"Malam ini juga aku harus mengajak Rahma bicara dan menceritakan semuanya padanya," bisik Yudha bertekad lalu menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.***Rumah bercat biru itu terlihat sepi, tampak seorang lelaki bergegas membukakan pagar ketika melihat kedatangan Denisa dan Rahma.Rahma melirik Denisa seolah ingin memastikan jika rumah ini benar yang ingin mereka tuju, anggukan Denisa yang bersamaan dengan terbukanya pagar rumah tersebut membuat Rahma akhirnya bertanya."Bapak tak bertanya siapa kami dan apa keperluan kami datang ke sini?" Tanya Rahma yang sedikit heran, karena sejatinya lelaki itu seharusnya bertanya lebih dulu sebelum membuka pagarnya.Mendengarnya, lelaki itu tersenyum."Ibu sudah memberi pesan jika akan ada tamu yang datang ke rumah ini," Jawabnya."Begitu kah?" Ujar Rahma sambil melipat kening."Sudahlah, ayo kita masuk," ajak Denisa.Mereka lalu berjalan beriringan menuju ke pintu masuk utama rumah tersebut. Tak lama, seorang wanita paruh baya datan
"Iya, tapi tidak hari ini Rahma, karena ada hal lain yang harus ku kerjakan," Jawab Denisa dengan sorot matanya yang tajam menatap ke luar jendela. ***"Bagaimana dengan perjalananmu hari ini dengan Mbak Denisa, sayang?" Tanya Yudha saat Rahma baru saja duduk di depan meja riasnya."Cukup melelahkan mas, karena beberapa kali harus terjebak macet," jawab Rahma sambil mengoleskan krim malam ke permukaan wajahnya."Sudah bertemu Tante Hera?" lanjutnya bertanya.Rahma menggeleng pelan, "tidak, kami tidak bertemu dengannya. Saat kami mendatangi apartemennya ia sudah tak lagi berada di sana." Panjang lebar Rahma mejelaskan tentang perjalanannya hari ini mencari Hera." ... entah mengapa ada hal yang sedari tadi terus menganggu pikiranku, mas," ucap Rahma beberapa saat kemudian."Menganggu pikiranmu, hal apa sayang?" Kening Yudha sontak berkerut."Apa itu?" "Entahlah, masih kupikirkan. Namun aku yakin ada hal yang penting yang terlupakan," jawab Rahma."Kalau begitu aku akan menunggu," tut
"Aku ingin lihat apa yang bisa dilakukan oleh wanita itu untuk menyingkirkanku," balas Rahma sambil menyeringai sinis.***Nella menghitung pelan rupiah demi rupiah yang di dapatkannya hari ini, pandangan matanya tampak fokus menatap tumpukan lembaran merah itu, seakan takut ada yang terlewatkan.Berbekal uang pemberian dari Rahma, wanita itu memilih memutar uangnya kembali. Bersama Eko, suaminya, Nella membuka bisnis makanan siap saji, dan menjual burger adalah pilihannya.Sudah ada tiga outlet burger yang di kelolanya, meski masih berupa outlet kecil namun setidaknya sudah memberikan sedikit keuntungan padanya.Bibirnya mengulas senyum ketika jemarinya selesai menghitung, dimasukkannya uang tersebut ke dalam sebuah tas berukuran sedang, yang kemudian akan ia setor ke bank keesokan harinya, untuk di simpan di sana "Aku senang melihatmu seperti ini," puji Eko kala melihat istrinya meletakkan berisi uang tersebut ke dalam lemari pakaiannya."Ini semua berkat Rahma. Jika dia tidak memb
"Tentu saja tidak Tante, aku cukup tahu diri. Kedatanganku kemari hanya untuk bertemu dengan Rahma dan memperlihatkan sesuatu yang menarik padanya, aku yakin wanita itu akan menyukainya nanti," Jawab Jesslyn dengan tatapan mata yang penuh arti. ***Denisa terpaku saat melihat sebuah pesan balasan yang masuk ke ponselnya. Sebuah pesan dari Anton, ayah biologisnya yang sengaja di hubunginya kemarin malam.Dalam pesannya, lelaki itu bersedia menunggu kedatangannya di rumah. Sejenak Denisa merasa tak yakin jika ayahnya mengetahui keberadaan Hera, ibunya. Mengingat hubungan mereka berdua yang tidak begitu baik.Tapi, apa salahnya jika di coba, karena ia juga tak bisa terlalu lama berada di Jakarta, karena waktu cuti nya hanya beberapa hari saja. Tangannya kini mengengam ponselnya, tak lama ia meraih tas dan bergegas keluar dari kamarnya."Mbak Denisa mau pergi?" Tanya Suryani begitu melihatnya keluar dari kamar."Iya, Mak. Tolong katakan pada Yudha mungkin akan pulang terlambat," ujar
"Kebetulan sekali kita bertemu di sini Rahma, bisa kau luangkan waktu sebentar? karena ada hal yang ingin bicara denganmu. Aku pastikan pembicaraan kita tak akan lama," pinta Jesslyn dengan seraut sinis di wajahnya. Seakan ada yang tengah di rencanakan oleh wanita itu.***Mendengarnya Rahma memiringkan sedikit kepalanya, memindai wanita yang baru saja mengajaknya bicara."Apa yang hendak kau bicarakan denganku?" Tanya Rahma dengan mata yang kini menyipit tajam."Jika kau tidak keberatan bagaimana jika kita cari tempat duduk yang enak untuk mengobrol," ajak Jesslyn."Maaf, aku tak punya waktu banyak, jika memang ingin bicara, katakan saja sekarang karena sebentar lagi aku mau pulang," Tolak Rahma cepat."Begitu ya!? Baiklah. Sebelum itu aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu," ujar Jesslyn dengan seringai sinisnya. "Apa yang ingin kau perlihatkan padaku?" Jesslyn mengabaikan pertanyaan Rahma, tangan ramping itu lalu merogoh ponselnya yang berada di dalam tas branded berwarna hitam
"Kelihatannya kau ingin sekali mengumumkan ke semua orang bahwa kau telah tidur dengan suamiku, Jesslyn?" Tanya Rahma santai seakan tak terpengaruh dengan ancaman Jesslyn padanya.***"Lakukan saja, tunggu apa lagi?" Lanjut Rahma dengan salah satu sudut alisnya yang terangkat.Jesslyn menelisik wajah Rahma yang seolah tak takut dan mempedulikan ancamannya. Sesaat ia tampak bingung karena sejak tadi reaksi Rahma sama sekali tak seperti yang diharapkannya. Rahma sama sekali tak terlihat takut ataupun cemas."Aku tidak main - main dengan ancamanku, Rahma!" Gertak Jesslyn tak sabar. Tangannya kini mengepal kuat seakan hendak meremukkan ponsel miliknya yang sedari dari ia pegang."Lalu? Kau ingin aku bersikap bagaimana? Memohon? mengiba padamu agar mempertimbangkannya kembali? Atau menangis tersedu di hadapanmu? Begitu?""Lakukan saja jika kau ingin menyebarluaskannya? Hanya saja aku tak menyangka jika kau sebodoh itu, Jesslyn!" Sinis Rahma menanggapinya.Hampir saja Jesslyn berteriak sete
Kupikir kau akan menerima tantanganku, Jesslyn Tenyata kau lemah. Entah apa lagi yang akan kau rencanakan, tapi kupastikan semua rencanamu itu akan berakhir dengan kegagalan karena aku akan selalu selangkah berada di depanmu," bisik Rahma sambil terus memandang pada Jesslyn yang kini sudah berdiri kembali di sisi Miranda.***Mata Denisa tak berkedip saat mobil yang dikendarainya melewati sebuah perkampungan di pinggiran kota Depok, mencari sebuah alamat yang dituliskan Anton padanya pada selembar kertas.Beberapa penduduk tampak melirik ke arah mobilnya, sejenak Denisa tampak jengah seakan kedatangannya ke tempat itu menjadi sebuah tontonan. Dibalik kaca mobilnya yang gelap ia membalas tatapan mereka namun tak lama kemudian ia terkekeh geli saat menyadari kesalahannya.Yah, di perkampungan seperti ini melihat mobil mewah seperti yang dikendarainya mungkin suatu hal yang cukup jarang. Jadi wajar saja para warga tampak begitu antusias menatap mobilnya. Sejenak ia menyesali keputusannya
"Baguslah. Tapi aku penasaran apa lagi rencana wanita itu untuk menyingkirkanku."Ucapan Rahma membuat kening Yudha mengeryit, tak lama segaris senyum terbit di wajah orientalnya, seolah ada sesuatu yang sedang direncanakan lelaki itu dalam kepalanya.***Pagi pagi sekali Denisa telah bersiap, bahkan saat Suryani mengetuk pintu kamarnya agar bersiap-siap untuk sarapan, wanita berusia tiga puluh tahunan itu sudah rapi lengkap dengan riasan wajahnya.Di ikuti Suryani yang berjalan di belakang, dengan langkah pelan ia berjalan menuju meja makan, lalu menyapa Rahma dan seorang asisten rumah tangga masih sibuk membuat sandwich di sana.Melihat kedatangan Denisa, Rahma tersenyum menyambut kedatangannya, dipersilahkannya Denisa duduk di meja makan sementara dirinya masih menyelesaikan pekerjaannya."Kau selalu menyiapkan sarapan sendiri?" Tanya Denisa.Rahma menggeleng. " Tidak, Mbak. Hanya sesekali saja. Soalnya kalau keseringan di dapur aku diomeli sama Mak Suryani," Bisik Rahma sambil mel