Share

Rambut Basah

Penulis: Kanina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-17 09:51:28

“Sudah bangun, Ki?” sapa ku kepada wanita itu sembari tersenyum.

“Em.” Dia menganggukkan kepalanya.

“Kamu mau masak?” tanyanya kemudian.

“Iya-“

“Aku bantuin, ya?” tawarnya.

Aku mengangguk. Tak ada salahnya kalau aku menggunakan tenaga ya, bukan?

Meskipun aku sanggup memasak dalam porsi banyak, bukankah itu hal bagus kalau ada yang membantu? Lebih efisien dan lebih ringan.

***

Kami berdua memasak banyak menu. Aku yakin makanan yang terhidang itu akan habis. Karena yang akan menghabiskan sarapan pagi itu bertambah dua orang. Belum lagi dua wanita itu akan lebih banyak menghabiskan sayur dan makanan yang mengandung protein. Mereka sedikit makan nasi. Tak sepertiku.

Aku yang masih belum menyapih putriku, sering kali merasa lapar. Kalau tak mengonsumsi nasi, rasa lapar masih selalu menghampiri. Tak heran kalau bentuk tubuhku tak seperti dulu lagi.

Berat badanku yang sebelumnya hanya empat puluh lima kilo, kini bertambah menjadi lima puluh tujuh kilo. Lengan dan kaki yang membengkak dan perut yang sedikit menggembung membuat diriku tak menarik seperti dulu.

“Aku bangunin Mas Fajar dulu, ya. Minta tolong Rania juga dibangunkan.” Shakila mengangguk dan berjalan menuju kamar tamu. Sementara aku berjalan ke kamar putriku di mana terakhir kali ku lihat suamiku di sana.

Nihil!

Tampaknya suamiku sudah kembali ke kamar kami.

Aku bergegas menuju kamar, ku dapati suamiku itu sudah rapi dengan kemeja maroon dan celana kain berwarna hitamnya.

“Aku tadi melihat kamu sedang asyik dengan Kila. Jadi aku ambil pakaianku sendiri. Kamu gak perlu khawatir,” ucapnya sembari tersenyum.

“Syukurlah kalau begitu. Maaf ya, Mas.” Aku merasa bersalah karena lalai melayaninya.

Mas Fajar tersenyum.

“Ya sudah, ayo kita sarapan,” ajaknya.

Kami berjalan beriringan keluar dari kamar, melangkahkan kaki menuju dapur yang hanya beberapa meter jaraknya. Di sana aku melihat Shakila dan Nania sudah siap untuk duduk di depan meja makan.

Mereka menoleh saat mendengar langkah kakiku dan Mas Fajar mendekat ke arah meja makan.

“Wah sudah kumpul semua, nih,” ucap Mas Fajar.

“Iya dong kita sampai hampir lumutan menunggu kalian berdua yang pagi-pagi udah mesra-mesraan di kamar tanpa melihat kami ini yang jomlo, iya gak?” ujar Rania kepada Shakila yang hanya menanggapi dengan seulas senyum.

“Sudah-sudah. Ayo makan dulu keburu dingin sarapannya.” Mas Fajar menengahi.

Aku dan Mas Fajar kemudian duduk di tempat duduk kami biasanya. Aku dan Mas Fajar duduk berdampingan. Sementara Shakila dan Rania duduk berhadapan dengan kami.

Kami sarapan dengan suasana hangat pagi itu. Rasa curiga yang tadi aku rasa sudah sirna.

“Oh iya. Niar, kira-kira aku boleh nggak nebeng suamimu berangkat kerja? Soalnya Shakila katanya sebentar lagi ada acara. Kemarin kan aku nebeng sama dia,” ujar Rania di tengah acara makan kami.

“Kalau aku sih gak papa, terserah Mas Fajar aja. Lagian ngapain minta izin segala. Kita kan teman?” ujar ku sembari tersenyum.

Namun, aku melihat Mas Fajar tampak begitu tegang saat aku mengizinkan Rania akan bonceng dirinya.

“Kenapa, Mas?” tanyaku.

“Enggak apa-apa kok,” jawabnya sedikit gugup.

‘apa hanya firasat ku saja?’

Kami menyelesaikan sarapan kami. Mas Fajar akhirnya mau membonceng Rania karena searah dengan tempat kerjanya. Sementara Shakila, membawa mobilnya sendiri ke tempat praktiknya.

Satu persatu, mereka meninggalkan rumah ini. Mereka berangkat bekerja seperti hari-hari sebelumnya.

Samar terdengar putriku memanggil dari dalam rumah. Gadis kecilku terbangun. Dan pagi hariku dimulai lagi seperti hari-hari sebelumnya lagi.

***

Sore harinya, ponselku berdering. Tertera nama suamiku di layar benda pipih yang aku letakkan di atas meja tak jauh dari tempat aku dan anakku bermain.

“Ada apa, Mas?” tanyaku usai menjawab salam dari suamiku melalui panggilan suara itu.

“Nota di celana kemarin tolong disimpan ya. Aku lupa ngasih tahu tadi. Takut kena cuci,” ujar suamiku di seberang panggilan.

“Iya, Mas. Udah aku simpan di lemari,” jawabku.

“Aku pulang agak malam. Nanti makan malam duluan aja. Takutnya aku makan malam dengan customer,” lanjut dia lagi.

Aku mengiyakan apa yang ia katakan. Hingga akhirnya aku tutup panggilan suara itu dan kembali bermain dengan anakku.

***

Hari sudah berganti malam. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Putri kecilku sudah terlelap di kamarnya sejak pukul tujuh tadi. Kini hanya aku sendiri, menonton televisi. Menunggu kedatangan suami.

Tak biasanya Mas Fajar pulang terlalu larut. Biasanya jam setengah sembilan, ia sudah di rumah. Setahuku, tempat kerjanya tutup pukul delapan malam. Itu adalah jam paling malam untuk karyawan di sana lembur.

Pikiranku kacau, perasaanku pun tak menentu. Aku takut terjadi sesuatu dengan suamiku. Tak biasanya dia tak memberi kabar hingga jam segini.

“Ke mana kamu Mas?” gumam ku lirih.

Meski televisi tetap menyala, fokus ku hanya pada ponsel yang sedari tadi aku pegang.

Hingga akhirnya ponselku berdering. Nama yang sedari tadi aku harapkan tertera di layar, kini menghubungiku juga.

“Di mana kamu, Mas? Kenapa belum pulang? Kamu gak apa-apa, kan?” aku mencecarnya dengan banyak pertanyaan.

Kekhawatiran ku tak sanggup lagi aku tahan. Aku tak mau kehilangan suamiku itu. Bagaimanapun dia adalah tulang punggung keluarga. Akan jadi apa aku dan anakku jika dia pergi meninggalkan kami? Aku tak sanggup membayangkannya.

“Aku baru mau pulang, Sayang. Ini sudah mau sampai rumah,” ucapnya dari seberang panggilan.

Aku berjalan – setengah berlari tepatnya, ke depan pintu rumah. Menuju teras rumah, menyambut kedatangan suamiku.

“Maaf ya, sudah membuatmu khawatir,” ucapnya saat melihatku membukakan pintu gerbang rumah kami.

“Terima kasih,” ucapnya lagi.

Kami berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Suamiku jalan menuju kamar sementara aku kemudian menuju dapur dan membuatkan teh hangat untuknya.

Setelah itu, aku membawa teh hangat buatan ku, ke kamar kami di mana suamiku sedang mengistirahatkan diri.

Kulihat suamiku berbaring di atas ranjang kami dalam keadaan masih berpakaian utuh, bahkan sepatunya pun belum ia lepas.

Aku melepas sepatu dan sabuk yang suamiku pakai sebelumnya agar tidurnya tak terganggu dengan pakaian yang mengganggu.

Setelah itu aku berjalan keluar kamar, membiarkan suamiku beristirahat. Aku yakin dia sangat lelah hari itu.

Aku berjalan ke arah dapur. Ku lihat menu makan malam masih utuh di atas meja. Tak sedikit pun aku berniat menyentuhnya dari tadi. Dan kini perutku mulai terasa nyeri, seperti tengah protes meminta untuk segera diisi. Rasa lapar yang dari tadi aku tahan tak dapat lagi diajak kompromi.

Aku makan beberapa suap. Meski terasa sangat lapar rasanya tak berselera karena malam itu aku harus makan sendirian. Baru pertama kali ini aku makan sendiri. Selama 3 tahun pernikahan kami tak pernah sehari pun kami makan malam sendiri.

Aku menyimpan sisa makanan yang tak bisa ku habiskan. Barangkali nanti malam suamiku akan terjaga dan merasakan lapar.

Setelah selesai membereskan dapur, aku kembali ke kamar. Ikut mengistirahatkan diri, bersama suami menuju alam mimpi.

***

Saat tengah hari tak ku dapati Mas Fajar di sampingku. Pria yang tadi terbaring di sisi ranjang sebelahku, tak dapat ku temui.

Namun, kudengar suara air dari kamar mandi. Dan sepertinya Mas Fajar sedang ada di dalamnya.

“Mas, apa kamu di dalam?” tanyaku memastikan.

“Iya. Maaf sudah membangunkan mu,” sahutnya dari kamar mandi.

Aku merasa cukup lega karena Mas Fajar tidak pergi kemana-mana. Aku kembali tidur karena aku masih merasa lelah butuh istirahat mumpung jam dinding masih belum menunjukkan pukul 4.

Aku mencoba menutup kedua mataku, melanjutkan tidur yang tadi sempat terjeda. Namun, rasanya susah bagiku untuk kembali mengarungi mimpi apalagi Mas Fajar sedang tak ada disisi ku.

Akhirnya aku memilih menunggu, meski aku yakin hal itu membutuhkan cukup banyak waktu. Mas Fajar biasanya akan berlama-lama di dalam kamar mandi, paling cepat 30 menit.

Saat aku kembali membuka mata kulihat satu jam sudah berlalu. Namun, suamiku masih belum kembali.

Perlahan aku berjalan menuju kamar mandi. Memastikan bahwa suamiku masih ada di sana.

Namun, siapa sangka aku mendengar sesuatu yang tak seharusnya aku dengar, mungkin?

Aku mendengar Mas Fajar melakukan panggilan suara, dan dia memanggil orang di dalam panggilan itu dengan sebutan sayang.

Sayang?

Apakah mungkin Mas Fajar memiliki wanita lain di luar sana?

Aku kembali menempelkan telingaku ke pintu kamar mandi. Aku tak salah dengar. Mas Fajar benar-benar menyebutkan kata sayang dalam panggilan suara yang tengah ia lakukan dengan seseorang yang aku tak tahu itu siapa.

Mencurigakan? Memang.

Apalagi ini masih bisa di bilang terlalu pagi untuk menerima panggilan. Kalau bukan dari seseorang yang spesial, pasti mereka tak akan saling berhubungan, bukan?

Cara bicara suamiku pun tampak sangat mesra. Prasangka ku pasti tidak salah. Suamiku tak lagi setia. Hatinya sudah mendua. Tapi dengan siapa?

Aku perlu memastikan kembali semua dugaan ku. Aku harus mengumpulkan bukti agar suamiku tak bisa menyangkal lagi. Aku yakin ini bukanlah ilusi dan ini bukanlah mimpi.

“Mas, belum selesai?” tanyaku pura-pura tak tahu.

Aku yakin Mas Fajar saat ini terkejut karena mendengar suaraku.

“B-belum, Sayang. Tunggu sebentar,” kayaknya dari dalam kamar berukuran kecil itu.

Beberapa menit kemudian pintu kamar mandi itu terbuka dan menampilkan sosok Mas Fajar yang tampak sedikit gugup di balik wajahnya yang terlihat lebih segar dari sebelumnya. Pria itu bahkan tak berani menatap kedua mataku saat ini. Seperti ada sesuatu yang tak boleh aku tahu.

“Mas sudah selesai. Kamu mau pakai kamar mandinya?” tanyanya kepadaku.

Aku mengangguk mengiyakan. Aku kemudian berjalan melewati Mas Fajar, menuju kamar mandi. Aku baru membasuh wajahku agar sedikit segar.

Setelah aku keluar dari kamar mandi, kulihat Mas Fajar sudah membaringkan dirinya di atas peraduan kami. Ia tidur membelakangi ku.

Aku mendapati ponselnya ia letakkan di atas meja kecil di samping ranjang.

Aku memastikan Mas wajah benar-benar tertidur terlebih dahulu, sebelum mengambil ponselnya dan melihat isi benda pipih itu.

Dikunci!

Tak seperti biasanya Mas Fajar mengunci layar ponselnya. Kucoba memasukkan tanggal pernikahan kami sebagai kata kunci ponselnya.

Salah!

Ulangi lagi dengan memasukkan tanggal lahir Mas Fajar dan tanggal lahir aku. Masih belum terbuka!

Aku coba lagi dengan tanggal lahir anak kami. Sama saja!

Aku menyerah. Ku letakkan kembali ponsel itu di tempatnya. Aku yakin suatu saat nanti akan tiba waktunya aku bisa membuka ponsel yang dikunci oleh suamiku itu. Dan aku yakin akan tiba saatnya sebuah kenyataan akan terbuka dengan sendirinya.

Karena jam masih menunjukkan pukul 2 dini hari, aku memutuskan untuk melanjutkan tidurku. Lumayan, bukan? Istirahat 2 jam aku rasa cukup untuk meninggalkan tubuhku yang kelelahan ini.

Aku berusaha memejamkan mataku kembali. Namun, rasa kantukku seketika sirna. Saat aku mendengar sebuah notifikasi yang masuk ke dalam ponsel suamiku.

Ku raih kembali benda pipih itu. Ku usap layarnya hingga menyala.

Sebuah pesan diterima, dari seorang wanita tentunya. Hal itu bisa ku pastikan dari gambar profil aplikasi chat berwarna hijau yang menampilkan sesosok wanita berambut panjang yang tengah berpose membelakangi kamera.

“Kenapa tiba-tiba mematikan panggilan? Aku kan masih belum selesai cerita....” aku membaca pesan yang tertera di layar depan.

Cerita?

Apa yang tengah mereka ceritakan? Apakah wanita ini yang tadi suamiku panggil dengan sebutan “sayang”?

Bab terkait

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Ada yang Menghubungi Semalam

    "Siapa dia? Mengapa jam segini mengirim pesan ke nomor Mas Fajar? Tapi, mengapa tidak ada riwayat chatnya?"Dadaku bergemuruh setelah melihat pesan yang tak biasa. Sebisa mungkin aku berusaha menetralkan emosi yang rasanya hendak meledak ini. Ku kembalikan ponsel suamiku di tempat sebelumnya agar suamiku tak tahu bahwa aku mengecek ponselnya. Ku coba memejamkan kedua mataku, berharap setelah ini aku bisa terlelap ke alam mimpi. Susah! Hingga akhirnya aku memutuskan untuk melakukan ibadah di sepertiga malam yang sudah hampir usai karena mendekati waktu subuh. Ku adukan semuanya kepada Sang Pencipta. Aku meyakini bahwa Tuhanku akan mengabulkan doa makhluknya yang benar-benar meminta dan ikhlas. Usai salat malam, aku kembali merebahkan tubuhku di atas kasur. Perlahan tapi pasti, perasaan resah yang sebelumnya menggelayuti, kini telah pergi. Hingga aku terpejam dan kembali ke alam mimpi. Jam menunjukkan pukul empat pagi. Seperti biasa aku terbangun di sekitar jam itu, kadang pukul em

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Bagaimana Kalau Terulang?

    "Bagaimana, Mas?"Mas Fajar terdiam. Ia tampak berpikir tentang jawaban dari pertanyaan ku.Aku hanya berjaga-jaga agar hal itu tak terulang lagi. Orang lain mungkin berpikir bahwa aku terlalu posesif.Tidak!Aku bukan orang picik yang memaksa hati orang lain untukku. Kalau pun ia benar memiliki perasaan dengan orang lain, aku hanya ingin dia mengatakan yang sebenarnya. Sehingga hati ini bisa siap menerima kenyataan yang mau tak mau harus ku hadapi di depan mata.Lebih baik mengetahui dan mempersiapkan diri di awal daripada sakit hati belakangan, bukan?"Aku hanya bisa berjanji bahwa aku tak akan mengulangi yang sama," ujar Mas Fajar menjawab pertanyaan ku."Apa yang akan menjadi jaminan bahwa kamu akan memegang perkataan mu?""Aku tak bisa menjamin apa-apa. Tapi aku berjanji kalau kamu tak akan pernah mendapati aku berbalas pesan seperti itu lagi di kemudian hari." Mas Fajar berjanji.Aku terdiam, meski merasa tak puas dengan jawabannya aku rasa jawaban pria yang seatap denganku itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Apa yang Kalian Sembunyikan?

    Panik? Pasti.Tapi aku berusaha agar tak terlalu menunjukkan bahwa pikiranku sedang tak karuan. Aku berusaha bersikap tenang, meminta nomor penyewa itu kepada Mas Fajar dan menanyai keberadaannya terlebih dahulu.Saya ada di Blitar, Mbak. Maaf belum bisa pulang sore ini soalnya hujan.Begitulah tulisan dalam aplikasi perpesanan berwarna hijau itu.Aku membalas pesan wanita itu dengan kalimat sopanSaya mau telepon, Bu. Mohon dijawab.Aku pun menekan tombol gagang telepon di bagian pojok kanan atas melalui aplikasi yang sama.Terdengar suara panggilan yang tersambung. Namun, tak ada jawaban dari orang yang bernama Endang itu.Tiba-tiba sebuah pesan chat yang masih dari aplikasi berwarna hijau itu diterima.Endang: Maaf, Mbak teleponnya gak bisa saya terima. Soalnya di sini hujan berpetir.Aku merasa ada yang janggal. Ada sesuatu yang salah di sini. Apa kaitannya tak bisa pulang karena hujan dengan mobil?"Lacak GPS!"aku mengirim pesan suara kepada Mas Fajar dan saudara-saudaraku untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Kepercayaan yang Terkikis

    "Apa yang kalian bicarakan? Ada apa lagi?" Suara Bapak membuat kami menoleh. Tidak tahu sejak kapan Bapak di sana dan mendengar pembicaraan kami berdua."Katakan! Apa lagi yang masih kamu sembunyikan?" desak Bapak kepada Mas Fajar."E … em … tidak ada, Pak," sahut Mas Fajar spontan.Aku yakin dia saat ini tidak menjawab dengan jujur."Ya sudah. Nanti Bapak mau tanya sesuatu. Sekarang subuhan dulu," ucap Bapak berlalu menuju masjid tak jauh dari rumah kami.***Seperti yang sudah Bapak katakan saat subuh tadi, beliau memanggil Mas Fajar. Mereka duduk di kursi tamu yang ada di teras rumah. Dan di sana hanya mereka berdua.Aku mendengar beberapa pertanyaan yang dilontarkan bapakku kepada Mas Fajar. Mendengar jawaban suamiku itu, aku merasa kecewa karena Mas Fajar tidak berbicara jujur dan menutupi kenyataan yang ada."Bapak mendengar dari orang lain kalau kamu dekat dengan seorang wanita. Benar begitu?"Mas Fajar terlihat salah tingkah. Dari jendela aku bisa melihat bagaimana dia menyemb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Menguntit Suami Sendiri

    "Bagaimana dia bisa tahu kalau Mas Fajar hendak ke bengkel hari ini? Apa mereka ada janji? Dia sebenarnya siapa?" Aku bergumam pada diri sendiri seraya memegang benda pipih milik Mas Fajar yang terkunci.Khawatir Mas Fajar membutuhkan ponselnya, aku berniat untuk mengantar benda itu kepada pemiliknya. Hanya saja saat aku melewati teras, aku berpikir, dengan apa aku menyusul Mas Fajar? Motorku 'kan dibawa dia ke bengkel.Rasanya aku ingin mengutuk diri sendiri yang sedikit sulit berpikir cepat karena kejadian sebelumnya. Aku masih merasa masalah itu belum sepenuhnya selesai.Saat hendak berbalik, aku mendengar suara motor berhenti di depan rumah. Aku pikir orang lain, ternyata itu Mas Fajar yang kembali pulang. Sudah bisa aku tebak apa yang hendak dia ambil karena terlupa."Yang, ponsel," ucapnya saat melihatku berdiri di teras.Aku pun mengangguk dan berjalan menghampirinya. Benda pipih yang dia maksud masih ada di tanganku. Setelahnya, dia pamit kembali ke tujuan semula.Setelah kepe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Jangan Sampai Dia Tahu

    "Mendong Mbak lihat dulu deh, siapa orangnya. Barangkali Mbaknya tahu," ucap pemilik bengkel yang masih menatap iba ke arahku.Ya, aku yakin dia merasa kasihan kepadaku. Apalagi karena kejadian ini, dia tahu kalau aku mendapat pengkhianatan dari suamiku."Ngga usah kayaknya mending enak langsung dilabrak aja," sahutku datar."Iya, Mbak. Laki-laki ngga setia gitu mah cemen. Masa beraninya sembunyi-sembunyi dari istri. Aku kalau udah nikah, ngga bakal istriku aku duain gitu," timpal pekerja bengkel yang menangani motorku mengompori."Emang kamu udah ada istri, Jo?" tanya sang pemilik bengkel."Hehe, belum bos. Masih nyari. Maaf, Bos. Maaf, Mbak. Abisnya kesel. Dia udah punya istri cantik gini malah nyari cewek baru. Saya aja nyari satu susah dapat. Padahal nih, Mbak, wajah suami Mbaknya itu biasa aja, pas-pasan. Lebih ganteng Pak Bos-"Ucapan pria yang tangan dan pakaian kerjanya lebih banyak noda hitam itu terhenti saat pria berkacamata di dekatku berdeham cukup keras. Tanpa sadar aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Rania atau Shakila?

    "ada apa? Kenapa aku ngga boleh sampai tahu?" tanyaku penuh selidik.Bisa kulihat dengan jelas dua perempuan di hadapanku saling sikut, memberi kode yang hanya mereka pahami maksudnya."Apa yang tadi kalian bicarakan?" tanyaku lagi.Kulihat Shakila menarik napas panjang sebelum menghempaskannya dengan kasar. Dia lantas meraih tanganku yang kebetulan ada di atas meja."Tadinya kami mau memberi kejutan untuk ulangtahunmu. Tapi karena kamu lebih dulu tahu, kami merasa gagal," ucap Shakila dengan raut wajah sedihnya. Begitu pula dengan Rania yang mengangguk dan memasang wajah sedih."Jadinya gagal deh ngasih kamu kejutan ulangtahun," ucap Rania yang kini angkat suara.Aku mengerjap sesaat. Mengingat-ingat kembali kalau memang ulang tahunku tak lama lagi akan tiba. Aku sendiri sudah lupa. Sementara dua orang di hadapanku mengingatnya."Ya udah, aku pura-pura ngga tau aja, deh!" ucapku bercanda.Mereka kompak berdecak. "Mana bisa gitu!" sahut Rania dan Shakila hampir bersamaan. Dan kami pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Sebuah Firasat

    “Yang, Shakila sama Rania mau mampir. Kamu siap-siap ya,” ucap suamiku sore itu.Aku mengernyit bingung. Kenapa Shakila dan Rania menghubungi suamiku? Bukan menghubungiku ke ponselku?“Baik, Mas.” Hanya itu jawaban yang bisa ku lontarkan.Biasanya kalau dua orang temanku itu berkunjung saat sore hari, mereka pasti akan menginap. Dan suamiku sudah paham akan hal itu.Hanya saja aku mulai menyadari sesuatu yang aneh dengan suamiku. Dia merasa bahagia meski nantinya ia harus mengurus anak kami. Tak seperti hari biasanya saat aku meminta tolong untuk menjaga anak kami sebentar.Belum terlalu sore, seorang wanita paruh baya tiba-tiba datang ke rumah kami. Wanita itu mengutarakan niatnya untuk menyewa mobil kami, tanpa sopir.“Nanti anak saya yang akan menjadi sopirnya, Pak. Saya mau sewa empat hari karena mau iring-iringan pengantin ke Blitar,” ucap wanita itu.“Oh, begitu. Baik, Bu. Bisa. Nanti hari Minggu siang, mobilnya harus kembali ke sini ya. Kebetulan banget soalnya, sopirnya ada ac

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17

Bab terbaru

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Rania atau Shakila?

    "ada apa? Kenapa aku ngga boleh sampai tahu?" tanyaku penuh selidik.Bisa kulihat dengan jelas dua perempuan di hadapanku saling sikut, memberi kode yang hanya mereka pahami maksudnya."Apa yang tadi kalian bicarakan?" tanyaku lagi.Kulihat Shakila menarik napas panjang sebelum menghempaskannya dengan kasar. Dia lantas meraih tanganku yang kebetulan ada di atas meja."Tadinya kami mau memberi kejutan untuk ulangtahunmu. Tapi karena kamu lebih dulu tahu, kami merasa gagal," ucap Shakila dengan raut wajah sedihnya. Begitu pula dengan Rania yang mengangguk dan memasang wajah sedih."Jadinya gagal deh ngasih kamu kejutan ulangtahun," ucap Rania yang kini angkat suara.Aku mengerjap sesaat. Mengingat-ingat kembali kalau memang ulang tahunku tak lama lagi akan tiba. Aku sendiri sudah lupa. Sementara dua orang di hadapanku mengingatnya."Ya udah, aku pura-pura ngga tau aja, deh!" ucapku bercanda.Mereka kompak berdecak. "Mana bisa gitu!" sahut Rania dan Shakila hampir bersamaan. Dan kami pun

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Jangan Sampai Dia Tahu

    "Mendong Mbak lihat dulu deh, siapa orangnya. Barangkali Mbaknya tahu," ucap pemilik bengkel yang masih menatap iba ke arahku.Ya, aku yakin dia merasa kasihan kepadaku. Apalagi karena kejadian ini, dia tahu kalau aku mendapat pengkhianatan dari suamiku."Ngga usah kayaknya mending enak langsung dilabrak aja," sahutku datar."Iya, Mbak. Laki-laki ngga setia gitu mah cemen. Masa beraninya sembunyi-sembunyi dari istri. Aku kalau udah nikah, ngga bakal istriku aku duain gitu," timpal pekerja bengkel yang menangani motorku mengompori."Emang kamu udah ada istri, Jo?" tanya sang pemilik bengkel."Hehe, belum bos. Masih nyari. Maaf, Bos. Maaf, Mbak. Abisnya kesel. Dia udah punya istri cantik gini malah nyari cewek baru. Saya aja nyari satu susah dapat. Padahal nih, Mbak, wajah suami Mbaknya itu biasa aja, pas-pasan. Lebih ganteng Pak Bos-"Ucapan pria yang tangan dan pakaian kerjanya lebih banyak noda hitam itu terhenti saat pria berkacamata di dekatku berdeham cukup keras. Tanpa sadar aku

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Menguntit Suami Sendiri

    "Bagaimana dia bisa tahu kalau Mas Fajar hendak ke bengkel hari ini? Apa mereka ada janji? Dia sebenarnya siapa?" Aku bergumam pada diri sendiri seraya memegang benda pipih milik Mas Fajar yang terkunci.Khawatir Mas Fajar membutuhkan ponselnya, aku berniat untuk mengantar benda itu kepada pemiliknya. Hanya saja saat aku melewati teras, aku berpikir, dengan apa aku menyusul Mas Fajar? Motorku 'kan dibawa dia ke bengkel.Rasanya aku ingin mengutuk diri sendiri yang sedikit sulit berpikir cepat karena kejadian sebelumnya. Aku masih merasa masalah itu belum sepenuhnya selesai.Saat hendak berbalik, aku mendengar suara motor berhenti di depan rumah. Aku pikir orang lain, ternyata itu Mas Fajar yang kembali pulang. Sudah bisa aku tebak apa yang hendak dia ambil karena terlupa."Yang, ponsel," ucapnya saat melihatku berdiri di teras.Aku pun mengangguk dan berjalan menghampirinya. Benda pipih yang dia maksud masih ada di tanganku. Setelahnya, dia pamit kembali ke tujuan semula.Setelah kepe

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Kepercayaan yang Terkikis

    "Apa yang kalian bicarakan? Ada apa lagi?" Suara Bapak membuat kami menoleh. Tidak tahu sejak kapan Bapak di sana dan mendengar pembicaraan kami berdua."Katakan! Apa lagi yang masih kamu sembunyikan?" desak Bapak kepada Mas Fajar."E … em … tidak ada, Pak," sahut Mas Fajar spontan.Aku yakin dia saat ini tidak menjawab dengan jujur."Ya sudah. Nanti Bapak mau tanya sesuatu. Sekarang subuhan dulu," ucap Bapak berlalu menuju masjid tak jauh dari rumah kami.***Seperti yang sudah Bapak katakan saat subuh tadi, beliau memanggil Mas Fajar. Mereka duduk di kursi tamu yang ada di teras rumah. Dan di sana hanya mereka berdua.Aku mendengar beberapa pertanyaan yang dilontarkan bapakku kepada Mas Fajar. Mendengar jawaban suamiku itu, aku merasa kecewa karena Mas Fajar tidak berbicara jujur dan menutupi kenyataan yang ada."Bapak mendengar dari orang lain kalau kamu dekat dengan seorang wanita. Benar begitu?"Mas Fajar terlihat salah tingkah. Dari jendela aku bisa melihat bagaimana dia menyemb

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Apa yang Kalian Sembunyikan?

    Panik? Pasti.Tapi aku berusaha agar tak terlalu menunjukkan bahwa pikiranku sedang tak karuan. Aku berusaha bersikap tenang, meminta nomor penyewa itu kepada Mas Fajar dan menanyai keberadaannya terlebih dahulu.Saya ada di Blitar, Mbak. Maaf belum bisa pulang sore ini soalnya hujan.Begitulah tulisan dalam aplikasi perpesanan berwarna hijau itu.Aku membalas pesan wanita itu dengan kalimat sopanSaya mau telepon, Bu. Mohon dijawab.Aku pun menekan tombol gagang telepon di bagian pojok kanan atas melalui aplikasi yang sama.Terdengar suara panggilan yang tersambung. Namun, tak ada jawaban dari orang yang bernama Endang itu.Tiba-tiba sebuah pesan chat yang masih dari aplikasi berwarna hijau itu diterima.Endang: Maaf, Mbak teleponnya gak bisa saya terima. Soalnya di sini hujan berpetir.Aku merasa ada yang janggal. Ada sesuatu yang salah di sini. Apa kaitannya tak bisa pulang karena hujan dengan mobil?"Lacak GPS!"aku mengirim pesan suara kepada Mas Fajar dan saudara-saudaraku untuk

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Bagaimana Kalau Terulang?

    "Bagaimana, Mas?"Mas Fajar terdiam. Ia tampak berpikir tentang jawaban dari pertanyaan ku.Aku hanya berjaga-jaga agar hal itu tak terulang lagi. Orang lain mungkin berpikir bahwa aku terlalu posesif.Tidak!Aku bukan orang picik yang memaksa hati orang lain untukku. Kalau pun ia benar memiliki perasaan dengan orang lain, aku hanya ingin dia mengatakan yang sebenarnya. Sehingga hati ini bisa siap menerima kenyataan yang mau tak mau harus ku hadapi di depan mata.Lebih baik mengetahui dan mempersiapkan diri di awal daripada sakit hati belakangan, bukan?"Aku hanya bisa berjanji bahwa aku tak akan mengulangi yang sama," ujar Mas Fajar menjawab pertanyaan ku."Apa yang akan menjadi jaminan bahwa kamu akan memegang perkataan mu?""Aku tak bisa menjamin apa-apa. Tapi aku berjanji kalau kamu tak akan pernah mendapati aku berbalas pesan seperti itu lagi di kemudian hari." Mas Fajar berjanji.Aku terdiam, meski merasa tak puas dengan jawabannya aku rasa jawaban pria yang seatap denganku itu

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Ada yang Menghubungi Semalam

    "Siapa dia? Mengapa jam segini mengirim pesan ke nomor Mas Fajar? Tapi, mengapa tidak ada riwayat chatnya?"Dadaku bergemuruh setelah melihat pesan yang tak biasa. Sebisa mungkin aku berusaha menetralkan emosi yang rasanya hendak meledak ini. Ku kembalikan ponsel suamiku di tempat sebelumnya agar suamiku tak tahu bahwa aku mengecek ponselnya. Ku coba memejamkan kedua mataku, berharap setelah ini aku bisa terlelap ke alam mimpi. Susah! Hingga akhirnya aku memutuskan untuk melakukan ibadah di sepertiga malam yang sudah hampir usai karena mendekati waktu subuh. Ku adukan semuanya kepada Sang Pencipta. Aku meyakini bahwa Tuhanku akan mengabulkan doa makhluknya yang benar-benar meminta dan ikhlas. Usai salat malam, aku kembali merebahkan tubuhku di atas kasur. Perlahan tapi pasti, perasaan resah yang sebelumnya menggelayuti, kini telah pergi. Hingga aku terpejam dan kembali ke alam mimpi. Jam menunjukkan pukul empat pagi. Seperti biasa aku terbangun di sekitar jam itu, kadang pukul em

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Rambut Basah

    “Sudah bangun, Ki?” sapa ku kepada wanita itu sembari tersenyum.“Em.” Dia menganggukkan kepalanya.“Kamu mau masak?” tanyanya kemudian.“Iya-““Aku bantuin, ya?” tawarnya.Aku mengangguk. Tak ada salahnya kalau aku menggunakan tenaga ya, bukan?Meskipun aku sanggup memasak dalam porsi banyak, bukankah itu hal bagus kalau ada yang membantu? Lebih efisien dan lebih ringan.***Kami berdua memasak banyak menu. Aku yakin makanan yang terhidang itu akan habis. Karena yang akan menghabiskan sarapan pagi itu bertambah dua orang. Belum lagi dua wanita itu akan lebih banyak menghabiskan sayur dan makanan yang mengandung protein. Mereka sedikit makan nasi. Tak sepertiku.Aku yang masih belum menyapih putriku, sering kali merasa lapar. Kalau tak mengonsumsi nasi, rasa lapar masih selalu menghampiri. Tak heran kalau bentuk tubuhku tak seperti dulu lagi.Berat badanku yang sebelumnya hanya empat puluh lima kilo, kini bertambah menjadi lima puluh tujuh kilo. Lengan dan kaki yang membengkak dan per

  • Suamiku Kekasih Sahabatku   Sebuah Firasat

    “Yang, Shakila sama Rania mau mampir. Kamu siap-siap ya,” ucap suamiku sore itu.Aku mengernyit bingung. Kenapa Shakila dan Rania menghubungi suamiku? Bukan menghubungiku ke ponselku?“Baik, Mas.” Hanya itu jawaban yang bisa ku lontarkan.Biasanya kalau dua orang temanku itu berkunjung saat sore hari, mereka pasti akan menginap. Dan suamiku sudah paham akan hal itu.Hanya saja aku mulai menyadari sesuatu yang aneh dengan suamiku. Dia merasa bahagia meski nantinya ia harus mengurus anak kami. Tak seperti hari biasanya saat aku meminta tolong untuk menjaga anak kami sebentar.Belum terlalu sore, seorang wanita paruh baya tiba-tiba datang ke rumah kami. Wanita itu mengutarakan niatnya untuk menyewa mobil kami, tanpa sopir.“Nanti anak saya yang akan menjadi sopirnya, Pak. Saya mau sewa empat hari karena mau iring-iringan pengantin ke Blitar,” ucap wanita itu.“Oh, begitu. Baik, Bu. Bisa. Nanti hari Minggu siang, mobilnya harus kembali ke sini ya. Kebetulan banget soalnya, sopirnya ada ac

DMCA.com Protection Status