"Denisa, adalah anak Hera, dan bukan bagian dari keluarga Widjaja, aku sampai tak habis pikir, mengapa wanita itu masih berani menggunakan nama Widjaja di belakang nama putrinya itu," terang Surya lalu menghela nafas berat."Aku tidak mengerti kakek! Apa maksudnya?"Surya tidak menjawabnya, dan memilih memejamkan matanya sejenak seakan ingin memanggil ingatan dua puluh tahun lalu, beberapa bulan sebelum kecelakaan yang menimpa Jasmine, ibu kandung Yudha.Yudha diam dan membiarkan sang kakek yang tampak sedang menenangkan dirinya tersebut."Belum saatnya, nanti tunggulah. Tak lama lagi waktunya akan segera tiba," ujar Surya beberapa saat kemudian."Wanita itu sudah sangat lancang, aku sangat kesal dengan papamu yang tidak mau menceraikannya. Entah apa alasannya, karena yang kutahu, pernikahan mereka juga tidak bahagia," lanjut Surya menjelaskan."Aku hanya tak ingin seseorang menyakiti istriku di rumahku sendiri," Bisik Yudha namun masih terdengar jelas di telinga Surya."Kurasa, kita
"Lalu, jika itu benar, apa urusannya dengan kalian? Bukankah selama ini kalian selalu menghinaku dan Mas Yudha?" Pertanyaan Rahma membuat Nella terdiam untuk beberapa saat, Yudha hanya tersenyum lalu menggeleng pelan ketika dilihatnya Rahma memutar bola mata dengan malas, sesuatu hal yang sering dilakukan istrinya Jika sedang kesal."Halo mbak? Ehem ..." Panggil Rahma sambil berdehem cukup keras.***Pukul sebelas siang, dua buah mobil berhenti di depan pagar kediaman keluarga Widjaja. Tampak salah satu pengemudi menurunkan kaca jendela mobilnya dan melongok keluar.Seorang penjaga keamanan laki-laki dengan seragam hitam -hitam itu langsung mendekat ke arah pagar, dengan wajah sangar ia pun memandang mereka dengan tatapan tajam.Melihat sikap penjaga itu sontak membuat Widya mencebik, tangannya hampir saja membuka pintu, namun segera dicegah oleh Deni, suaminya."Mau kemana, Widya? Ini rumah keluarga Yudha, di mana mana rumah orang kaya memang punya penjaga keamanan seperti ini. Jang
Nella mengabaikan pertengkaran mereka dan lebih memilih membalas pesan-pesan yang masuk ke ponselnya, di liriknya sekilas, Deni dan Widya masih asyik berdebat, entah apa lagi yang mereka ributkan, membuat Nella hanya bisa menggeleng saja melihat tingkah pasangan suami istri tersebut.Selagi mereka tampak sibuk, Rahma terlihat menuruni anak tangga hendak menemui mereka. Hentakan ujung sandal Rahma yang berdecit akhirnya mengalihkan perhatian mereka."Maaf membuat kalian lama menunggu," sapa Rahma tersenyum."Rahma! Akhirnya aku bisa bertemu juga denganmu," Ujar Deni membalas sapaan Rahma."Ya ampun Rahma, susah sekali mau ketemu denganmu! Mana para penjaga didepan bertampang sangar, kami hampir saja tidak diperbolehkan masuk," lapor Nella kemudian."Oh, maaf, mereka hanya menjalankan tugasnya saja," sahut Rahma kalem.Widya tampak diam, namun ekor matanya dengan seksama memperhatikan penampilan Rahma, gamis dengan warna peach itu tampak mahal dan pas sekali di tubuh Rahma, dipermanis d
"Aku sudah minta pelayan agar menyiapkan makan siang untuk kita, selagi menunggu pelayan menyiapkannya, bolehkah aku bertanya?""Tanyakan saja Rahma," jawab Widya yang kini tampak percaya diri."Ada hal apa yang membuat kalian kompak mengunjungiku? Rasanya tidak mungkin kalian sengaja datang dari Parung ke Jakarta hanya untuk bertanya bagaimana kabarku hari ini, bukan?" Tanya Rahma beberapa saat kemudian.***Rahma memutar bola mata malas, ketika dilihatnya tak ada satupun acara televisi yang menarik perhatiannya. Di lemparnya asal remote tv ke atas karpet bulu yang ada di ruang keluarga.Tangannya meraih ponselnya, memeriksa notifikasi pesan, beberapa pesan dikirim dari operator seluler dan para penjual online kenalannya, membuat rasa bosannya semakin menjadi.Dengan sedikit enggan, Rahma akhirnya beranjak keluar dari ruang keluarga itu menuju ke dapur, meminta pelayan untuk membuatkannya sepiring nasi goreng, entah mengapa sore ini perutnya mendadak lapar. Bertemu dengan kedua sauda
"Bahkan mereka tidak minta maaf padaku atas semua perbuatan yang mereka lakukan padaku dulu," Rahma menyeringai kecil lalu menghela nafas panjang."Kau tambah cantik jika sedang marah seperti itu," goda Yudha berusaha meredakan kekesalan istrinya."Mas, aku serius.""Lalu, apa yang terjadi setelahnya?" Tanya Yudha penasaran.***"Mbak Widya langsung emosi, dia bilang aku sok kaya. Kujawab saja memang sekarang aku kaya. Kalau ngga kaya ngapain mereka mau datang kesini sampai ingin meminta pinjaman uang segala."Tawa Yudha akhirnya pecah, melihat mimik wajah Rahma yang terlihat lucu di matanya saat meniru gaya Widya bicara. Sekilas ia dapat membayangkan apa yang terjadi tadi siang di rumahnya. Pasti seru jika melihat live streaming nya."Mbak Nella hanya diam ketika mendengar aku menolak keinginannya, tapi aku tahu ia pasti kesal. Salahnya sendiri mengapa dulu ikut-ikutan merendahkanku.""Lalu, apa sekarang kau merasa senang karena sudah membalas mereka?"Rahma menggeleng, " tidak mas,
"Maaf, aku datang terlambat, tadi sedikit macet dijalan," ucapnya tersenyum lalu memandang Yudha dan memeluknya erat."Koh Yudha. Senang bisa melihatmu kembali, tak tahukah bahwa aku sangat rindu padamu?" Ucapan wanita itu membuat Rahma seketika mendelik tajam padanya.***"Renata, tolong lepaskan tanganmu!" pinta Yudha yang berusaha melepaskan diri dari pelukan wanita itu."Oh, maaf mas. Aku hanya spontan saja memelukmu, aku hanya melampiaskan rasa rindu saja," sahutnya lalu melepas pelukannya."Kau sudah datang, Renata! Ayo duduk bersama kita di sini," sapa Hera lalu menunjuk ke sebuah kursi kosong yang ada disebelah Rahma."Terima kasih tante."Renata melangkah dan menghampiri Rahma, lalu menarik kursi yang ada sebelahnya. Duduk dengan anggun dan mulai menyapa para anggota keluarga lainnya.Rahma masih melirik sambil mencengkram erat sendok yang sedari tadi dipegangnya. Untung saja sendok itu terbuat dari stainless yang kuat, jika tidak, mungkin sudah patah, tak berbentuk karena ra
"Mas, aku temani Mbak Renata dulu," pamit Rahma yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Yudha.Sepeninggal Rahma, untuk beberapa saat suasana meja makan itu terasa hening, tak dapat dipungkiri, jika kedatangan Renata akhirnya merusak acara. Membuat Yudha tak habis pikir mengapa ibu tirinya itu mengundang Renata, adakah sesuatu yang direncanakan Hera dengan kedatangan Renata malam ini? Entahlah, Yudha yakin ibu tirinya itu bermaksud ingin menyakiti Rahma. **Renata adalah mantan tunangannya yang ia tinggalkan sewaktu memutuskan untuk beralih keyakinan. Saat itu Renata tak mendukung keputusannya, bahkan wanita itu seolah enggan mengenalnya ketika mengetahui dirinya hidup menggelandang dan kesusahan selepas di usir dari rumah.Dan sekarang, tiba tiba Renata datang kembali dan berkata merindukannya? Sungguh lucu, membuat Yudha ingin tertawa mendengarnya.Tak ada satupun anggota keluarga Widjaja yang tak mengenal Renata, gadis yang dulu hendak di jodohkan Surya dengannya. Renata adalah
"Cukup sudah, Jangan mencari pembenaran atas kesalahanmu karena aku sudah muak dengan semua tingkahmu itu, Hera."" Jika kau memang ingin menyesali perbuatanmu, kau bisa mulai dengan putrimu itu. Sudah bertahun-tahun aku diam, kupikir sudah saatnya Denisa untuk tahu siapa ayahnya yang sebenarnya," potong Surya tegas, yang seketika membuat Denisa tersentak saat mendengarnya.***Rahma mengangguk kecil ketika mendengar permintaan Renata yang ingin meminta bicara sebentar dengannya. Diajaknya sosok wanita yang pernah dekat dengan suaminya itu duduk di sofa tamu dengan hati yang berkecamuk.Sengaja ia memilih mengantar Renata keluar dari ruang makan tadi. Firasat Rahma mengatakan jika ia harus menjauh dan membiarkan keluarga besar itu bicara. Entah mengapa, Rahma merasa tak perlu mendengar keributan yang akan terjadi mengingat betapa tersinggungnya Surya dengan perbuatan Hera, ibu mertuanya itu.Rahma tidak tahu apa yang terjadi di meja makan sejak ia tinggalkan tadi. Setidaknya, Rahma me