"Mas, aku temani Mbak Renata dulu," pamit Rahma yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Yudha.Sepeninggal Rahma, untuk beberapa saat suasana meja makan itu terasa hening, tak dapat dipungkiri, jika kedatangan Renata akhirnya merusak acara. Membuat Yudha tak habis pikir mengapa ibu tirinya itu mengundang Renata, adakah sesuatu yang direncanakan Hera dengan kedatangan Renata malam ini? Entahlah, Yudha yakin ibu tirinya itu bermaksud ingin menyakiti Rahma. **Renata adalah mantan tunangannya yang ia tinggalkan sewaktu memutuskan untuk beralih keyakinan. Saat itu Renata tak mendukung keputusannya, bahkan wanita itu seolah enggan mengenalnya ketika mengetahui dirinya hidup menggelandang dan kesusahan selepas di usir dari rumah.Dan sekarang, tiba tiba Renata datang kembali dan berkata merindukannya? Sungguh lucu, membuat Yudha ingin tertawa mendengarnya.Tak ada satupun anggota keluarga Widjaja yang tak mengenal Renata, gadis yang dulu hendak di jodohkan Surya dengannya. Renata adalah
"Cukup sudah, Jangan mencari pembenaran atas kesalahanmu karena aku sudah muak dengan semua tingkahmu itu, Hera."" Jika kau memang ingin menyesali perbuatanmu, kau bisa mulai dengan putrimu itu. Sudah bertahun-tahun aku diam, kupikir sudah saatnya Denisa untuk tahu siapa ayahnya yang sebenarnya," potong Surya tegas, yang seketika membuat Denisa tersentak saat mendengarnya.***Rahma mengangguk kecil ketika mendengar permintaan Renata yang ingin meminta bicara sebentar dengannya. Diajaknya sosok wanita yang pernah dekat dengan suaminya itu duduk di sofa tamu dengan hati yang berkecamuk.Sengaja ia memilih mengantar Renata keluar dari ruang makan tadi. Firasat Rahma mengatakan jika ia harus menjauh dan membiarkan keluarga besar itu bicara. Entah mengapa, Rahma merasa tak perlu mendengar keributan yang akan terjadi mengingat betapa tersinggungnya Surya dengan perbuatan Hera, ibu mertuanya itu.Rahma tidak tahu apa yang terjadi di meja makan sejak ia tinggalkan tadi. Setidaknya, Rahma me
"Kau tidak salah orang, itu memang dia," ujar Widya ketus, jika boleh berkata jujur, Widya masih berharap Yudha tetap menjadi karyawan laundry saja."Beruntung sekali Rahma," lanjut Widya sambil memasang wajah kesal."Jadi, suami Rahma benar benar orang kaya?" Timpal Nia yang baru saja bergabung dan tak sengaja mendengar pembicaraan mereka."Iya, tanyakan saja pada suamimu, Nia," ujar Nella menjawabnya."Bener mas?""Jika yang di maksud suami Rahma adalah Pak Darren Widjaja yang itu, tentu saja aku mengenalnya, beliau adalah pewaris utama Widjaja group. Kabarnya tak lama lagi, ia akan menggantikan posisi Pak Surya sebagai CEO Widjaja group," jawab Bagas atas pertanyaan Nia.Mulut Widya tampak menganga dengan mata yang terbuka lebar. Apa katanya? Pewaris? Apa itu artinya rumah besar dan luas itu suatu saat nanti akan menjadi milik Rahma, guci-guci mahal itu? Dan juga perusahaan? Tidak!Rasanya Widya ingin jatuh pingsan mendengarnya. Jadi sekaya itukah Yudha? Tidak! Kenapa harus Rahma
Dengan sopan, Arga pamit meninggalkan meja makan itu sambil menggendong Kevin, putranya. Perasaan lelaki itu kini gelisah, sesungguhnya ia tidak tega meninggalkan istrinya, Denisa sendirian di sana, hanya saja membiarkan Kevin terlalu lama di sana dan melihat pertengkaran mereka tentu tak baik untuk anak seusianya."Jawab aku ma, apa yang dikatakan kakek tadi semuanya benar? Aku bukanlah anak dari papa Budi, bukan anggota dari keluarga Widjaja?" Desak Denisa setengah berteriak.***Rahma melambaikan tangannya ketika di lihatnya Renata masuk ke dalam mobilnya. Lalu menarik tangannya kembali ketika mobil itu perlahan menjauh.Untuk beberapa saat ia berdiri di sana hingga mobil yang di kemudikan Renata menghilang dari balik pagar. Tak lama, Rahma memutuskan untuk duduk di kursi teras sesaat dan memilih menikmati cahaya bulan yang cukup terang malam ini.Entah apa yang saat ini sedang terjadi di meja makan karena sekilas di liriknya suami Denisa melintas di sisi kirinya sambil menggendong
Mungkin alasan itu terdengar konyol, setidaknya melihat wajah Hera yang menyedihkan saat ini karena kebencian dari Denisa, adalah kegembiraan dan hiburan tersendiri untuknya. Budi merasa jika inilah akhirnya dari semua kebohongan Hera selama ini sekaligus akhir dari usia pernikahan mereka.Meja makan itu menjadi saksi bagaimana kuatnya Hera bertahan saat di cecar begitu banyak pertanyaan oleh Denisa dan Surya, namun bukti yang di perlihatkan Surya akhirnya membuat wanita egois itu menyerah kalah dan mengakui semua pengkhianatannya."Jelaskan semuanya ma, mengapa mama tega mengkhianati papa? Ah, sekarang aku bahkan tidak berhak memanggilnya papa," ujar Denisa dengan suara parau."Karena lelaki itu tidak pernah bisa menerimaku sebagai istrinya," balas Hera cepat setengah berteriak.Budi menyeringai ketika mendengar tudingan Hera, lelaki itu lalu menggeleng perlahan, sambil terus mengunci tatapan matanya pada Hera."Kau menyalahkanku sekarang Hera? Harusnya kau instrospeksi dulu dirimu,
"Boleh aku bertanya satu hal padamu, Mama Hera? Mengapa kau sangat tidak menyukaiku? Apakah karena aku anak dari madumu? Atau karena keinginan kakek yang akan mewariskan semua harta kekayaan keluarga, kepadaku?" Tanya Yudha tiba-tiba. Membuat Denisa seketika menatapnya."Dan juga ...." Yudha menjeda kalimatnya lalu melirik ke arah Budi yang tampak sedang mengelap kacamata yang dipakainya."Sejak kapan papa mengetahui kenyataan jika Mbak Denisa bukanlah anak kandung papa?" Lanjut Yudha kemudian.***Rahma menutup mulutnya ketika mendengar pertanyaan suaminya, benarkah itu? Sebenci itukah Hera pada Yudha?Tapi mengapa? Apakah mungkin karena rasa cemburu Hera pada Jasmine? Benarlah kata pepatah, sesuatu yang di peroleh dengan cara tidak benar, tak akan bisa mendatangkan kebahagiaan, Rahma yakin itulah yang terjadi pada Hera, wanita itu sedang menuai karma atas perbuatannya merebut Budi dari tangan Dewi, teman sekolahnya dulu.Nafas Rahma kini tampak naik turun, ada emosi dan kemarahan
"Mengapa mama masih diam? Tidak kah mama ingin meminta maaf pada papa Budi, pada kakek Surya yang mama khianati selama puluhan tahun? Setidaknya mama harus berterima kasih pada mereka karena masih menganggapku sebagai bagian dari keluarga ini setelah semua yang mama lakukan? Sungguh, aku bahkan tak mampu lagi untuk duduk di sini terlalu lama karena rasa malu," Desis Denisa lalu menggeser kursinya dan pamit meninggalkan meja makan itu dengan hati yang hancur.***Sepeninggal Denisa, Hera juga meninggalkan meja makan setelah meminta maaf, meskipun permintaan maaf itu tampak di lakukannya dengan rasa enggan dan terpaksa, setidaknya Rahma yakin ia akan berpikir ribuan kali untuk mencari masalah baru.Makan malam yang di rencanakan untuk mengenalkan Rahma kepada seluruh anggota keluarga akhirnya berakhir dengan sebuah kenyataan pahit. Namun, setidaknya, ada hal baik yang terjadi, mengingat Budi akhirnya memutuskan untuk menelpon pengacara keluarga dan memintanya agar segera mengurus percer
Rahma mengelus dada membacanya. Marah? Tentu saja, itu yang kini ia rasakan. Kata kata Widya benar benar keterlaluan, membuat mulut Rahma mendadak gatal ingin memaki kakak iparnya tersebut."Dasar Lampir! Mulutmu memang benar-benar pahit, mbak," Sungut Rahma yang tidak sengaja terdengar oleh Yudha yang baru saja keluar dari kamar mandi."Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya Yudha lalu menghampiri istrinya.***Rahma tampak mendengkus kesal."Kau lihat saja sendiri, mas! Mbak Widya benar benar menyebalkan," Sungut Rahma lalu menyerahkan ponselnya dan memperlihatkan status WA Widya pada Yudha.Melihat status WA tersebut, tak membuat lelaki berusia dua puluh delapan tahun itu meradang. Sebaliknya Yudha malah terkekeh geli.Rahma berdecak, wajahnya cemberut ketika mendapati reaksi Yudha yang seakan tengah ikut mengejeknya. Di cubitnya pinggang suaminya karena gemas."Kenapa tertawa, apa kau juga ingin ikut menyindirku. Lihat, gara gara aku menolak memberikan pinjaman uang pada suaminya, ia be