"Kurasa sebaiknya aku harus bergegas menemui Rahma, persetan dengan Widya, aku butuh bantuan dana agar toko tidak bangkrut," gumam Deni lalu menyesap kopinya.***Sudah tiga hari Rahma tinggal di rumah besar ini. Selama itu pula ia dilayani bak seorang ratu. Berbagai fasilitas mewah juga kini ditawarkan padanya, membuat Rahma seakan tak percaya jika hidupnya sudah berubah sekarang.Lemari pakaiannya penuh dengan baju rancangan dari berbagai merek rumah mode terkenal. Begitu juga dengan koleksi tas dan sepatunya. Tak perlu Rahma sebut merk, barang barang itu sudah pasti mahal dan berharga puluhan hingga ratusan juta rupiah.Pernah Rahma protes ketika Yudha memperlihatkan sebuah tas Herm*s edisi terbatas padanya, tas yang terbuat dari kulit buaya asli itu dibanderol dengan harga milyaran rupiah, membuat Rahma mengelus dada jika memikirkan berapa banyak angka nol untuk membeli sebuah tas berwarna putih itu."Apa ini tidak terlalu mahal, mas? Aku bahkan takut menyentuhnya. Jika kotor kema
Tubuh Rahma mulai sedikit gugup, bayangannya akan mertua zolim dengan telunjuk sakti kini berputar putar dikepalanya. Ah, ini pasti efek cerita novel drama rumah tangga yang sering di bacanya itu. Semoga saja hal itu tidak terjadi padanya. Karena jika sampai Hera berani melakukan sesuatu hal yang buruk padanya, Rahma tak akan segan-segan mengadukan perbuatannya pada Yudha dan kakeknya."Mbak Rahma, hati hati lah, jangan terlalu banyak bicara, jika tersinggung dengan ucapannya nyonya Hera, lebih baik diam saja karena mas Yudha dan tuan Surya tidak berada di rumah sekarang," cemas Suryani.***Kening Rahma seketika berkerut mendengarnya. Apa tadi yang dikatakan Suryani, diam saja dan jangan terlalu banyak bicara? Mengapa harus seperti itu?"Kenapa Mak? Jika memang ucapannya salah, aku harus mengoreksinya, bukan? Tanya Rahma penasaran."Pokoknya diam saja, mbak. Karena nyonya Hera itu orangnya gampang meledak- ledak," ulang Suryani."Seburuk itukah sifatnya, Mak?" Tanya Rahma."Iya, Mba
"Jadi namamu Rahma?" Ketus Hera dengan wajah yang sinis."Iya, nama saya Rahma, Rahma Saraswati Maryam, maaf karena ini adalah pertemuan kita yang pertama, jadi aku tidak tahu harus memanggilmu apa? Mama, ibu atau ...?," tutur Rahma jujur."Terserah apa saja, tidak ada pengaruhnya untukku.""Baiklah, jika tidak keberatan, aku akan memanggilmu ibu," Sahut Rahma.Senyum sinis terlihat di wajah Hera, ekor matanya memandang Rahma dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu tiba tiba berhenti di jari tangan Rahma yang kebetulan berada di depan dada, jari manis yang berhias cincin berlian satu setengah karat pemberian Yudha beberapa hari lalu."Cincin yang bagus.""Oh, ini hanya cincin kecil pemberian dari Mas Yudha beberapa hari lalu, tak sebanding dengan perhiasan yang ibu pakai," jawab Rahma merendah."Aku tak suka berbasa-basi, katakan apa sebenarnya tujuan kalian kembali ke rumah ini, bukankah sebelumnya Yudha sudah di usir?" Tanya Hera tanpa tedeng aling-aling Pertanyaan itu cukup memb
Ucapan Rahma akhirnya membuat Hera tak mampu lagi menahan emosinya, ia melangkah menghampiri Rahma. Sebuah tamparan hendak dilayangkan wanita itu pada Rahma, Namun sebelum telapak tangan itu menyentuh wajahnya, Rahma lebih dulu menangkisnya."Jangan pernah mencobanya bu, jika kau tidak ingin suatu saat nanti aku membalas semua perlakuan burukmu ini!" Balas Rahma mengancam lalu menghempaskan tangan Hera dengan kasar.***Yudha berjalan tergesa-gesa ketika tiba kembali ke rumah, hal pertama kali dilakukannya adalah mencari keberadaan Rahma, lelaki itu bergegas menaiki tangga, guna mencapai kamar mereka yang berada di lantai dua.Dari CCTV yang terhubung di ponsel Surya, Yudha mengetahui kedatangan Hera ke rumah ini. Ia juga tahu jika sempat ada pertengkaran diantara istri dan ibu tirinya tersebut.Dengan sedikit kasar, dibukanya pintu kamarnya, lalu menjelajah mencari keberadaan istrinya, sayang sekali Rahma tidak ada di kamarnya, membuat Yudha sedikit kesal karena tidak menemukan Rahma
"Denisa, adalah anak Hera, dan bukan bagian dari keluarga Widjaja, aku sampai tak habis pikir, mengapa wanita itu masih berani menggunakan nama Widjaja di belakang nama putrinya itu," terang Surya lalu menghela nafas berat."Aku tidak mengerti kakek! Apa maksudnya?"Surya tidak menjawabnya, dan memilih memejamkan matanya sejenak seakan ingin memanggil ingatan dua puluh tahun lalu, beberapa bulan sebelum kecelakaan yang menimpa Jasmine, ibu kandung Yudha.Yudha diam dan membiarkan sang kakek yang tampak sedang menenangkan dirinya tersebut."Belum saatnya, nanti tunggulah. Tak lama lagi waktunya akan segera tiba," ujar Surya beberapa saat kemudian."Wanita itu sudah sangat lancang, aku sangat kesal dengan papamu yang tidak mau menceraikannya. Entah apa alasannya, karena yang kutahu, pernikahan mereka juga tidak bahagia," lanjut Surya menjelaskan."Aku hanya tak ingin seseorang menyakiti istriku di rumahku sendiri," Bisik Yudha namun masih terdengar jelas di telinga Surya."Kurasa, kita
"Lalu, jika itu benar, apa urusannya dengan kalian? Bukankah selama ini kalian selalu menghinaku dan Mas Yudha?" Pertanyaan Rahma membuat Nella terdiam untuk beberapa saat, Yudha hanya tersenyum lalu menggeleng pelan ketika dilihatnya Rahma memutar bola mata dengan malas, sesuatu hal yang sering dilakukan istrinya Jika sedang kesal."Halo mbak? Ehem ..." Panggil Rahma sambil berdehem cukup keras.***Pukul sebelas siang, dua buah mobil berhenti di depan pagar kediaman keluarga Widjaja. Tampak salah satu pengemudi menurunkan kaca jendela mobilnya dan melongok keluar.Seorang penjaga keamanan laki-laki dengan seragam hitam -hitam itu langsung mendekat ke arah pagar, dengan wajah sangar ia pun memandang mereka dengan tatapan tajam.Melihat sikap penjaga itu sontak membuat Widya mencebik, tangannya hampir saja membuka pintu, namun segera dicegah oleh Deni, suaminya."Mau kemana, Widya? Ini rumah keluarga Yudha, di mana mana rumah orang kaya memang punya penjaga keamanan seperti ini. Jang
Nella mengabaikan pertengkaran mereka dan lebih memilih membalas pesan-pesan yang masuk ke ponselnya, di liriknya sekilas, Deni dan Widya masih asyik berdebat, entah apa lagi yang mereka ributkan, membuat Nella hanya bisa menggeleng saja melihat tingkah pasangan suami istri tersebut.Selagi mereka tampak sibuk, Rahma terlihat menuruni anak tangga hendak menemui mereka. Hentakan ujung sandal Rahma yang berdecit akhirnya mengalihkan perhatian mereka."Maaf membuat kalian lama menunggu," sapa Rahma tersenyum."Rahma! Akhirnya aku bisa bertemu juga denganmu," Ujar Deni membalas sapaan Rahma."Ya ampun Rahma, susah sekali mau ketemu denganmu! Mana para penjaga didepan bertampang sangar, kami hampir saja tidak diperbolehkan masuk," lapor Nella kemudian."Oh, maaf, mereka hanya menjalankan tugasnya saja," sahut Rahma kalem.Widya tampak diam, namun ekor matanya dengan seksama memperhatikan penampilan Rahma, gamis dengan warna peach itu tampak mahal dan pas sekali di tubuh Rahma, dipermanis d
"Aku sudah minta pelayan agar menyiapkan makan siang untuk kita, selagi menunggu pelayan menyiapkannya, bolehkah aku bertanya?""Tanyakan saja Rahma," jawab Widya yang kini tampak percaya diri."Ada hal apa yang membuat kalian kompak mengunjungiku? Rasanya tidak mungkin kalian sengaja datang dari Parung ke Jakarta hanya untuk bertanya bagaimana kabarku hari ini, bukan?" Tanya Rahma beberapa saat kemudian.***Rahma memutar bola mata malas, ketika dilihatnya tak ada satupun acara televisi yang menarik perhatiannya. Di lemparnya asal remote tv ke atas karpet bulu yang ada di ruang keluarga.Tangannya meraih ponselnya, memeriksa notifikasi pesan, beberapa pesan dikirim dari operator seluler dan para penjual online kenalannya, membuat rasa bosannya semakin menjadi.Dengan sedikit enggan, Rahma akhirnya beranjak keluar dari ruang keluarga itu menuju ke dapur, meminta pelayan untuk membuatkannya sepiring nasi goreng, entah mengapa sore ini perutnya mendadak lapar. Bertemu dengan kedua sauda