#Suamiku (Tidak) Jadul
Season ke-2 part 13
"Cok, kau bercita-cita jadi apa nanti?" terdengar Bang Parlindungan bertanya sama si ucok kami, saat itu kami lagi duduk-duduk di kebun depan rumah. Halaman rumah kami kini memang mirip kebun. Biarpun kebanyakan tumbuhannya adalah sayur.
"Aku bercita-cita jadi orang Batak, Yah," jawab si Ucok sambil tepuk dada.
Mendengar itu aku jadi tertawa, masa cita-cita jadi orang Batak?
"Ucok, kau itu sudah jadi orang Batak, itu bukan cita-cita, cita-cita itu seperti dokter, polisi, tentara, gitu," Bang Parlindungan coba menasehati.
"Aku orang Medan, Yah, lahir di Medan kok, aku ingin jadi orang Batak kek ayah itu," kata si Ucok lagi.
"Memang kenapa dengan ayahmu?" akhirnya aku bertanya juga.
"Itu tante Rahma bilang ayah orang Batak yang hebat, aku ingin jadi orang Batak yang hebat seperti Ayah," kata si Ucok.
"Siapa Tante Rahma, Cok?" Aku justru m
Suamiku (Tidak) #JadulSeason 2 part 14Bogel-anak nakal itu kini sudah jadi anak pesantren, Bang Parlin membiayai semua. Tadinya ada tujuh orang anak angkat Bang Parlin yang mondok di pesantren. Sekarang tinggal tiga lagi, karena empat orang sudah tamat dan sudah dewasa. Tambah si Bogel ini jadi empat orang.Selama tiga hari Bang Parlin meluangkan waktu mengurus anak tersebut. Ibu anak tersebut sampai tak bisa berkata-kata lagi. Ayah kandungnya saja tak pernah meluangkan waktu satu hari saja untuk anaknya. Itulah yang menyebabkan anak itu nakal. Katanya bila anak kami yang dia ganggu, ayah kandungnya akan datang. Datang memang, tapi hanya memarahi setengah jam, setelah itu pergi lagi tanpa solusi.Bang Parlin pulang dari kampung membawa dua orang pemuda. Aku kenal dua pemuda tersebut, mereka anak angkat Bang Parlin yang sudah tamat dari pesantren. Sudah dewasa pula."Mereka mau cari kerja, Dek," kata suami sebelum aku sempat bertanya.&
Suamiku (Tidak) JadulSeason ke 2 part 15Liburan tiba lagi, akan tetapi tidak seperti biasanya, kali ini Bang Parlin seperti tidak antusias, belum juga dia bahas soal liburan. Biasanya sebelum tiba masa liburan dia sudah bilang duluan."Bang, besok Ucok dah terima raport, ke mana kita liburan akhir tahun?" tanyaku akhirnya, saat itu kami lagi tiduran di depan TV, Ucok dan Butet belum tidur. Mereka asyik bermain."Terserahlah, Dek,""Kita ke luar negeri ya, Bang,""Ah, gak usah, Dek, alam Indonesia sudah bagus dan luas, ngapain ke luar negeri,""Kita liburan tipis-tipis aja kalau gitu,""Liburan tipis itu seperti apa, Dek?""Aduh, Bang, itu lo, liburan gak mahal, yang dekat aja gitu,""Kok namanya tipis-tipis,""Biar romantis, Bang," kataku seraya melirik si Ucok, dari tadi dia belum tidur, jam sudah menunjukkan angka sepuluh. Malam jum'at pula."Ah, kita liburan p
Suamiku #Tidak #JadulSeason ke-2 part 16Siapa Cut Ana? karena tidak tahu bicara dengan siapa, kumatikan panggilan telepon, terus kupriksa akun tersebut. Tak berteman dengan Bang Parlin, kami berteman, tapi belum pernah kulihat dia komen di statusku, penasaran kuklik akunya, cari foto, akan tetapi tak ada foto sama sekali, ini mungkin jenis orang yang hanya melihat tapi tak pernah meninggalkan jejak."Siapa itu, Dek?" tanya Bang Parlin?""Gak kenal, Bang,""Adek ini bagaimana, sih? gak kenal tapi berteman, tau pula nama Abang,""Teman fb-ku hampir lima ribu, Bang, gak mungkin aku kenal semua,"Akun Cut Ana itu menelepon lagi, kali ini dia video call lewat messenger. Aku lihat wajahnya, pakai jilbab hitam, wajahnya seperti tak asing, akan tetapi aku sungguh lupa."Niyet, sombong kali kau, gak kenal lagi samaku," katanya.Aku baru ingat siapa dia, dia Riswana, teman masa SMA-ku. Setahuku dulu
Suamiku Tidak JadulSeason ke-2 part 17Uang dalam amplop pemberian Cut Ana benar-benar disedekahkan Bang Parlin. Setiap dapat waktu solat, kami singgah di mesjid. Bang Parlin memasukkan uang ke kotak infak.Mobil kami dan mobil Cut Ana berjalan beriringan, mereka di depan, kami di belakang. Ketika melewati perkebunan karet rakyat, tiba-tiba mobil yang di depan berhenti mendadak. Supir kami ambil jalur kanan untuk menghindari tabrakan, untung juga kenderaan dari arah lain tak ada, sehingga kami aman. Akan tetapi ternyata mobil Cut Ana menabrak pengendara motor. Sayur berserakan di jalan. Seorang pria tergeletak juga.Kami berhenti, suami Cut Ana turun dari mobil, aku dan Bang Parlin juga. Lelaki pemgemudi motor itu lalu mencoba berdiri."Maaf, Pak, saya buru-buru, langsung masuk jalan tadi tanpa melihat," kata pria tersebut.Dalam hati aku salut dengan pria itu, biasanya bila pengendara motor dan mobil kecelakaan, yan
Suamiku Tidak JadulSeason ke -2 part 18Perjalanan kami lanjut lagi, Ucok dan Butet tampaknya senang saja, macam-macam pertanyaan Ucok, Bang Parlin berusaha menjawab dengan santai."Mak, kata Bu Guru, bumi ini bulat, tapi kita udah jalan jauh, kok belum terasa bulatannya?" tanya Ucok ketika dalam perjalanan.Aku terkesima, sekaligus terdiam, gak tau harus jawab apa. Sungguh aku tak tahu bagaimana cara menjelaskan hal yang begitu pada Ucok yang baru delapan tahun, aku merasa otaknya lebih dulu dewasa dari umurnya."Tanya Ayah," jawabku singkat. Memang selalu begitu, jika ada yang tak bisa kujawab, Bang Parlin yang jadi sasaranku.Akan tetapi karena Bang Parlin sedang tidur, Ucok tak bertanya lagi, dia justru bertanya hal lain."Mak, Childfree itu apa?"Duh, ada-ada saja pertanyaan anak ini, akan tetapi coba kujelaskan."Chidfree itu artinya bebas anak," jawabku singkat.
Suamiku (Tidak) JadulSeason ke-2 part 19Pertemuan itu jadi haru biru. Tangisan Cut Ana begitu memilukan, padahal itu tangis bahagia menurutku. Dia bahagia dengan perubahan drastis suaminya."Bang, hebat juga Abang ya," bisikku pada suami."Ya, iyalah," jawab suami seraya membusungkan dada."Aku serius, Bang, sepertinya Abang cocok jadi semacam penasehat perkawinan," bisikku lagi."Alhamdulillah, dapat pujian dari istri," jawab Bang Parlindungan.Malam itu kami menggelar acara bakar-bakar di depan villa. Ayam dan ikan jadi pilihan. Cut Ana yang jadi koki kali ini, katanya dia akan masak ikan bakar khas Aceh. Bang Parlin tak mau tinggal diam, dia giling cabe beserta ikan asin katanya namanya sambal tuk-tuk. Aneh juga, ikan asin dipisahkan dari tulangnya, baru dicobek bersama cabe dan bawang yang sudah direbus. Tak lagi dimasak, tak lagi digoreng. Kupikir tidak akan enak, akan tetapi ternyata enak sekali.
Suamiku (tidak) JadulSesion ke-2 part 20Kami dapat kabar, sekolah yang dibangun di kampung itu ditawar pemerintah daerah supaya dinegerikan. Karena pemerintahan mau bangun sekolah di daerah tersebut. Jadi karena sekolah kami sudah punya murid banyak, pemerintah daerah menawarkan supaya sekolah itu diubah jadi sekolah negeri.Bang Nyatan, Bang Parta dan Bang Parlindungan pun bermusyawarah lewat virtual."Kalau diubah, otomatis namanya juga berubah, hilanglah nama ayah kita," Kata Bang Parlindungan. Setelah mendengar penuturan Bang Nyatan."Iya, benar, tapi kalau diambil alih pemerintah, kita tak lagi suntik dana seperti selama ini," kata Bang Parta.Selama ini sekolah itu memang gratis. Semua biaya ditanggung Pa Siregar sekeluarga. Tak ada yang bayar sama sekali. Karyawan kebun sangat terbantu dengan keberadaan sekolah itu."Iya, jika kita tolak pun pemerintah akan buka sekolah baru,""Jadi
ParliNiaSeason 3Ucok kini sudah mulai besar, umurnya sudah tujuh tahun. Sudah duduk di bangku kelas dua SD. Sedangkan si Butet sudah sekolah TK. Keseharianku kini mengantar jemput anak sekolah. Sedangkan Bang Parlindungan makin menekuni bisnis jual beli tanah.Siang itu aku terkejut ketika pulang dari jemput anak, ada tamu banyak sekali, yang membuat aku terkejut adalah ada mobil berplat khas polisi. Ada apa ini?Ketika aku masuk, beberapa pria tampak sedang berbicara dengan suami. Aku mendekat, salah seorang tamu berkameja putih menunjukkan berkas padaku, isinya yang membuat aku terkejut, berkas itu surat penangkapan suami, suamiku dituduh terlibat mafia tanah. Duh.Suamiku orang yang malas berurusan dengan polisi, kini dia pula yang jadi tersangka. Yang paling menyakitkan mata dan hati, suamiku diborgol.'Tenang saja, Dek, Abang ta
PoV NiaAku tak bisa menahan tawa saat tak sengaja mendengar Butet ditembak Sandy, aku justru jadi teringat saat-saat seusia Butet. Bedanya dulu, aku klepek-klepek, sementara Butet tetap pada pendiriannya tidak pacaran. Aku harus bersyukur punya anak gadis seperti ini.Umar lagi, dia menggunakan orang tua angkatnya yang Kapolres itu untuk menunang Butet. Bang Parlindungan bisa menolaknya dengan tegas. Ada apa ini, dalam dua hari, Butet dua kali ditembak langsung."Mak, gara-gara mamak calon wakil bupati, hidupku juga berubah," kata Butet di suatu siang. Saat itu kami lagi makan siang bersama di kantor desa."Kok gitu, Tet?""Gitulah, Mak, tiba-tiba banyak penjilat, bahkan guruku tiba-tiba baik, aku seperti diistimewakan, bahkan ada guru yang bilang, belum pernah ada anak pejabat yang sekolah di situ, dia berharap mamak menang supaya ada anak pejabat sekolah di situ," kata Butet."Ini baik atau buruk, Tet,?" "Entahlah, Mak, baiknya , gak ada yang berani bully aku, Mak, buruknya, banya
PoV ButetKulirik Bang Sandy, dia menunduk sambil mempermainkan kancing bajunya. Dia sepertinya tak berani mengangkat wajah, atau dia sudah patah hati lagi. Harus kuakui perjuangannya, akan tetapi sudah komitmen pada diri sendiri, tidak akan pacaran."Terbuat dari apa hatimu, Butet? aku sungguh-sungguh mengatakan cinta, Kamu malah bilang itu kabar buruk, Ya, Allah, kuatkan hambamu ini," kata Bang Sandy. "Maaf, Bang, kenapa tiba-tiba ngomong cinta? kan sudah kubilang aku tidak pacaran,""Makin lama kupendam, hatiku justru makin tersiksa, Butet, terus makin lama sepertinya akan lebih sulit untuk mengatakan cinta.""Hmmm,""Panah cintaku sudah kutembakkan dari busurnya, langsung mengarah ke jantung hatimu, akan tetapi kamu mematahkannya, tidak apa-apa Butet, setidaknya aku lega, akhirnya panah cinta bisa kutembakkan, sudah lelah memegangnya selama ini," kata Sandy."Abang ngomong apa, sih?" tanyaku."Butet, tolonglah jangan permainkan hatiku, jika kamu menolak, walaupun kecewa, kuterima
PoV ButetSemenjak mamak resmi' jadi bakal calon wakil bupati. Aku justru jadi terkenal, bahkan guru sekolah pun tiba-tiba baik sekali. Seperti saat itu, aku terlambat masuk kelas karena lagi makan bakso. Ini salah tukang baksos itu, pesananku lama datang. Pas datang lonceng tanda masuk kelas sudah berbunyi. Sayanglah baksoku, akhirnya kumakan juga, biarlah terlambat sekali ini.Guru yang satu ini terkenal galak, mengajar bidang studi Bahasa Inggris, akan tetapi saat aku masuk kelas, beliau tidak marah. Justru tersenyum melihatku."Silahkan duduk, Tet," kata ibu tersebut. Tentu saja aku heran.Saat pulang dari sekolah, ibu guru itu malah menawarkan tumpangan untuk pulang. Karena memang ayah gak bisa datang menjemput, aku mau saja, langsung naik motor matic ibu tersebut."Jika makmu jadi wakil bupati, jangan lupa sama ibu ya," kata ibu tersebut saat aku turun di kantor desa."Iya, Bu," jawabku. Ternyata ada mau ibu ini, aku jadi membayangkan kelak jika mamak jadi pejabat akan ban
PoV UcokMamak akhirnya datang melihatku, aku sangat senang sekali, rindu ini akhirnya bisa terobati. Bang Torkis juga ikut, dia jadi pembelaku saat mamak lagi-lagi menyalahkanku. Pesan Ayah jika untuk gaya hidup, anggap saja ayahmu paling miskin' benar-benar kuterapkan, mulai motor sampai bangun rumah bertingkat pun aku tidak meminta sama orang tua. Harus kubuktikan pada dunia, aku bisa mandiri.Malam itu ada musyawarah di masjid, agendanya adalah pembentukan BKM masjid tersebut yang sudah lama vakum. Aku yang jadi panitia pelaksana. Dua hari ini aku sudah mendatangi setiap rumah di lingkungan ini, memberikan undangan untuk musyawarah. Di lingkungan ini ternyata kesadaran orang memakmurkan mesjid sangat rendah. Dari seratusan orang yang diundang, yang datang hanya kira-kira tiga puluhan orang. Padahal undangan itu ditandatangani ketua RW daerah ini.Dalam musyawarah itu tidak ada yang bersedia jadi pengurus masjid, sementara pengurus yang lama sudah pindah. Aku juga akhirnya yan
PoV NiaTernyata tim sukses sudah mempersiapkan semua, begitu aku iyakan, baliho sudah berdiri di pintu gerbang desa kami, juga di simpang. Bupati ini benar-benar serius. "Go, go, Nia, Membangun dari Desa," begitu tulisan di baliho raksasa, fotoku dan foto bupati terpangpang besar. Go, go itu sendiri artinya dalam bahasa Mandailing adalah kuat. Aku hanya duduk manis di rumah, semua dikerjakan tim sukses, dan seluruh dana ditanggung bupati. Katanya dia menghabiskan kebun sawit dua ratus hektar untuk daftar bupati ini.Hari itu Sandy datang berkunjung ke rumah, aku tentu heran, Butet sedang tidak ada di rumah, katanya dia ada ekstra kulikuler di sekolah."Butet belum pulang," kataku sambil mempersilahkan masuk."Aku datang mau bertemu Tante dan Om," jawab Sandy."Ada apa?" tanya Bang Parlin."Jangan terkejut ya, Om, Tante, kata Sandy serata mengeluarkan laptopnya,""Ada apa sih, Sandy, buat deg-degan aja," kataku."Ini, Tante, sebenarnya ini sudah dua Minggu lalu kejadiannya, tapi Uc
"Maju lo, kalau berani!" kataku lagi. Entah kenapa aku merasa tertantang jika bertemu orang seperti ini. Darah mudaku terasa bergolak. Satu temannya mengambil sesuatu dari mobil, satu lagi maju. Kami beradu pukulan beberapa kali, dua pukulanku membuat pria itu terpojok di dinding ruko orang. Ada yang aneh di sini, kalau di kampung ada keributan, orang-orang akan keluar rumah. Di sini, orang-orang justru menutup pintu, ruko yang di samping tadi masih terbuka pintunya kini sudah tutup.Akhirnya ada juga pengendara motor yang berhenti, akan tetapi mereka bukan membantu atau melerai, akan tetapi justru merekam. Aku makin emosi, darah mudaku makin mendidih, beberapa kali pukulanku mendarat di perut pria tersebut, akan tetapi tiba-tiba sebuah pukulan benda tumpul mendarat di kepalaku, aku memegang kepala, terasa dingin, ternyata darah sudah mengucur. Dua orang itu lalu pergi meninggalkanku, sebelum mereka pergi, bahuku masih sempat kena pukulan. Aku ambil HP, menghubungi Bang Bangbang,
PoV UcokBang Bambang benar, ternyata uang kami kurang untuk bangun kamar mandi tersebut, belum selesai dananya sudah habis. Jika kamar mandi tetap yang satu itu, kamar yang baru selesai akan sulit untuk dikontrakkan. Karena kamar mandi yang lain tempat. "Begini saja, Ucok, upah saya gak usah dikasih dulu, semua uangnya belikan bahan, upahku belakanganya saja," usul dari Bang Bambang. Selama ini aku memang menggajinya harian. Kata orang gaji di kota ini dua ratus ribu perhari, segitu lah dia kugaji."Gak bisa begitu, Bang, ada hadis yang artinya, Bayarlah upah pekerja itu sebelum keringatnya kering," kataku."Wah, salut sama Kamu, Cok, masih muda tau agama dan menerapkannya pada kehidupan sehari-hari."Berapa lagi kira-kira butuhnya, Bang?" tanyaku pada Bang Bambang."Kira-kira lima belas jutaan lagi, Cok, baru leluasa," kata Bang Bambang.Padahal, sekali telepon ke orang tua, pasti diberikan, akan tetapi aku ingin mandiri, berdiri di atas kami sendiri, tanpa menyusahkan orang tua
Hari Minggu adalah hari merdeka bagiku, sehabis salat subuh aku bisa tiduran lagi, karena Butet tidak sekolah, dia yang urus Cantik pagi hari. Bangun jam delapan pagi sudah ada sarapan yang dimasak Bang Parlin.Selesai sarapan, ada telepon dari Pak Bupati."Assalamualaikum, Bu Kades," salam bupati dari seberang sana," "Waalaikum salam,""Saya tahu, besok waktu terakhir batasan waktu ibu berpikir itu, tapi kok saya tidak sabaran ya," kata bupati itu lagi."Besok saja saya kasih kepastian, Pak,""Hari ini saja, saya undang ibu dan keluarga makan siang di Lopo Saba," kata bupati itu lagi. Lopo Saba adalah salah satu restoran yang baru buka di daerah kami, warung lesehan yang berada di pinggir sawah, menunya masakan khas Mandailing. "Baik, Pak, kami datang," jawabku."Saya berharap, jika nanti sudah ada jawaban kepastian, karena kita harus gerak cepat, kita butuh puluhan ribu tanda tangan untuk persyaratan mendaftar ke KPU," kata bapak itu lagi."Baik, Pak,""Bang, Butet!" aku berteriak
Aku benar-benar khawatir sekali dengan anakku itu, dugaanku kemarin dia menelepon mau mengadu, akan tetapi tak mau menyusahkan orang tua. Aku ambil HP, coba hubungi Ucok, akan tetapi tak tersambung, HP -nya bahkan tidak aktif. Aku jadi makin khawatir, tak bisa kubayangkan anakku di tahanan polisi.Butet datang, begitu datang dia langsung ikut menonton video tersebut."Butet, Mamak mau ke Jakarta, kalian di sini duku ya?" kataku pada Butet."Cantik?""Mamak bawa,""Mamak baru sehat,""Abangmu dapat masalah, Tet,"Sementara Butet terus memperhatikan video itu."Mak, bukankah ini Annisa?" kata Butet."Nggaklah, Annisa berjilbab panjang, rambutnya gak mungkin pirang," mataku kemudian."Ini Annisa, Mak," kata Butet serata memperbesar foto screenshot."Iyakah?" "Aku yakin ini Annisa, Ayah telepon dulu Pak Ali Akhir," kata Butet.Tepat dugaanku, wanita cantik adalah kelemahan anakku ini, dia pasti sudah dirayu Annisa dan mengajaknya ke tempat hiburan malam."Assalamualaikum, Pak," terdenga