malah aku sekarang bingung. Apa Rahma kerja jadi pembantunya orang kaya? Soalnya mobilnya tadi bagus banget," sahut Ne
Mungkinkah Rahma sudah menjual tanah warisan itu lalu pindah dari kontrakannya karena tak ingin membagi uang hasil penjualannya? Batin Nella bergejolak."Kira kira pindah kemana si Rahma? Apa iya, Rahma sekarang jadi orang kaya?" Cetus Nella asal bicara. Tanpa disadarinya ucapan terdengar oleh Widya yang duduk disebelahnya.***"Ya nggak mungkinlah, uang dari mana Rahma dalam sehari bisa berubah jadi orang kaya," jawab Widya cepat, entah mengapa hati wanita terasa panas dengan pernyataan itu."Yudha itu pengangguran, kerjanya saja di laundry, memang gaji di sana berapa duit sih? motor aja nggak kebeli," Lanjut Widya menolak."Ya, siapa tahu saja, Rahma menang togel atau si Yudha mendadak dapat warisan kan bisa saja!""Halah, ngga mungkin itu, Yudha itu kan diusir oleh keluarganya, kalau memang dapet warisan, kenapa baru sekarang? Orang sudah diusir ya berarti ngga mungkin dapet warisan dong." Sinis Widya sambil memonyongkan bibirnya."Entahlah, hanya saja aku khawatir, meskipun aku ke
Di sudut kiri ruangan, Tampak Nella, Deni dan Widya kembali bicara, kelihatannya mereka akan merudingkan sesuatu, wajah Widya tampak muram dan kesal, lalu tiba tiba menyeret langkah di sertai dengan umpatan kasar dari mulutnya."Enak saja mau pakai mobilku, kalau mau datang ke acara resepsi di hotelnya ya pakai modal dong. Maaf ya, tapi aku tak mau mobilku jadi sempit dan bau karena menampung mereka."Bukan tanpa alasan Widya mengumpat, karena rencananya, pukul dua siang ini rombongan pengantin dan keluarga inti akan segera bertolak ke hotel dan menginap disana untuk persiapan acara resepsi yang akan digelar keesokan harinya.Dari pihak mempelai wanita, hanya beberapa keluarga saja yang memiliki mobil, karena itu beberapa kerabat berniat untuk menumpang saja pada mereka yang memiliki mobil, dan mobil baru milik Widya dan Nella tak luput dari sasaran mereka untuk dijadikan tumpangan."Pokoknya aku tidak mau ada orang yang menumpang di mobil kita nanti, mas, awas saja kalau kau sampai m
Mobil mewah itu terus melaju, hingga akhirnya berbelok ke sebuah hotel berbintang, sebuah hotel tempat dimana resepsi Nia akan digelar keesokan harinya.Tempat dimana sebagian besar kerabat Rahma akan berkumpul keesokan harinya.****Mata Rahma tak berkedip ketika turun dari mobil dan melihat bangunan hotel yang terlihat begitu mewah itu. Entah mengapa Rahma merasa gugup, tangannya kini terasa berkeringat dingin. Ada sedikit rasa cemas kini menggelayut di hati Rahma, ia tak mengerti mengapa Yudha mengajaknya ke sini, bukankah tarif per malam hotel ini mahal? Uang darimana mereka untuk membayarnya? Dan lagi, mengapa harus kesini bukannya langsung pulang ke rumah saja, rumah yang sedari tadi di katakan Yudha sebagai rumah mereka.Pandangan Rahma kini beralih pada Yudha yang sedang berbicara dengan sosok pria yang tadi mengemudikan mobilnya, entah apa yang mereka bicarakan karena suara bising kendaraan lain membuat suara mereka seakan-akan tertelan angin."Mas, sedari tadi kau belum mem
"Sudah selesai mas semedinya?" Ujar Rahma menggoda."Aku hanya buang air kecil saja, tidak sampai semedi? Kenapa? lama ya?"Rahma menggeleng dengan wajah murung."Tidak!""Emm ... mas, apa sebaiknya kita kembali saja?""Ada apa? Apa tadi ada orang yang mengganggumu?"Rahma kembali menggeleng," tidak mas, hanya saja aku merasa tidak pantas berada di tempat ini. Lihatlah! rasanya sandalku terlalu bagus untuk dibawa berjalan ke hotel ini, benar kan?" ujar Rahma menunduk memandang sendal jepit usang yang dipakainya.Yudha tersenyum getir melihat wajah murung istrinya, ia sadar jika selama ini tak mampu membelikan barang barang bagus untuk Rahma, entah mengapa ada rasa marah dalam dirinya. Yudha marah pada dirinya sendiri.Di pandanginya wajah Rahma yang masih menunduk, gamis itu sudah terlalu sering dipakai Rahma hingga membuat warnanya mulai memudar, wajah yang hanya di poles bedak bayi dan sandal jepit yang ah ... Yudha rasanya ingin memaki dirinya."Nanti sore kita akan belanja ya, bel
Mungkinkah benar Rahma bekerja menjadi pembantu di rumah orang kaya, hingga menyebabkannya memilih pindah dari rumah kontrakannya? Entah mengapa pikiran itu tiba tiba melintas di dalam kepala Nella.***Rahma memandang ranjang king size hotel ini dengan tatapan kagum, seumur hidupnya, baru kali ini Rahma menjejakkan kaki di kamar hotel seluas dan sebagus ini. Bahkan jauh lebih luas dan lebar dari rumah kontrakannya.Dulu, ia pernah menginap dua malam di hotel saat menghadiri acara pernikahan seorang teman diluar kota, namun tak seperti kamar ini, kamar yang dulu dipesannya adalah sebuah kamar tanpa ada fasilitas pendingin ruangan ataupun air panas di dalam kamar mandinya.Rahma masih tak percaya jika Yudha bisa mengajaknya menginap di hotel sebagus ini, pertanyaan yang telah menumpuk dan terus menumpuk di dalam kepalanya harus mendapatkan jawabannya sekarang.Diliriknya Yudha yang sudah berbaring di ranjang empuk itu, rasanya pasti terasa sangat nyaman ketika merebahkan diri diatasnya
Tapi Rahma, kemana dia pergi?Entah mengapa tiba-tiba wajah Deni mengeras, berita kepindahan Rahma kini menyulut emosinya.Apa gara gara pertengkaran mereka soal tanah warisan kemarin, hingga membuat Rahma pergi tanpa pamit? dan sudah tak menganggapnya lagi sebagai saudara? Pikiran buruk kini menguasai kepalanya.Haruskah dia mencari keberadaan Rahma?Ah, tapi untuk apa? Bukankah Rahma sendiri yang memutuskan pergi tanpa pamit padanya? Awas saja nanti jika dia datang mengemis bantuan atau berniat meminjam uang, sudah tentu tak akan diberikannya."Mas, dari tadi aku memanggilmu, ngapain sih bengong saja disitu?" Teriak Widya yang mengejutkan Deni."Ya, ada apa sih?" Balas Deni lalu menghampiri istrinya.***Mobil yang dikemudikan Demian kini berhenti di depan sebuah mall. Mata Rahma mengerjab sesaat melihat dimana ia berada saat ini, diliriknya sang suami yang masih asyik melihat layar ponselnya, membuat Rahma hanya bisa diam.Demian segera keluar dari kursi kemudi itu dan setengah berl
"Mas, kita belanja di tempat lain saja ya," bisik Rahma sepelan mungkin ketika Yudha menggandengnya masuk ke dalam sebuah butik terkenal.Yudha memandang Rahma dengan senyum tertahan, rasanya gemas sekali melihat wajah istrinya yang tampak bingung seperti itu, membuat tangannya gatal untuk mencubit pelan hidung Rahma.Dilihatnya ekor mata Rahma yang mengitari sekeliling, Yudha masih melihat kekhawatiran di wajah istrinya meski ia sudah menjelaskan bahwa tak perlu gelisah dan mengkhawatirkan apapun.Seharusnya ia memberitahu Rahma lebih dulu sebelum mereka pergi belanja, tapi, melihat rasa lelah di wajah Rahma, Yudha takut akan mengejutkannya dan membutuhkan waktu lebih panjang untuk menjelaskannya."Kenapa harus belanja ditempat lain?" Balas Yudha sambil melirik Rahma yang gelisah."Semua barang disini tampak mahal mas, aku ngeri," Keluh Rahma cemas."Kenapa kau takut aku tidak membayarnya?" Rahma segera mengangguk."Iya, semua barang disini harga pasti mahal, aku bahkan tidak berani