Sepertinya perjuangan masih panjang. Minta bantuan YouTuber itu sepertinya kesalahan fatal, malah bawa mala petaka. Entah apa tujuannya memotong video tersebut. Aku jadi makin geram."Cok, ada kau simpan kan videonya?" tanyaku pada Ucok."Gak ada, Mak, aku lupa untuk menyimpan," kata Ucok."Bukannya otomatis tersimpan, Cok?" tanyaku lagi."Nggak, Mak," kata Ucok, tapi pasti ada yang simpan sebelum dihapus dari sumbernya," sambung Ucok."Jika gak ada?""Dari ribuan orang gak mungkin gak ada, Mak," kata Ucok lagi."Cari, buat pengumuman di Facebook, jika ada yang punya video utuh, kirim ke kita," kataku kemudian.Torkis tiba di rumah saat hari menjelang sore, begitu datang langsung marah-marah. Dia datang sendirian."Mana rumahnya si pedofil itu, mana?" tanya Torkis. Anak angkat kesayangan Bang Parlindungan ini memang punya emosi yang meledak-ledak."Mau ngapain, kau Torkis?" tanya Bang Parlin "Biar dipotong tangannya yang melecehkan itu, mendidih darahku," kata Torkis."Pertarungannya
Biasanya saat dalam perjalanan naik mobil, kami sekeluarga akan diskusi apa saja, kali ini jadi berubah. Ada sedikit pertengkaran. Torkis yang datang marah-marah, Bang Parlin yang juga sepertinya marah' karena kubilang tidak berguna. Aku memang keceplosan, bukan maksudku meremehkan zikir dan doanya, tapi beda kasus dengan ini. Saat aku melihat HP, sudah ramai video lengkap itu menyebar, Ucok meminta bantuan remaja mesjid untuk menyebarkan video tersebut. Jadi ramai diperbincangkan orang, YouTuber itu dihujat karena terbukti memotong video untuk kepentingan Pak Abdul Hakim."Wah, sudah ramai ini," kataku kemudian."Iya, itu counter attack dari kita," kata Ucok."Abdul hakim pasti sudah keringat dingin ini," kataku lagi."YouTuber itu juga gak akan berani speak up lagi," kata Ucok."Sebentar, tidak bisakah kalian bicara bahasan Indonesia saja, sok Inggris kalian semua, nanti bicara bahasa Arab atau Batak aku bingung kalian," kata Bang Parlin."Hahaha, itu hanya istilah, Bang," kataku k
"Maafkan Papa yang selama ini lalai, Salsa," kata Ayah Salsabila. Sudah dalam keadaan begini, Salsabila ternyata tinggal di rumah almarhum orang tuanya bersama dua asisten rumah tangga, Salsabila tidak mau tinggal bersama ibu tirinya. Dua abangnya belum selesai pendidikan. Jadilah anak tersebut seperti sebarang kara dengan harta yang berlimpah.Selesai makan malam, Salsa pulang bersama ayahnya, sebelum mereka pulang, Ayah Salsabila berjanji akan membantu kasus yang menimpa kami. Dia juga geram dengan Abdul Hakim ini. Pukul sembilan lewat sedikit, Raja akhirnya sampai di hotel, dia datang bersama seorang wanita yang mengaku pengacara."Ini Bu Barita, pengacara yang akan mendampingi kalian membuat pengaduan," kata Raja memperkenalkan wanita tersebut.Mulailah pengacara itu diskusi dengan Butet, melengkapi berkas malam itu juga. Kata pengacara ini, kami harus tetap mendampingi, karena Butet masih di bawah umur. "Tenang saja, beliau ini pengacara terbaik di kota ini," kata Raja "Heheh
Perdamaian pun direncanakan hari itu juga, dilaksanakan di kantor polres itu juga, Torkis yang mengatur, dia yang banyak bicara dengan pengacara kedua belah pihak.Aku segera telepon Raja, pengacara yang dia rekomendasikan malah menyarankan damai. "Raja, kau macam mana, Bu Barita malah tawarkan perdamaian," kataku langsung saja begitu telepon tersambung."Dia pengacara handal, Bu, jika dia tawarkan damai, itu artinya karena damai yang terbaik, tipis kemungkinan menang jika lanjut," kata Raja."Tapi ...?" "Bu Nia, Bu Barita pasti tau yang terbaik, dari pada capek berperkara akhirnya kalah juga kan lebih menyakitkan lagi," kata Raja."Ah, gak beres juga kau kutengok," "Bu, aku hanya membantu, Bu, aku hanya tidak ingin bapak dan ibu masuk sel polisi," katanya lagi."Udahlah," kataku kesal.Kulihat Butet, dia tampak seperti biasa, tidak menangis, tidak khawatir, justru aku yang gelisah."Tet, kata mereka akan damai," kataku kemudian saat itu kami sudah kembali ke hotel, rencananya jam
Akan tetapi Torkis ditahan polisi. Dia tampak puas telah bisa mematahkan jari pelaku profil itu. Kami tak langsung pulang, tapi mengunjungi Torkis ke tahanan polisi."Aku baik-baik saja, Bu," kata Torkis saatnya aku menangis melihatnya."Bang Torkis!" seru Butet."Dulu aku dibantu Bapak saat bermasalah hukum, aku mencuri' sawit di kebunnya, dia malah mengangkatku sebagai anak, yang kulakukan ini belum seberapa," kata Torkis."Terima kasih, Torkis," kata Bang Parlin."Iya, Pak, jangan melenceng yar, Pak, atau aku datang meluruskan," kata Torkis seraya tertawa.Kami pulang dari kantor polisi, kembali' ke hotel tempat kami menginap. Entah bagaimana perasaanku, antara puas melihat Abdul Hakim patah tangan dan kasihan melihat Torkis, entah apa yang akan terjadi padanya, apakah dia akan dipenjara, bagaimana istri dan anaknya.Aku coba menelepon Ayu-istri Torkis."Yu, Torkis ditangkap polisi," kataku kemudian. Begitu telepon tersambung."Iya, Bu, aku sudah tahu,dia sudah pamit padaku," kata
Semua sudah berkumpul di hotel, kami menyewa satu ruangan untuk diskusi. Ada empat pasang suami istri datang, ibu tiri Salsa juga sudah hadir, akan tetapi mantan bupati itu tidak ikut datang. Rata-rata orang tua siswa itu seperti orang berada, masing-masing mereka datang naik mobil sendiri. Sekolah itu memang salah satu sekolah elit di kota ini."Aku iri pada siapa namanya yang ditahan polisi?" kata seorang Pria orang tua salah satu siswa."Torkis," jawab Bang Parlin."Aku iri pada Torkis ini, dia bisa mematahkan kaki pelaku, sementara kita yang punya anak diam saja," kata pria tersebut."Iya, kalau bertemu, kupotong itunya," kata seorang ibu.Empat orang dari Komnas PA pun sudah sampai. Mereka berjanji mendampingi semua korban, tak dipungut biaya sepeser pun. Lalu semua anak korban itu dikumpulkan. Bercerita sambil di-videokan orang dari Komnas."Wajahnya nanti pasti kita blur, namanya juga disamarkan, jangan khawatir," kata seorang wanita dari Komnas.Seorang anak lalu bercerita te
Akhirnya Bang Parlin menggunakan ilmunya juga, memang ilmu Bang Parlin terbatas hanya bisa untuk orang yang mencuri miliknya atau keluarganya, berarti Torkis sudah dianggap keluarga sendiri. Atau bisa juga ini hanya gertakan Bang Parlin. Entahlah, yang jelas, Kasat itu langsung gerak cepat. Berkas penangguhan penahanan langsung mereka proses.Kami tetap bertahan di kantor Polres sampai Torkis keluar. Keluarga korban lain sudah pada pulang, tinggal kami sekeluarga, Ucok, Butet, Bang Parlindungan dan aku.Polisi menyuruh kami menunggu berkas itu selesai, juga menunggu Kapolres selesai pertemuan, biar bisa ditandatangani langsung oleh Kapolres.Saat menunggu itu, kami makan siang di kantin polres tersebut. Seorang pria mendekati kami."Keluarga Parlindungan Siregar ya?" kata pria tersebut seraya duduk di depan kami."Ya, benar sekali," "Wah, tak disangka bertemu di sini, saya kenal kalian dari YouTube, mengikuti perkembangan kalian, mulai dari ongkos naik haji yang disumbangkan sampai k
Saat aku telepon guru Ucok untuk minta izin. Guru itu langsung minta maaf, katanya mereka sudah dapat informasi yang salah sehingga menyuruh Ucok pulang hari itu. Guru itu mungkin sudah menonton YouTube, sehingga tahu apa yang terjadi."Dek, bagaimana kalau kita tetap di sini dulu, Ucok kan sudah minta izin tiga hari," usul Bang Parlin, saat itu kami lagi makan bersama."Aku ada waktu sepuluh hari lagi, Pak," kata Torkis."Iya, setuju, sekaligus mengikuti perkembangan kasusnya," kataku kemudian.Akhirnya diputuskan kami tinggal di hotel dua hari lagi. Aku coba telepon Ayu untuk memberi tahu jika Torkis sudah bebas dari tahanan polisi. Ayu mengucapkan "Alhamdulillah" dia begitu yakin pada suaminya. Ternyata sebelum mematahkan tangan Abdul Hakim itu Torkis sudah lebih dahulu memberitahu istrinya. Jika saja ini saatnya Torkis membalas jasa pada Bang Parlin. Dia berjanji akan pulang dalam dua minggu.Saat kami istirahat di hotel setelah selesai makan, terjadi diskusi antara keluarga Parli