Pendapat Butet masuk akal juga, mana mungkin mereka melakukan kekejian seperti itu hanya untuk membawa Abdul Hakim ke luar negeri. Itu artinya sama saja mencelakai untuk menyelamatkan. Lalu siapa yang berbuat seperti itu? Siapa yang menggunting itunya Abdul Hakim.Siang itu aku coba telepon semua orang tua korban. Maksud hati hendak pamit pulang ke desa. Mereka harus tahu perkembangan kasus ini. Atau mereka bisa mengawal kasusnya. Saat aku telepon orang tua seorang anak laki-laki, dia sesunggukan menangis. Satu persatu orang tua korban datang. Istri muda mantan bupati juga datang, kali ini mantan Bupati itu ikut. Semua sudah berkumpul, kami menyewa salah satu ruangan hotel untuk melakukan musyawarah.Saat pertemuan itu baru terungkap yang terjadi sebenarnya. Seorang anak korban pelecehan, anak laki-laki yang tidak mau cerita itu ternyata punya kakak yang coass di rumah sakit umum daerah.Si kakak baru mendengar cerita yang terjadi dengan adiknya. Ternyata adiknya itu sempat disodom
PoV MerrySejak dulu aku selalu suka dengan orang yang lebih tua, yang sikapnya kebapaan. Mungkin karena aku tak pernah merasakan kasih sayang ayah. Saat masih SMA, ketika aku mulai mengenal cinta, yang pertama kukagumi adalah Bang Parlin. Entah kenapa sikapnya selalu membuat aku terkagum-kagum. Rambutnya membuat aku selalu teringat ayah yang dulu hanya pernah kulihat, tanpa pernah kurasakan kasih sayangnya.Aku kenal Bang Parlin saat dia memberikan Zakat dua puluh lima juta untuk tetanggaku. Dia berikan tanpa ada kamera merekam. Sejak saat itu aku jatuh hati pada pria itu. Umurnya mungkin seumuran dengan ayahku yang sudah lama pergi.Aku pun coba mencari nomornya, dapat. Aku coba cari cara untuk bisa dekat dengannya. Pertama aku buat nomor dengan foto profil gadis cantik yang berpakaian setengah telanjang. Baru kirim pesan "Hai" dia sudah blokir aku. Aku coba cara lain, yaitu memakai nomor wa lain dengan foto gadis berjilbab. Akan tetapi tidak pernah dibalas. Sampai akhirnya suatu
PoV Merry 2Aku benci Butet, benci Nia, dari sekian banyak orang, dua orang ini yang paling tahu maksud dan tujuanku. Sialnya suamiku ingin ikut saat ada pertemuan di hotel tempat Nia menginap. Padahal selama ini suamiku ini selalu mencoba menghindari keramaian karena masih banyak yang kenal dia sebagai mantan bupati.Aku makin kesal, Butet dan Nia memojokkanku di pertemuan itu. Suamiku sepertinya sudah terperdaya, dia bentak aku di depan orang ramai. Sakit dan malu rasanya.Saat kami pulang ke rumah, suamiku masih saja berbicara kasar padaku."Maksudmu apa? Mau permalukan anakmu sendiri?" katanya setelah kami sampai di rumah."Bukan, Pak, aki hanya mau bantu, buktinya setelah kubantu baru bisa clear begini, si Nia itu gak tau terima kasih," kataku kemudian."Kau itu hanya bantu dirimu sendiri, ingat gak tujuanmu dulu, menemani aku sampai tua?" kata suami."Aku juga manusia biasa, Pak, ingin juga sesekali dikenal orang," kataku lagi."Iya, terkenallah dengan hal yang positif, jangan y
Chandra serius ternyata, dia tak pulang lagi malam itu. Aku coba tenangkan suami dengan caraku. Memberikan pelayanan untuknya yang sudah semakin menua. Biarpun tua dia tetap bisa melaksanakan tugasnya sebagai suami. perbedaan umur kami yang hampir tiga puluh tahun tidak jadi penghalang. Kini suamiku sudah 54 tahun, sedangkan aku masih dua puluh lima tahun. Anaknya yang paling besar masih sebaya denganku.Putra pulang saat hari sudah menjelang tengah malam. Begitu datang dia langsung marah-marah karena tidak melihat Chandra-abangnya."Maafkan mama, Putra, mama tidak berhasil mendidik kalian, dia bertengkar dengan papanya," kataku seraya meneteskan air mata."Papa yang egois," Putra malah menyalahkan ayahnya."Jangan bilang gitu, Nak Putra, papamu lagi banyak pikiran," kataku lagi.Saat itu suamiku sudah tidur karena kami baru habis bertempur. Salsa entah kenapa terus tidur saja , padahal sudah ada bentak-bentakan pun dia tetap tak terbangun.Hari berikutnya Chandra benar-benar tidak pu
PoV NiaKembali ke aktivitas masing-masing. Torkis malah ikut kami ke desa, katanya dia sudah pamit selama dua Minggu pada istrinya. Diaa masihkah punya waktu satu Minggu lagi. Sedangkan Ucok kembali sekolah seperti biasa. Berkali-kali gurunya minta maaflah karena telah salah dapat informasi. Sementara itu Bang Parlin kembali' menggeluti kesibukan barunya, yaitu membangun pesantren yang masih lima puluh persen pengerjaannya. Dananya tetap dari dua saudara Bang Parlin, Yaitu Bang Parta dan Bang Nyatan. "Aku rindu desa ini, Pak Parlin," kata Torkis di suatu hari, saat itu kami lagi lari pagi kelilingi desa. "Rindu desanya atau rindu kenangannya?" tanya Bang Parlin."Rindu desanya lah, Pak, rindu nangkap ikan di sungai, rindu bawa sapi jalan-jalan," kata Torkis."Asal jangan rindu putri tukang mas itu," kata Bang Parlin seraya tertawa. Torkis saat di desa punya pacar putri saudagar emas. "Gak lah, aku bisa melupakan, Pak, gak seperti bapak gunung pun diukir nama mantan," kata Torkis
PoV MerryBenar dugaanku, Nia dan anaknya akan membuat aku susah, baru saja mereka mereka datang sudah membuat aku salah bicara. Akhirnya mengakui sendiri jika aku yang membuat Chanda dan Putra terusir dari rumah. Untung juga suamiku tidak mendengarnya, sehingga aku masih bisa bernafas lega. Sedangkan perkataan Salsa masih bisa kubantah, tapi Butet?Sejak ada Butet di rumah, dunia kami serasa berubah. Subuh sudah bangun dan salat Subuh. Lalu lari pagi mencari sarapan. Setelah itu guru mereka datang, terus belajar sampai jam dua bekas. Tak ada lagi drama Salsabila belajar masak. Sore harinya Butet malah mengajari Salsa olahraga karate. Mereka latihan di halaman belakang rumah. Magrib salat, setelah salat mengaji. Setelah itu belajar lagi. Lalu mereka main HP. Luar biasa cara Bang Parlindungan mengajari anaknya ini. Teratur dan disiplin sekali.Akan tetapi aku tidak suka Butet ada di sini, perasaanku padanya bercampur Antara benci dan takut, aku mulai cari cara untuk membuat Butet ters
PoV MerryButet ini telah membuat duniaku terasa hancur, impianku sirna sudah. Padahal masih banyak mimpiku yang belum terwujud, aku ingin jadi anggota dewan seperti istri pertama suamiku. Ingin punya kebun sawit yang luas seperti Parlin. Padahal untuk mewujudkan impianku aku sudah mengorbankan banyak hal. Mengorbankan masa muda."Maafkan aku, Pa, aku hanya tidak ingin ada orang lain di rumah ini yang membuat bahagia kita terganggu." kataku lagi, berharap suami masih mengampuniku."Kamu itu sudah keterlaluan, Merry, kamu mau fitnah orang, apablagi yang bisa dipercayai darimu?" kata suami."Ada, Pa, cintaku yang harus papa percayai, aku lakukan semua karena cinta papa, Butet itu hanya akan membuat kita tidak bahagia, Pa, karena itu aku ingin menyingkirkannya, Pa," kataku kemudian."Aku sudah kehilangan respek padamu, Merry," kata suami seraya masuk kamar.Sementara Butet dan Salsa senyum-senyum melihatku, aku makin benci pada Butet. "Puas kau, kan, puas kau setelah orang bertengkar g
Dengan berjalan pelan aku terus ke dapur, botol wadah racun sudah tersedia di kantong. Sebentar lagi akan berpindah ke kantong Salsa. Tak bisa kubayangkan kegegeran yang akan terjadi. Aku akan diwawancarai YouTubers lagi."Assalamualaikum," tiba-tiba terdengar suara salam di pintu, terpaksa aku menghentikan langkah. Ternyata suami sudah pulang. Tanpa bicara dia langsung masuk dan berjalan ke arah dapur. "Mau ke mana, Pa?" tanyaku.Dia tak menjawab, hanya menunjuk ke arah dapur saja. Aku ikuti suami dari belakang, sudah kusiapkan jeritan serta air mata buaya. Tiba di dapur tidak ada apa-apa, Salsa dan Butet tidak ada, kemana dua gadis tersebut?Sementara nasi goreng dua piring tetap di atas meja. Wah, aku dikerjai lagi kah. Suami lalu duduk di kursi."Wah, ada nasi goreng," kata suami seraya mendekatkan piring nasi goreng tersebut."Ambill sendok dulu, Merry," perintah suami.Aku gemetar, keringat dingin membasahi tubuh."Ada dua piring ini, ayok makan," kata suami lagi.Apa lagi yang
PoV NiaAku tak bisa menahan tawa saat tak sengaja mendengar Butet ditembak Sandy, aku justru jadi teringat saat-saat seusia Butet. Bedanya dulu, aku klepek-klepek, sementara Butet tetap pada pendiriannya tidak pacaran. Aku harus bersyukur punya anak gadis seperti ini.Umar lagi, dia menggunakan orang tua angkatnya yang Kapolres itu untuk menunang Butet. Bang Parlindungan bisa menolaknya dengan tegas. Ada apa ini, dalam dua hari, Butet dua kali ditembak langsung."Mak, gara-gara mamak calon wakil bupati, hidupku juga berubah," kata Butet di suatu siang. Saat itu kami lagi makan siang bersama di kantor desa."Kok gitu, Tet?""Gitulah, Mak, tiba-tiba banyak penjilat, bahkan guruku tiba-tiba baik, aku seperti diistimewakan, bahkan ada guru yang bilang, belum pernah ada anak pejabat yang sekolah di situ, dia berharap mamak menang supaya ada anak pejabat sekolah di situ," kata Butet."Ini baik atau buruk, Tet,?" "Entahlah, Mak, baiknya , gak ada yang berani bully aku, Mak, buruknya, banya
PoV ButetKulirik Bang Sandy, dia menunduk sambil mempermainkan kancing bajunya. Dia sepertinya tak berani mengangkat wajah, atau dia sudah patah hati lagi. Harus kuakui perjuangannya, akan tetapi sudah komitmen pada diri sendiri, tidak akan pacaran."Terbuat dari apa hatimu, Butet? aku sungguh-sungguh mengatakan cinta, Kamu malah bilang itu kabar buruk, Ya, Allah, kuatkan hambamu ini," kata Bang Sandy. "Maaf, Bang, kenapa tiba-tiba ngomong cinta? kan sudah kubilang aku tidak pacaran,""Makin lama kupendam, hatiku justru makin tersiksa, Butet, terus makin lama sepertinya akan lebih sulit untuk mengatakan cinta.""Hmmm,""Panah cintaku sudah kutembakkan dari busurnya, langsung mengarah ke jantung hatimu, akan tetapi kamu mematahkannya, tidak apa-apa Butet, setidaknya aku lega, akhirnya panah cinta bisa kutembakkan, sudah lelah memegangnya selama ini," kata Sandy."Abang ngomong apa, sih?" tanyaku."Butet, tolonglah jangan permainkan hatiku, jika kamu menolak, walaupun kecewa, kuterima
PoV ButetSemenjak mamak resmi' jadi bakal calon wakil bupati. Aku justru jadi terkenal, bahkan guru sekolah pun tiba-tiba baik sekali. Seperti saat itu, aku terlambat masuk kelas karena lagi makan bakso. Ini salah tukang baksos itu, pesananku lama datang. Pas datang lonceng tanda masuk kelas sudah berbunyi. Sayanglah baksoku, akhirnya kumakan juga, biarlah terlambat sekali ini.Guru yang satu ini terkenal galak, mengajar bidang studi Bahasa Inggris, akan tetapi saat aku masuk kelas, beliau tidak marah. Justru tersenyum melihatku."Silahkan duduk, Tet," kata ibu tersebut. Tentu saja aku heran.Saat pulang dari sekolah, ibu guru itu malah menawarkan tumpangan untuk pulang. Karena memang ayah gak bisa datang menjemput, aku mau saja, langsung naik motor matic ibu tersebut."Jika makmu jadi wakil bupati, jangan lupa sama ibu ya," kata ibu tersebut saat aku turun di kantor desa."Iya, Bu," jawabku. Ternyata ada mau ibu ini, aku jadi membayangkan kelak jika mamak jadi pejabat akan ban
PoV UcokMamak akhirnya datang melihatku, aku sangat senang sekali, rindu ini akhirnya bisa terobati. Bang Torkis juga ikut, dia jadi pembelaku saat mamak lagi-lagi menyalahkanku. Pesan Ayah jika untuk gaya hidup, anggap saja ayahmu paling miskin' benar-benar kuterapkan, mulai motor sampai bangun rumah bertingkat pun aku tidak meminta sama orang tua. Harus kubuktikan pada dunia, aku bisa mandiri.Malam itu ada musyawarah di masjid, agendanya adalah pembentukan BKM masjid tersebut yang sudah lama vakum. Aku yang jadi panitia pelaksana. Dua hari ini aku sudah mendatangi setiap rumah di lingkungan ini, memberikan undangan untuk musyawarah. Di lingkungan ini ternyata kesadaran orang memakmurkan mesjid sangat rendah. Dari seratusan orang yang diundang, yang datang hanya kira-kira tiga puluhan orang. Padahal undangan itu ditandatangani ketua RW daerah ini.Dalam musyawarah itu tidak ada yang bersedia jadi pengurus masjid, sementara pengurus yang lama sudah pindah. Aku juga akhirnya yan
PoV NiaTernyata tim sukses sudah mempersiapkan semua, begitu aku iyakan, baliho sudah berdiri di pintu gerbang desa kami, juga di simpang. Bupati ini benar-benar serius. "Go, go, Nia, Membangun dari Desa," begitu tulisan di baliho raksasa, fotoku dan foto bupati terpangpang besar. Go, go itu sendiri artinya dalam bahasa Mandailing adalah kuat. Aku hanya duduk manis di rumah, semua dikerjakan tim sukses, dan seluruh dana ditanggung bupati. Katanya dia menghabiskan kebun sawit dua ratus hektar untuk daftar bupati ini.Hari itu Sandy datang berkunjung ke rumah, aku tentu heran, Butet sedang tidak ada di rumah, katanya dia ada ekstra kulikuler di sekolah."Butet belum pulang," kataku sambil mempersilahkan masuk."Aku datang mau bertemu Tante dan Om," jawab Sandy."Ada apa?" tanya Bang Parlin."Jangan terkejut ya, Om, Tante, kata Sandy serata mengeluarkan laptopnya,""Ada apa sih, Sandy, buat deg-degan aja," kataku."Ini, Tante, sebenarnya ini sudah dua Minggu lalu kejadiannya, tapi Uc
"Maju lo, kalau berani!" kataku lagi. Entah kenapa aku merasa tertantang jika bertemu orang seperti ini. Darah mudaku terasa bergolak. Satu temannya mengambil sesuatu dari mobil, satu lagi maju. Kami beradu pukulan beberapa kali, dua pukulanku membuat pria itu terpojok di dinding ruko orang. Ada yang aneh di sini, kalau di kampung ada keributan, orang-orang akan keluar rumah. Di sini, orang-orang justru menutup pintu, ruko yang di samping tadi masih terbuka pintunya kini sudah tutup.Akhirnya ada juga pengendara motor yang berhenti, akan tetapi mereka bukan membantu atau melerai, akan tetapi justru merekam. Aku makin emosi, darah mudaku makin mendidih, beberapa kali pukulanku mendarat di perut pria tersebut, akan tetapi tiba-tiba sebuah pukulan benda tumpul mendarat di kepalaku, aku memegang kepala, terasa dingin, ternyata darah sudah mengucur. Dua orang itu lalu pergi meninggalkanku, sebelum mereka pergi, bahuku masih sempat kena pukulan. Aku ambil HP, menghubungi Bang Bangbang,
PoV UcokBang Bambang benar, ternyata uang kami kurang untuk bangun kamar mandi tersebut, belum selesai dananya sudah habis. Jika kamar mandi tetap yang satu itu, kamar yang baru selesai akan sulit untuk dikontrakkan. Karena kamar mandi yang lain tempat. "Begini saja, Ucok, upah saya gak usah dikasih dulu, semua uangnya belikan bahan, upahku belakanganya saja," usul dari Bang Bambang. Selama ini aku memang menggajinya harian. Kata orang gaji di kota ini dua ratus ribu perhari, segitu lah dia kugaji."Gak bisa begitu, Bang, ada hadis yang artinya, Bayarlah upah pekerja itu sebelum keringatnya kering," kataku."Wah, salut sama Kamu, Cok, masih muda tau agama dan menerapkannya pada kehidupan sehari-hari."Berapa lagi kira-kira butuhnya, Bang?" tanyaku pada Bang Bambang."Kira-kira lima belas jutaan lagi, Cok, baru leluasa," kata Bang Bambang.Padahal, sekali telepon ke orang tua, pasti diberikan, akan tetapi aku ingin mandiri, berdiri di atas kami sendiri, tanpa menyusahkan orang tua
Hari Minggu adalah hari merdeka bagiku, sehabis salat subuh aku bisa tiduran lagi, karena Butet tidak sekolah, dia yang urus Cantik pagi hari. Bangun jam delapan pagi sudah ada sarapan yang dimasak Bang Parlin.Selesai sarapan, ada telepon dari Pak Bupati."Assalamualaikum, Bu Kades," salam bupati dari seberang sana," "Waalaikum salam,""Saya tahu, besok waktu terakhir batasan waktu ibu berpikir itu, tapi kok saya tidak sabaran ya," kata bupati itu lagi."Besok saja saya kasih kepastian, Pak,""Hari ini saja, saya undang ibu dan keluarga makan siang di Lopo Saba," kata bupati itu lagi. Lopo Saba adalah salah satu restoran yang baru buka di daerah kami, warung lesehan yang berada di pinggir sawah, menunya masakan khas Mandailing. "Baik, Pak, kami datang," jawabku."Saya berharap, jika nanti sudah ada jawaban kepastian, karena kita harus gerak cepat, kita butuh puluhan ribu tanda tangan untuk persyaratan mendaftar ke KPU," kata bapak itu lagi."Baik, Pak,""Bang, Butet!" aku berteriak
Aku benar-benar khawatir sekali dengan anakku itu, dugaanku kemarin dia menelepon mau mengadu, akan tetapi tak mau menyusahkan orang tua. Aku ambil HP, coba hubungi Ucok, akan tetapi tak tersambung, HP -nya bahkan tidak aktif. Aku jadi makin khawatir, tak bisa kubayangkan anakku di tahanan polisi.Butet datang, begitu datang dia langsung ikut menonton video tersebut."Butet, Mamak mau ke Jakarta, kalian di sini duku ya?" kataku pada Butet."Cantik?""Mamak bawa,""Mamak baru sehat,""Abangmu dapat masalah, Tet,"Sementara Butet terus memperhatikan video itu."Mak, bukankah ini Annisa?" kata Butet."Nggaklah, Annisa berjilbab panjang, rambutnya gak mungkin pirang," mataku kemudian."Ini Annisa, Mak," kata Butet serata memperbesar foto screenshot."Iyakah?" "Aku yakin ini Annisa, Ayah telepon dulu Pak Ali Akhir," kata Butet.Tepat dugaanku, wanita cantik adalah kelemahan anakku ini, dia pasti sudah dirayu Annisa dan mengajaknya ke tempat hiburan malam."Assalamualaikum, Pak," terdenga