"Nih, ada telepon dari Jamila, untukmu," ketus Rahma sambil menyerahkan ponsel tersebut ke tangan Yudha.***Kening Yudha terlihat berkerut saat menyadari sikap Rahma yang tampak aneh tersebut. Tak lama, ia melirik ponselnya. Untuk sesaat, lelaki itu terkejut lalu kembali menatap wajah istrinya sambil mengulas senyum."Ini bukan Jamila, tapi tertulis Jesslyn di sini," ujar Yudha menggoda Istrinya."Bodo amat, mau Jamila, Jessica, Jesslyn atau Lucinta Luna. Memangnya siapa dia? Kekasih gelapmu atau simpananmu?" Tuding Rahma yang mulai terbakar cemburu."Jesslyn adalah mantan kekasihku sewaktu dulu kuliah di Birmingham, Inggris," Jawab Yudha yang membuat wajah Rahma semakin cemberut."Mantan ya, pantes cantik. Terus ada urusan apa dia sampai menelponmu?" sungut Rahma."Entahlah, aku juga tak tahu, mungkin mau menawarkan kerja sama bisnis denganku?" jawab Yudha."Apa harus denganmu? Kurasa ia pasti punya banyak kolega bisnisnya yang lain.""Lain ceritanya jika kau juga mencari kesempatan
"Entah apa tujuan wanita itu kembali?" Bisik Yudha pelan, lalu meraih gagang telepon dan meminta Sekretarisnya untuk menolak siapapun tamu ataupun kolega bisnisnya yang ingin bertemu dengannya hari ini.***Sementara itu di Parung, tampak Deni sedang duduk melamun di sofa tamu rumahnya, sesekali tampak ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sengaja ia menutup tokonya lebih cepat siang ini karena tak ingin bertemu dengan para Debt Collector bank tempatnya mengajukan pinjaman kredit dulu, yang biasanya datang sore hari Helaan nafasnya terdengar berat, di hadapannya ada segelas kopi hitam menemaninya duduk. Andai putrinya ada di rumah, mungkin setidaknya ada seseorang yang duduk menemaninya di sini."Entah keluyuran di mana anak itu?" Sungut Deni beberapa saat kemudian.Suara hentakan langkah terdengar mendekat, di ikuti dengan suara seseorang yang saling berbalas sapaan. Membuat Deni akhirnya berdiri dan mengintip dari balik gorden jendela. "Darimana saja kau Widya?" Tanya Deni saat m
Jasmine, Nama ibu mertuanya yang telah lama meninggal, tampak tertera di sampul buku tersebut, mungkinkah buku yang sudah usang ini dulunya adalah milik beliau?***Rahma mengengam buku tersebut sambil melangkah menuju sofa. Buku bersampul biru yang terlihat cukup usang itu sudah menarik perhatiannya sejak pertama kali melihatnya.Nama Jasmine tertera jelas di sampul bukunya, dari warna sampulnya saja sudah bisa diperkirakan jika buku tersebut sudah berusia puluhan tahun, namun masih begitu rapi, menandakan jika ada seseorang yang selama ini sengaja menyimpannya."Seperti sebuah buku harian seseorang, apa mungkin ini adalah buku harian milik mama Jasmine?" Bisik Rahma dengan kening berkerut.Perlahan, tangan Rahma mulai membuka halaman demi halaman. Dugaannya benar, buku tersebut adalah buku harian milik ibu mertuanya, tampak wajah Rahma yang mengulas senyum saat membacanya, seolah isinya menggambarkan kebahagiaan. "Kurasa kakek sengaja menyimpannya untuk diserahkan kepada Mas Yudha
"Aduh, aku hampir lupa, tunggu sebentar ya." Ujar Rahma lalu bergegas keluar kamar menuju ruang kerjanya untuk menggambil buku harian milik Jasmine yang masih tertinggal di sana dan membawanya ke hadapan Yudha dengan sangat hati-hati.***"Apa ini?" Tanya Yudha dengan dahi mengeryit saat melihat buku bersampul biru itu di serahkan Rahma padanya."Buku harian, Sepertinya ini milik ibumu, kurasa kakek mungkin sengaja menyimpannya untukmu, mas," jawab Rahma."Ini ...!" Alis Yudha terlihat bertautan saat melihat nama Jasmine tertera di sampul depan buku tersebut, lalu melirik Rahma yang spontan mengangguk seolah menegaskan apa yang sedang dipikirkan lelaki itu saat ini.Yudha menatap buku tersebut dengan seksama," aku tak pernah melihatnya, di mana kau menemukannya?" Kembali ia bertanya.Sambil mengulas senyum, Rahma menjawabnya. "Di rak buku milik kakek. Aku tak sengaja menemukannya terselip di antara koleksi buku yang sering di baca kakek.""Benarkah itu?" Bisik Yudha seakan tak percay
"Kupikir kau lebih tahu bagaimana caranya mengurus seekor kucing betina yang kelaparan seperti dirinya, sayang. Makanya kuberikan ia padamu," Gemas Yudha sambil mengecup lembut pipi Rahma.***Pagi-pagi sekali Yudha sudah ditunggu Demian di teras, karena ada rapat penting pagi ini, lelaki itu tampak sudah bersiap dengan tas di tangannya. "Sepagi ini?" Keluh Rahma manja sambil melirik arloji di pergelangan tangan Yudha."Iya, rapatnya akan dimulai pukul delapan pagi ini, Sayang," Sahut Yudha sambil merapikan dasinya."Lalu, bagaimana dengan rencana nanti malam? bukankah kita ada acara makan malam di rumah papa? Jangan bilang kalau kau tak bisa hadir karena papa pasti akan kesal mendengarnya," cecar Rahma mengingatkan."Akan ku usahakan. Yang penting nanti sore kau bersiap siap saja," pungkas Yudha lalu mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.Rahma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum kecut mendengarnya. Di lambaikan tangannya sebentar ketika melihat mobil yang ditumpangi Yudha pe
"Kupikir kau tak datang, Jesslyn. Tante hampir saja melupakanmu," sambut Miranda sambil mengulurkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan sang keponakan.***"Maaf, aku terlambat, jalanan cukup padat malam ini," Sahut Jesslyn, lalu menghampiri Miranda.Mendengar nama Jesslyn di sebut membuat Rahma refleks menoleh, tampak seorang wanita berkulit putih berwajah oriental tengah menyapa Budi dengan sopan.Kening Rahma berkerut, wajah dan nama itu seperti tidak asing baginya, sejenak ia berpikir, hingga beberapa saat kemudian, Rahma memalingkan pandangannya pada Yudha, suaminya."Tak salah lagi, kucing betina itu," Rahma berdesis pelan.Di liriknya Yudha yang masih tampak santai seakan tak peduli dengan kedatangan Jesslyn, wajah lelaki itu tampak datar sambil terus mengengam tangan Rahma."Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan," bisik Yudha sambil menoleh dan mengedipkan sebelah matanya pada Rahma."Benarkah? Baguslah berarti tak payah aku mengingatkan," balas Rahma, tak lama terdeng
"Ada apa, mas?" Tanya Miranda."Tak ada apa-apa, hanya pembicaraan singkat para lelaki," jawab Budi sambil menyendok makanan ke mulutnya.***Rahma mengulas senyum ketika mendengar ucapan ayah mertuanya, kembali denting sendok dan garpu terdengar, seakan telah menjadi musik pengiring di meja makan itu.Mereka tampak begitu menikmati makanan yang disajikan di atas meja tersebut. Begitu pula dengan Rahma, meski hatinya saat ini mulai terbakar oleh rasa cemburu namun, logikanya masih bekerja dengan baik.Diam diam Rahma mengamati Jesslyn, wanita yang mengenakan gaun off shoulder itu tampak memukau malam ini dengan make-up flawless dan tatanan rambut sebahunya yang di Curly. tak lama ia berdehem pelan."Sebelumnya maaf jika aku lancang bertanya padamu Mbak Jesslyn ...""Jesslyn, panggil saja Jesslyn. Mbak Rahma," ucap Jesslyn memotong ucapan Rahma."Ah, iya. Baiklah Jesslyn.""Apakah kau sudah bekerja? Maaf jika pertanyaan ini terdengar sangat lancang!" Desis Rahma sambil menatap Jesslyn
"Bagus sekali, wanita itu namanya Jesslyn, mulai sekarang tugasmu adalah menjauhkan wanita itu dari Mas Yudha, jika kau melihat wanita itu datang ke kantor mencari Mas Yudha, segera beri tahu aku, termasuk juga saat kau melihat Mas Yudha menerima telepon darinya. Kau mengerti Pak Demian?" Perintah Rahma sambil mendelik pada Yudha yang mengulum senyum saat mendengarnya.***Sementara itu di Parung, Bogor. Terjadi keributan di rumah Deni. Tampak lelaki itu tengah mengajak istrinya berbicara."Aku berniat untuk menjual rumah dan mobil kita," ungkap Deni."A-apa kau bilang, mas? Mau menjual mobil dan rumah kita? Apa aku tidak salah dengar?" Pekik Widya seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya."Iya, tak ada cara lain, aku terpaksa menjualnya untuk menutup semua hutang-hutangku," sengit Deni."Siapa yang menyuruhmu menjualnya? Hah!? Siapa yang mengizinkanmu untuk menjualnya?" Teriak Widya. Suaranya terdengar ke setiap sudut kamar mereka.Deni berdecak kesal, lelaki itu mul