"Kuli? Ahsin kau bilang kuli? Bukankah di buku nikah tertulis Ahsin Buana. Dia bukan kuli, tapi pimpinan Group Buana."Gea tersentak. "Bagaimana mungkin? Bukankah waktu itu dia mengenakan pakaian kuli," bantah Gea. "Pakaian kuli?" tanya Kakek sambil menengadahkan kepalanya, beberapa detik kemudian ia tertawa. "Oh itu, waktu pertama kalian bertemu di rumah sakit?""Iya."Kakek kembali tertawa. "Itu dia baru saja mau berangkat ke lokasi konstruksi."Raut wajah Gea masih belum mempercayai apa yang baru saja didengarnya."Mari kita bicara soal pakaian itu. Kau mau menikah dengannya, padahal kau mengira dia kuli? Berarti pandangan Kakek padamu tidak salah. Perasaanmu tulus untuknya."Gea masih dibekap syok."Mari kita berkeliling mall. Kau lihat sendiri, dia bekerja melebihi kuli jangan sia-siakan kerja kerasnya," celoteh Kakek sambil tertawa. Gea mengikuti Kakek dengan wajah masih berbalut tak percaya.*** Gea memandangi deretan gaun pesta, pengantin, bahkan pakaian pengantin berwarna
“Gea, kenapa kamu selalu suka bikin masalah dengan adikmu sendiri? Dan sekarang berebut selembar kain?” bela Bei.“Bikin masalah? Masalah apa? Oh soal internet? Apa kau sudah tanyakan padanya? Itu pun kalau dia mau jujur. Soal gaun itu, aku yang duluan datang dan transaksi. Apakah aku disebut merebut?” sahut Gea. “Kak Bei, sudahlah. Jangan bikin keributan di sini,” sela Sinta. “Kita tak boleh selalu mengalah dengannya. Lagi pula kau menyukai gaun itu.” Bei beralih pada Gea. “Aku akan ganti gaun itu dengan harga lebih tinggi.”“Oke. Seharga …..” Gea mengangkat lima jarinya. “Lima juta?” tebak Sinta.“Bukan, tapi lima kali lipat. Gaun itu seharga lima juta lima ratus ribu kali lima, aku genapkan 25 juta saja. Mau?”“Kau ….” Mendadak lidah Bei menjadi kelu. “Kak Gea kau keterlaluan?” cecar Sinta.“Kenapa? Aku tidak memaksamu membeli. Kalau tak mampu ya sudah.” Gea menghela napas. “Hah, ternyata cinta Bei putra Prayoga kepada adikku tak sebesar itu.”“Baiklah. Aku bayar.” Bei terpan
“Kak Bei lupa, Kak Gea telah mencampakkan Kakak?”“Bagaimana pun kami telah lama bersama. Selama dia mau sadar, aku bersedia menerimanya kembali. Ayo kita ke sana, aku tidak mungkin membiarkannya semakin terjerumus.”Namun, di depan toko mereka sudah dihadang dua orang sekuriti. "Maaf, Anda dilarang masuk," kata salah seorang. Melihat Gea yang mencermati gaun-gaun cantik dari luar, Sinta makin berang. Ia merangsek maju, tetapi kembali dicegat salah seorang sekuriti. "Mohon tidak mempersulit pekerjaan kami.""Baik. Katakan, kenapa kami dilarang masuk?" tanya Bei. "Karena kalian telah menyinggung Nona Muda kami.""Siapa Nona Muda kalian?" tanya Bei emosi. "Tanpa komentar. Kami cuma diperintah, jangan mempersulit pekerjaan kami," sahut salah seorang, kali ini dengan nada lebih tegas. Bei ingin merangsek, tetapi segera dicegah Sinta. Sinta meminta mundur dengan isyarat gelengan kepala.***Ahsin langsung menyambar begitu ponsel berbunyi. Foto pertama yang dikirim Kakek membuatnya in
Bei berdecak kesal. "Sampai kapan dia bersikap abnormal begini?" Bei mengambil ponsel dalam saku jasnya. "Apa? Aku akan segera ke sana." Bei segera meluncurkan mobilnya ke perusahaan. Kaget bercampur panik ketika melihat perusahaannya dalam keadaan kacau. Dua orang tampang bodyguard melempar apapun yang bisa disentuh. Semua karyawan menepi. Satu orang berusaha menyelamatkan file malah akhir terpental ke lantai. "Apa yang kau lakukan?" teriak Bei. Sinta meringsut berlindung di belakang Bei.Dua bodyguard itu menghentikan aksinya dan berlalu. Bei mengikuti mereka hingga akhirnya bertemu pria berdasi yang duduk dengan wajah dinginnya. Di belakangnya juga berdiri dua bodyguard. Melihat pria itu, Sinta dapat merasakan iparnya itu bukan sembarang orang, tetapi tidak juga terlihat sebagai gangster."Apa yang kalian lakukan? Ooh … kau ingin memperingatkanku jangan menyentuh Gea?"Ahsin menarik satu sudut bibirnya. "Dia istriku. Jadi aku harus melindunginya. Tidak seperti kau yang selalu m
Mendadak Gea emosi. Ia meluruskan badannya menghadap Ahsin. “Sampai kapan kau mau berbohong padaku?”“Aku berbohong padamu?” ulang Ahsin.“Aku kira kau kuli.”“Aku memang kuli. Kau lihat, aku sangat sibuk setiap hari,” sahut Ahsin.“Mengapa tidak bilang sebenarnya kau Ahsin putra Buana?” protes Gea.“Tidak bilang, bukan berarti berbohong. Sejak menikah, kita memang tak pernah ngobrol banyak dan membahas pekerjaanku. Aku tidak ada niatan menutupi darimu.”“Lalu saat zoom More kemarin? Mengapa kau pura-pura tidak tahu?”“Itu karena kami sempat ngobrol dengan tim. Tiba-tiba saja tercetus ide ulang tahun More di kota ini, aku ingin memberimu kejutan di pesta itu. Tentu beda rasanya menyampaikan ungkapan terima kasih secara formal di depan orang banyak dibanding bicara santai seperti ini.”Gea menghela napasnya. Ia tak punya stok kata lagi untuk mendebat Ahsin. Ahsin memang tidak salah. Dirinya yang langsung berasumsi hanya karena saat itu Ahsin mengenakan pakaian kuli. “Kau tau, jika ing
Gea langsung membuka wajahnya. "Itu karena aku tidak tahu kamu putra Buana.""Memang apa bedanya putra Buana dengan laki-laki pada umumnya?""Jangankan melamar, menatap pun aku tidak akan berani. Kau tau berapa banyak gadis dari keluarga bermartabat sedang menyiapkan diri untuk bertemu denganmu saat jamuan Buana tahunan nanti. Aku tak bisa membayangkan jika mereka tahu pria yang mereka idamkan sedang di atas di ranjangku. Mereka pasti mengumpat dan mengatakaiku sebagai perempuan tidak tahu diri."Ahsin meraih bahu Gea dan menenggelamkan dalam pelukannya."Mengapa kau merendahkan diri begitu? Aku akui kualifikasi diriku. Tapi kau juga berkontribusi menambahkan pendapatan buat Buana selama beberapa tahun atas nama Prayoga. Dan sekarang salah satu pilar More. Tanpamu, mungkin More sudah tumbang sejak lama. Jasamu sangat besar pada More."Tiba-tiba Gea teringat ucapan Ahsin waktu zoom tim. Ia menengadahkan kepalanya. "Saat pesta ulang tahun More nanti, maukah kau memperkenalkan tim kami
Tiba-tiba mereka dikejutkan dering ponsel di atas sofa. Salah seorang mengambil ponsel itu dan menyerahkan kepada bos."Suruh suamimu kemari," perintah bos sambil mendekatkan ponsel ke mulut Gea. "Jangan ke sini!" teriak Gea. "Panggil polisi."Plak. Kembali sebuah tamparan mendarat. Bos melemparkan ponsel itu sehingga terdengar bunyi retak."Bagaimana bos?" tanya seorang yang memegang tongkat. "Kita tinggalkan dulu tempat ini," sahut sang bos, kemudian berbalik. Ketiga anak buah mengikuti, tetapi sebelumnya seorang yang memegang tongkat memapas barang yang ada di atas meja. Seketika bunyi pecahan kaca memenuhi ruangan. Spontan Gea menundukkan kepalanya. Saat ia membuka mata, bertebaran pecahan kaca dari gelas dan teko di samping kakinya, bahkan sebelah kakinya tergores dan mengeluarkan cairan merah. Sementara Ahsin yang mendengar teriakan Gea di telepon langsung berlari sambil menelpon anak buahnya. Hanya beberapa detik semua bergerak dari berbagai arah. Yang paling dekat posisin
"Nona Elena?" tanya Gea setelah Ferry keluar."Dia ketua pengurus rumah tangga di rumahku," jawab Ahsin sambil merapikan semua peralatan obat ke dalam kotak. "Bahkan pengurus rumah tangga terdengar lebih berkelas dariku," lirih Gea. Ahsin tengadah. "Minder lagi." "Di Prayoga aku lebih dominan dari Bei, di tim pengembangan More juga tidak ada yang berani macam-macam padaku. Tapi saat melihat caramu bicara sama Ferry, tiba-tiba aku merasa seperti semut."Ahsin duduk ke sofa sambil tertawa kecil. Ia menjentikkan jarinya ke dahi Gea. "Aku tadi cemas setengah mati, sedang perhatianmu dengan mudahnya teralih pada Ferry dan Elena."Gea hanya memberikan reaksi dengan wajah merengut. "Bahkan mengeja nama keduanya saja bisa membuat orang bergetar. Tak heran jika orang-orang sangat menghormatimu.""Tapi kamu satu-satunya yang aku hormati setelah Kakek," sahut Ahsin cepat. Gea terdiam. Ada bagian dirinya bahagia dan bangga. Namun, ia tidak bisa membuang begitu saja rasa minder yang terlanju