Ferry bergegas masuk ke ruang kerja Ahsin sambil dan memperlihatkan ponselnya yang telah menyala. "Bos, berita trending pertama mengatakan Buana telah membatalkan kontrak kerjasama dengan hanya sepihak. Yang kedua mengatakan Buana tidak menghargai waktu rekan kerja. Apa yang akan kita lakukan?""Bikin saja trending baru," jawab Ahsin sambil menyerahkan ponsel Ferry dan kembali pada pekerjaannya."Apa perlu kita menggunakan lembaga hukum?""Untuk sementara tidak diperlukan," sambil mengambil ponselnya yang berdering. "Ahsin, kau baca trending hari ini?" cecar istrinya di seberang sana. "Iya. Tidak akan mempengaruhi Buana," sahut Ahsin. Ferry yang mau berbalik menjadi terhenti."Mereka keterlaluan. Kau punya kenalan kerja di manajemen Buana? Atau penulis berita? Aku akan kirim beberapa foto mentahan asli punyaku. Tulis saja, Buana membatalkan kontrak kerjasama karena Prayoga merekrut desainer plagiat.""Baiklah."Tak lama masuk tiga foto dari permulaan, sebelum finishing yang ketiga
"Lepaskan! Lepaskan!" teriak Gea. Nyatanya teriakannya hanyalah menambah obsesi kedua pembantu itu. Malika dan Sinta tersenyum puas."Siapa yang berani melakukan itu pada istriku?" Tiba-tiba muncul suara asing dari luar."Kami cuma disuruh Tuan," sahut salah seorang pembantu.Ahsin bergegas mengambil alih Gea, sedang kedua pengawal yang ia bawa mendorong kedua pembantu itu. "Kau tidak apa-apa?" tanya Ahsin sambil menutupi bahu Gea yang tersingkap. Gea menggeleng. "Untung kau datang." "Kau tau, menerobos rumah orang itu ilegal," ucap Sinta dengan congkaknya."Benarkah? Kalau begitu laporkan saja?" sahut Ahsin yang masih memegang bahu Gea. Sinta tersenyum sinis. "Kau mau membelanya? Kuberitahu, dia telah resign dari perusahaan Prayoga. Aku yakin tabungannya hanya bertahan beberapa pekan. Sebaiknya kalian mundur dari tepian mulai sekarang. Atau jangan-jangan tabungan itu sudah habis untuk pertunjukan hari ini?" ejek Sinta sambil memandang dua bodyguard yang berdiri di belakang Ahsin
"Kak Bei, semuanya telah selesai.""Gimana?" tanya Bei di seberang sana."Kak Gea telah mengakuinya. Dia khilaf sesaat. Dia mengakui karena iri dan mengirim berita palsu itu. Dia juga telah minta maaf, jadi anggap semuanya telah usai.""Kau tidak melaporkannya? Ini penting buat namamu dan juga untuk kerjasama dengan Buana.""Tidak. Bagaimana pun kami keluarga, lebih baik mengalah demi keharmonisan keluarga. Soal kerjasama dengan Buana … Kak Bei, tak lama lagi ada pesta tahunan perusahaan Buana. Di sana kita akan langsung bertemu dengan putra Buana. Maukah, Kak Bei bersabar dan memahami situasi keluarga kami?""Sinta, kamu terlalu baik. Gea berkali-kali membuat masalah dan kau masih saja bersikap baik padanya.""Bagaimana pun dia kakakku. Aku yakin, dia bakal insaf suatu hari ini. Dan soal kerjasama ….""Iya, aku setuju denganmu. Soal kerjasama dengan Buana tak terlalu tergesa-gesa. Selama menunggu, kita masih bisa mencari mitra kerja lainnya.""Baiklah. Terima kasih atas pengertiannya
"Kuli? Ahsin kau bilang kuli? Bukankah di buku nikah tertulis Ahsin Buana. Dia bukan kuli, tapi pimpinan Group Buana."Gea tersentak. "Bagaimana mungkin? Bukankah waktu itu dia mengenakan pakaian kuli," bantah Gea. "Pakaian kuli?" tanya Kakek sambil menengadahkan kepalanya, beberapa detik kemudian ia tertawa. "Oh itu, waktu pertama kalian bertemu di rumah sakit?""Iya."Kakek kembali tertawa. "Itu dia baru saja mau berangkat ke lokasi konstruksi."Raut wajah Gea masih belum mempercayai apa yang baru saja didengarnya."Mari kita bicara soal pakaian itu. Kau mau menikah dengannya, padahal kau mengira dia kuli? Berarti pandangan Kakek padamu tidak salah. Perasaanmu tulus untuknya."Gea masih dibekap syok."Mari kita berkeliling mall. Kau lihat sendiri, dia bekerja melebihi kuli jangan sia-siakan kerja kerasnya," celoteh Kakek sambil tertawa. Gea mengikuti Kakek dengan wajah masih berbalut tak percaya.*** Gea memandangi deretan gaun pesta, pengantin, bahkan pakaian pengantin berwarna
“Gea, kenapa kamu selalu suka bikin masalah dengan adikmu sendiri? Dan sekarang berebut selembar kain?” bela Bei.“Bikin masalah? Masalah apa? Oh soal internet? Apa kau sudah tanyakan padanya? Itu pun kalau dia mau jujur. Soal gaun itu, aku yang duluan datang dan transaksi. Apakah aku disebut merebut?” sahut Gea. “Kak Bei, sudahlah. Jangan bikin keributan di sini,” sela Sinta. “Kita tak boleh selalu mengalah dengannya. Lagi pula kau menyukai gaun itu.” Bei beralih pada Gea. “Aku akan ganti gaun itu dengan harga lebih tinggi.”“Oke. Seharga …..” Gea mengangkat lima jarinya. “Lima juta?” tebak Sinta.“Bukan, tapi lima kali lipat. Gaun itu seharga lima juta lima ratus ribu kali lima, aku genapkan 25 juta saja. Mau?”“Kau ….” Mendadak lidah Bei menjadi kelu. “Kak Gea kau keterlaluan?” cecar Sinta.“Kenapa? Aku tidak memaksamu membeli. Kalau tak mampu ya sudah.” Gea menghela napas. “Hah, ternyata cinta Bei putra Prayoga kepada adikku tak sebesar itu.”“Baiklah. Aku bayar.” Bei terpan
“Kak Bei lupa, Kak Gea telah mencampakkan Kakak?”“Bagaimana pun kami telah lama bersama. Selama dia mau sadar, aku bersedia menerimanya kembali. Ayo kita ke sana, aku tidak mungkin membiarkannya semakin terjerumus.”Namun, di depan toko mereka sudah dihadang dua orang sekuriti. "Maaf, Anda dilarang masuk," kata salah seorang. Melihat Gea yang mencermati gaun-gaun cantik dari luar, Sinta makin berang. Ia merangsek maju, tetapi kembali dicegat salah seorang sekuriti. "Mohon tidak mempersulit pekerjaan kami.""Baik. Katakan, kenapa kami dilarang masuk?" tanya Bei. "Karena kalian telah menyinggung Nona Muda kami.""Siapa Nona Muda kalian?" tanya Bei emosi. "Tanpa komentar. Kami cuma diperintah, jangan mempersulit pekerjaan kami," sahut salah seorang, kali ini dengan nada lebih tegas. Bei ingin merangsek, tetapi segera dicegah Sinta. Sinta meminta mundur dengan isyarat gelengan kepala.***Ahsin langsung menyambar begitu ponsel berbunyi. Foto pertama yang dikirim Kakek membuatnya in
Bei berdecak kesal. "Sampai kapan dia bersikap abnormal begini?" Bei mengambil ponsel dalam saku jasnya. "Apa? Aku akan segera ke sana." Bei segera meluncurkan mobilnya ke perusahaan. Kaget bercampur panik ketika melihat perusahaannya dalam keadaan kacau. Dua orang tampang bodyguard melempar apapun yang bisa disentuh. Semua karyawan menepi. Satu orang berusaha menyelamatkan file malah akhir terpental ke lantai. "Apa yang kau lakukan?" teriak Bei. Sinta meringsut berlindung di belakang Bei.Dua bodyguard itu menghentikan aksinya dan berlalu. Bei mengikuti mereka hingga akhirnya bertemu pria berdasi yang duduk dengan wajah dinginnya. Di belakangnya juga berdiri dua bodyguard. Melihat pria itu, Sinta dapat merasakan iparnya itu bukan sembarang orang, tetapi tidak juga terlihat sebagai gangster."Apa yang kalian lakukan? Ooh … kau ingin memperingatkanku jangan menyentuh Gea?"Ahsin menarik satu sudut bibirnya. "Dia istriku. Jadi aku harus melindunginya. Tidak seperti kau yang selalu m
Mendadak Gea emosi. Ia meluruskan badannya menghadap Ahsin. “Sampai kapan kau mau berbohong padaku?”“Aku berbohong padamu?” ulang Ahsin.“Aku kira kau kuli.”“Aku memang kuli. Kau lihat, aku sangat sibuk setiap hari,” sahut Ahsin.“Mengapa tidak bilang sebenarnya kau Ahsin putra Buana?” protes Gea.“Tidak bilang, bukan berarti berbohong. Sejak menikah, kita memang tak pernah ngobrol banyak dan membahas pekerjaanku. Aku tidak ada niatan menutupi darimu.”“Lalu saat zoom More kemarin? Mengapa kau pura-pura tidak tahu?”“Itu karena kami sempat ngobrol dengan tim. Tiba-tiba saja tercetus ide ulang tahun More di kota ini, aku ingin memberimu kejutan di pesta itu. Tentu beda rasanya menyampaikan ungkapan terima kasih secara formal di depan orang banyak dibanding bicara santai seperti ini.”Gea menghela napasnya. Ia tak punya stok kata lagi untuk mendebat Ahsin. Ahsin memang tidak salah. Dirinya yang langsung berasumsi hanya karena saat itu Ahsin mengenakan pakaian kuli. “Kau tau, jika ing