Suamiku Tidak Jadul
Season ke-2 part 17
Uang dalam amplop pemberian Cut Ana benar-benar disedekahkan Bang Parlin. Setiap dapat waktu solat, kami singgah di mesjid. Bang Parlin memasukkan uang ke kotak infak.
Mobil kami dan mobil Cut Ana berjalan beriringan, mereka di depan, kami di belakang. Ketika melewati perkebunan karet rakyat, tiba-tiba mobil yang di depan berhenti mendadak. Supir kami ambil jalur kanan untuk menghindari tabrakan, untung juga kenderaan dari arah lain tak ada, sehingga kami aman. Akan tetapi ternyata mobil Cut Ana menabrak pengendara motor. Sayur berserakan di jalan. Seorang pria tergeletak juga.
Kami berhenti, suami Cut Ana turun dari mobil, aku dan Bang Parlin juga. Lelaki pemgemudi motor itu lalu mencoba berdiri.
"Maaf, Pak, saya buru-buru, langsung masuk jalan tadi tanpa melihat," kata pria tersebut.
Dalam hati aku salut dengan pria itu, biasanya bila pengendara motor dan mobil kecelakaan, yan
Suamiku Tidak JadulSeason ke -2 part 18Perjalanan kami lanjut lagi, Ucok dan Butet tampaknya senang saja, macam-macam pertanyaan Ucok, Bang Parlin berusaha menjawab dengan santai."Mak, kata Bu Guru, bumi ini bulat, tapi kita udah jalan jauh, kok belum terasa bulatannya?" tanya Ucok ketika dalam perjalanan.Aku terkesima, sekaligus terdiam, gak tau harus jawab apa. Sungguh aku tak tahu bagaimana cara menjelaskan hal yang begitu pada Ucok yang baru delapan tahun, aku merasa otaknya lebih dulu dewasa dari umurnya."Tanya Ayah," jawabku singkat. Memang selalu begitu, jika ada yang tak bisa kujawab, Bang Parlin yang jadi sasaranku.Akan tetapi karena Bang Parlin sedang tidur, Ucok tak bertanya lagi, dia justru bertanya hal lain."Mak, Childfree itu apa?"Duh, ada-ada saja pertanyaan anak ini, akan tetapi coba kujelaskan."Chidfree itu artinya bebas anak," jawabku singkat.
Suamiku (Tidak) JadulSeason ke-2 part 19Pertemuan itu jadi haru biru. Tangisan Cut Ana begitu memilukan, padahal itu tangis bahagia menurutku. Dia bahagia dengan perubahan drastis suaminya."Bang, hebat juga Abang ya," bisikku pada suami."Ya, iyalah," jawab suami seraya membusungkan dada."Aku serius, Bang, sepertinya Abang cocok jadi semacam penasehat perkawinan," bisikku lagi."Alhamdulillah, dapat pujian dari istri," jawab Bang Parlindungan.Malam itu kami menggelar acara bakar-bakar di depan villa. Ayam dan ikan jadi pilihan. Cut Ana yang jadi koki kali ini, katanya dia akan masak ikan bakar khas Aceh. Bang Parlin tak mau tinggal diam, dia giling cabe beserta ikan asin katanya namanya sambal tuk-tuk. Aneh juga, ikan asin dipisahkan dari tulangnya, baru dicobek bersama cabe dan bawang yang sudah direbus. Tak lagi dimasak, tak lagi digoreng. Kupikir tidak akan enak, akan tetapi ternyata enak sekali.
Suamiku (tidak) JadulSesion ke-2 part 20Kami dapat kabar, sekolah yang dibangun di kampung itu ditawar pemerintah daerah supaya dinegerikan. Karena pemerintahan mau bangun sekolah di daerah tersebut. Jadi karena sekolah kami sudah punya murid banyak, pemerintah daerah menawarkan supaya sekolah itu diubah jadi sekolah negeri.Bang Nyatan, Bang Parta dan Bang Parlindungan pun bermusyawarah lewat virtual."Kalau diubah, otomatis namanya juga berubah, hilanglah nama ayah kita," Kata Bang Parlindungan. Setelah mendengar penuturan Bang Nyatan."Iya, benar, tapi kalau diambil alih pemerintah, kita tak lagi suntik dana seperti selama ini," kata Bang Parta.Selama ini sekolah itu memang gratis. Semua biaya ditanggung Pa Siregar sekeluarga. Tak ada yang bayar sama sekali. Karyawan kebun sangat terbantu dengan keberadaan sekolah itu."Iya, jika kita tolak pun pemerintah akan buka sekolah baru,""Jadi
ParliNiaSeason 3Ucok kini sudah mulai besar, umurnya sudah tujuh tahun. Sudah duduk di bangku kelas dua SD. Sedangkan si Butet sudah sekolah TK. Keseharianku kini mengantar jemput anak sekolah. Sedangkan Bang Parlindungan makin menekuni bisnis jual beli tanah.Siang itu aku terkejut ketika pulang dari jemput anak, ada tamu banyak sekali, yang membuat aku terkejut adalah ada mobil berplat khas polisi. Ada apa ini?Ketika aku masuk, beberapa pria tampak sedang berbicara dengan suami. Aku mendekat, salah seorang tamu berkameja putih menunjukkan berkas padaku, isinya yang membuat aku terkejut, berkas itu surat penangkapan suami, suamiku dituduh terlibat mafia tanah. Duh.Suamiku orang yang malas berurusan dengan polisi, kini dia pula yang jadi tersangka. Yang paling menyakitkan mata dan hati, suamiku diborgol.'Tenang saja, Dek, Abang ta
#ParliNiaseason 3Part 2Bang Parlin benar-benar marah, aku tahu dia tak suka riba, akan tetapi ini sudah darurat, niatku hanya membantu suami, uangnya pun sudah kuberikan semua sama Bang Parlin. Aku hanya sayang emasku, ada yang dari gadis sudah kumiliki."Jangan juallah, Bang," kataku pada suami."Tidak, Dek, Abang tak mau terlibat riba, utangmu itu harus dilunasi, kebun ini dijual saja," kata Bang Parlin."Aku hanya membantu, Bang, aku juga sayang emasku," kataku tak mau kalah.Keputusan sudah bulat, kebun mulai ditawarkan Bang Parlin, aku jadi merasa bersalah sekali. Untuk menebus emas itu tentu tak ada lagi uangku, dalam enam bulan ini kami benar-benar bangkrut."Harta itu hanya titipan, Dek," kata suami ketika aku mencegah dia jual kebun. Tinggal kebun dan rumah harta kami, kalau dijual, apa lagi usaha kami?"Adek gak lulus diuji dengan kemiskinan, ini ujian, Dek, Abang me
Suamiku JadulSesion tigaPart 3Terharu rasanya melihat kekompakan empat bersaudara ini, Bang Nyatan sebagai yang tertua lalu menanyakan berapa modal yang kami butuhkan. Sebenarnya banyak, sawit baru bisa panen empat tahun lagi, sedangkan sapi sudah habis. Sementara usaha sampingan Bang Parlindungan yang jual beli tanah tak diteruskan lagi. Kami butuh modal yang banyak. Untuk meminjam Bang Parlin pasti tidak mau. "Dulu, aku pernah dimodali si Parlin, kalau tak salah waktu itu empat puluh juta, jadi dihitung dengan nilai uang sekarang, sudah banyak. Aku akan berikan seratus juta untuk kalian," kata Bang Nyatan. Aku makin terharu, begitu mudahnya saudara ini membantu saudaranya, uang seratus juta dengan mudah dia berikan. Akhirnya aku kembali ke Medan, anak-anak harus sekolah, sedangkan Bang Parlin masih harus kerja di kebun sawit, sawit yang baru ditanam tak bisa ditinggalkan. Untuk pertama kali semenjak menikah, aku merasakan LDR, berjauhan dengan suami, untunglah kami masih puny
Suamiku JadulSesion 3 part 4Ketika aku sadar, yang pertama kuingat justru anakku."Butet, anakku Butet, mana dia?" kataku seraya memegang kening. Kulihat sekeliling, ada abangku, ada Risda-adik iparku. Kepalaku terasa pusing, ternyata kepalaku diperban."Mana anakku si Butet?" tanyaku lagi.Ya, Allah, apa yang telah kulakukan, aku telah lalai menjaga anak. Bang Parlin akan sangat marah padaku."Mamak!" tiba-tiba kudengar suara khas anak kecil, itu suara anakku. Butet lalu muncul di pintu, dia menangis."Maafkan aku, Mak, aku pulang sama teman gak bilang-bilang," kata Butet."Terima kasih ya, Allah," batinku.Abangku yang mengurus semuanya, aku sudah pingsan lima jam, kepalaku sudah dironxen. Dan Alhamdulillah tak ada hal yang mengkhawatirkan, hanya luka luar saja. Ternyata Butet pulang bersama temannya, dan singgah di mini market untuk belanja, makanya aku cari-cari tidak ada.
Suamiku JadulSesion 3 part 5Semua serasa kembali ke awal. Bang Parlin menerima satu Sapi dari Rara, Sapi betina yang sudah berumur tiga tahun. Sapi itu dicari sendiri oleh Rara di peternak daerah Medan. Di satu sisi aku terharu dengan perhatian Rara, akan tetapi di sisi lain justru aku cemburu. Dia jauh-jauh dari Bandung untuk membantu kami, aku cemburu karena masa lalu Bang Parlin yang sempat dekat dengan Rara."Ini, Bang Pain semua sudah kubayar, bahkan biaya membawanya ke desa pun sudah kebayar," kata Rara seraya menunjuk sapi di atas truk yang sudah parkir di halaman rumah.Sapi jenis limosin, sapi mahal yang beratnya bisa mencapai satu ton."Terima kasih, Rara, kau memang yang terbaik," kata Bang Parlin."Mulai kembali hidupmu, Bang Pain, Abang pasti bisa sukses lagi," kata Rara lagi.Percakapan dua orang ini selalu membuat aku cemburu, Bang Parlin sampai bilang Rara yang terbaik, lah, jadi aku apa