Share

Suamiku Mualaf Kaya Raya
Suamiku Mualaf Kaya Raya
Author: Rira Faradina

Bab 1

"Mau sampai kapan kamu bertahan sama suami pengangguran seperti Yudha, Rahma?" 

Rahma tak terima mendengar pernyataan Kakak iparnya itu. "Mas Yudha bukan pengangguran, mbak! Ia ikut kerja di laundry milik Pak Haji Taslim."

"Lho bukan pengangguran gimana? Suamimu kerja serabutan kayak gitu, sama saja dengan pengangguran, kan?" tuding kakak iparnya tak mau kalah.

"Berhenti menghina Mas Yudha, mbak Widya. Setidaknya ia bisa menafkahiku." 

"Halah, di mana-mana, orang kerja serabutan itu, ya pengangguran, Rahma. Memangnya berapa sih gaji karyawan laundry sebulan? Nggak mungkin nyampe sepuluh juta kan?! Cakep sih cakep, tapi kalau makan tempe sama ikan asin terus tiap hari, apa tidak bosen kamu? Kalau makan enak aja, kamu harus nunggu ada acara kondangan dulu!"

Rahma mengepal kuat tangannya, ingin rasanya ia merobek dan mencakar mulut yang tidak punya tata karma berbicara itu. Hanya saja, ia menahan diri karena malas berurusan dengan kakak laki-lakinya jika perbuatan bar -bar itu dilakukannya.

"Mbak ngapain datang ke rumahku?" tanya Rahma mencoba mengalihkan pembicaraan.

Sungguh, ia takut jika terlalu lama mendengar mulut racun kakak iparnya itu akan membuat emosinya benar benar tersulut.

"Ah, sampai lupa! Ini, aku mau kasih opor ayam ini untuk kamu. Biar kamu gak cuma makan tempe sama ikan asin mulu," ucap Widya sambil memberikan plastik berisi opor ayam ke tangan Rahma.

Wajah Rahma tampak masam menerima plastik itu dari tangan Widya. Melihat Rahma tak bereaksi, membuat Widya tersenyum mengejek.

Dia tidak tahu saja bahwa Rahma sedang menahan diri agar tidak  melempar opor ayam ini ke wajah kakak iparnya itu. Ini semua karena Rahma memiliki sedikit pengetahuan tata cara menghormati orang yang lebih tua, jika tidak ... Ah, Rahma mulai membayangkan bagaimana reaksi Widya jika hal itu dilakukannya.

"Rejeki jangan ditolak Rahma, ajak suamimu juga makan opornya, biar dia tahu bagaimana rasanya mencicipi makanan enak. Dah ya, mbak mau pulang, jangan lupa di makan opornya," lanjut Widya lalu pamit pulang dengan pongahnya.

Rahma memandang Widya dengan penuh kemarahan, sungguh, jika bukan karena wanita itu istri dari kakak laki lakinya. Mungkin ia tidak perlu mengontrol emosinya seperti ini. Tak lama Rahma membalikkan badan, lalu menutup pintu rumahnya.

Rahma memandang bungkusan plastik itu, tanpa dibuka pun ia tahu bahwa opor ayam itu sudah tak layak untuk dimakan.

Sudah sering ia diperlakukan seperti ini. Namun karena malas ribut dan juga tak enak dilihat tetangga jika ada perselisihan keluarga, Rahma selalu mengalah, menerima apapun yang mereka beri. Meski akhirnya makanan itu akan berakhir di tong sampah.

Selain Widya, kakak iparnya, masih ada Nella, kakak perempuannya yang begitu senang mengusik ketenangan rumah tangganya.

Tak hanya itu, Deni, kakak lelakinya yang tak lain adalah suami Widya pun sering meremehkan suaminya. Hanya Eko, suami Nella saja yang masih menghargai mereka.

Rahma sendiri tak mengerti mengapa mereka sibuk mengurusi hidupnya, mempermasalahkan keputusannya menikahi Yudha. Apa karena ia menolak lamaran Arie, anak juragan beras di kampung sebelah hingga membuat sikap keluarganya berubah?

Tak hanya itu, bahkan sering Rahma mendapati beberapa kerabat yang terkesan menjauh dan berpura-pura tidak mengenalnya ketika mereka tak sengaja bertemu atau berpapasan dijalan.

Ah, andai kedua orang tua mereka masih hidup, tentu mereka tak akan bersikap semena-mena seperti ini padanya!

Ketukan pintu perlahan terdengar, membuyarkan lamunan Rahma.

Segera ia berbalik, demi melihat siapa lagi yang hendak bertamu ke rumahnya?

"Mana si Yudha?" Ternyata, Nella kakaknya yang datang.

"Mas Yudha belum pulang. Ada apa, mbak?"

Nella tak segera menjawab, wanita itu lebih memilih melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah tanpa melepas sandal yang dipakainya. Menjelajah ke dapurnya.

"Mbak?!" panggil Rahma yang tidak nyaman dengan sikap kakak perempuannya.

"Hanya mie instan saja yang ada di dapurmu ya? Coba kalau kamu nikah sama si Aryo, hidup kamu nggak kayak gelandangan seperti ini Rahma. Sudah nganggur, nggak bisa kerja berat, nggak tahu siapa dan dimana keluarganya, bisanya cuma nyusahin kamu saja," ejek Nella tanpa merasa sungkan.

"Tinggal juga dikontrakkan kecil dan kumuh seperti ini," lanjut Nella mengejek.

"Mbak ke sini cuma mau menghina Mas Yudha saja? Jika iya, mending mbak Nella pergi saja deh, lagipula sebentar lagi Mas Yudha pulang, aku nggak mau dia mendengar semua kata kata hinaan mbak untuknya," usir Rahma ketus.

"Kau benar-benar adik yang tidak tahu diuntung, aku kesini cuma mau kasih ini, lumayan buat ganti, lagipula ini lebih bagus dari gamis lusuh yang kau pakai itu," hina Nella sambil melempar plastik berisi pakaian bekas miliknya ke atas kursi kayu usang di dekat pintu.

"Dah lah aku mau pulang, terlalu lama disini, bisa bisa aku ketularan susah kayak kamu, Rahma," cibir Nella lalu sengaja menghentakkan sandal yang dipakainya seakan ingin memamerkannya.

Rahma mendengkus kesal, melihat sikap kakak perempuannya itu, ia tak mengerti mengapa perlakuan semua saudaranya begitu berbeda padanya, hanya karena hidupnya tak semampu mereka? Entahlah, yang Rahma tahu bahwa dirinya bahagia meski hidupnya masih kekurangan materi.

Lagipula bukankah rejeki itu datangnya dari Tuhan?

Lelaki yang sedari tadi mereka bicarakan adalah Yudha, lelaki yang menikahinya setahun yang lalu, lelaki yang hanya memberinya mahar satu gram cincin emas saat meminangnya. Lelaki yang membuat Rahma begitu jatuh hati padanya karena sikapnya yang begitu sopan.

Yudha memang bukanlah pemuda kaya, lelaki berkulit putih dan berwajah oriental itu adalah seorang mualaf yang dikenalnya tiga bulan sebelum mereka menikah.

Tentunya, tak banyak yang Rahma ketahui tentang latar belakang Yudha.

Wanita itu hanya tahu jika keluarga Yudha menolak keputusannya berpindah keyakinan, menyebabkan Yudha diusir dari rumah dan tidak dianggap sebagai anggota keluarga lagi.

Hal itulah yang menyebabkan Rahma hingga sekarang belum pernah bertemu dengan keluarga suaminya. Dan, menjadi bahan ejekan keluarga besarnya.

"Assalamualaikum! Kok melamun di sini?"

Sebuah tepukan lembut di pundaknya menyadarkan Rahma. Di lihatnya wajah tampan suaminya kini sedang tersenyum padanya.

"Mas, kau sudah pulang?"

"Tak baik melamun, ayo masuk!" ajak Yudha pada istrinya.

Rahma mengangguk lalu mengikuti langkah Yudha, mereka hendak berjalan menuju dapur sederhana dibelakang, namun sebelum itu mata Yudha melirik plastik di atas kursi kayu usang didekat pintu.

"Itu plastik apa?" tanya Yudha.

"Oh itu, tadi Mbak Nella kesini, isinya paling gamis dan daster bekas miliknya."

"Apa dia menghinamu lagi?" tebak Yudha.

Rahma mengangguk. "Iya mas," jawabnya pelan lalu menunduk.

"Mbak Widya juga tadi kemari, sama seperti mbak Nella, ia juga mengejek dan menghinamu, mas. Aku kesal." Rahma lanjut melapor.

Yudha tersenyum lalu memandang istrinya.

"Kau menyesal menikah dengan mas?" tanya Yudha.

Rahma menggeleng lalu tersenyum. "Rejeki itu ditangan tuhan, aku yakin pilihan dan keputusanku tidak salah."

"Alhamdulillah, mas senang mendengarnya. Bersabarlah sebentar karena tak lama lagi, mas akan membawamu pergi dari rumah ini," ucap Yudha yang membuat kening Rahma seketika berkerut.

Bersambung

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ram Lee
lagi² yudha
goodnovel comment avatar
Wagirin
Apa mungkin Yudha sebenarnya org kaya .
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status