"Bukan begitu Bu, tumben ibu mau datang ke kontrakan rumahku ini."
"Terserah kami dong, hanya tinggal di rumah kontrakan kumuh saja belagu."
Aku hanya bisa menghela nafas panjang mendengar ucapan ibu. Daripada menimbulkan keributan, akhinya kusuruh mereka masuk ke dalam rumah. Aku tak ingin menimbulkan keributan dan akhirnya mengundang para tetangga untuk datang. Apalagi saat ini hari sudah mulai menginjak malam.
"Duh panas sekali sih kontrakanmu. Mana suamimu?"
"Mas Aldo masih makan Bu."
Tiba - tiba Mas Aldo sudah berjalan menghampiri kami. Mas Aldo segera mencium punggung tangan ibuku. Itulah yang aku suka dari Mas Aldo, walau sering dicaci maki oleh ibu, namun dia tetap hormat padanya.
"Aldo, kamu mau siksa anak ibu. Kontrakan sempit dan panas seperti ini. Kamu juga Diva betah banget disini. Coba kalau kau dulu menerima lamaran Juragan Dimas, tentu hidupmu tak susah begini."
"Maksud ibu menjadi istri ketiganya begitu. Ogah banget. Sudah tua tapi kelakuannya seperti itu. Sudahlah Bu, jangan menghina Mas Aldo terus. Bukannya ibu dulu yang menyarankan rumah kontrakan ini untuk kami tinggali. Lalu kenapa sekarang protes?"
Aku teringat jika dulu ibu memaksaku untuk menikah dengan juragan Dimas. Tentu saja aku langsung menolaknya karena aku akan dijadikan istri ketiga olehnya. Apalagi kelakuannya yang doyan gonta - ganti pasangan. Membayangkannya saja aku tak sanggup. Apalagi jika hal itu terjadi.
"Ibu hanya menyesuaikan dengan uang suamimu saat itu. Apa kamu sanggup jika mengontrak rumah yang mewah. Sudah syukur teman ibu mau memberikan harga murah setiap bulannya. Tapi ya gak gini juga Aldo, sampai kapan kamu akan menyiksa putri ibu dengan terus saja tinggal disini?"
"Maafkan saya bu, masih belum bisa membahagiakan Diva."
Mas Aldo hanya menundukkan kepalanya seperti mengungkapkan rasa bersalahnya. Aku langsung memegang tangan Mas Aldo seakan mengatakan jika tak perlu merasa bersalah seperti itu.
"Eh Diva, ibu itu perhatian sama kamu. Tak ingin hidupmu susah. Lihatlah barang - barangmu semua di sini. Tak ada barang yang mewah. Kalau tak terpaksa, aku juga ogah menemani ibu datang ke sini."
Mbak Sari menatap kami dengan tatapan tak suka. Mas Aldo seketika mengusap punggungku pelan. Seakan berkata jika aku harus lebih bersabar. Tak ingin berdebat lebih lama akhirnya kutanyakan tujuan mereka kesini.
"Langsung saja Bu. Ada apa ibu dan Mbak Sari tiba - tiba datang ke sini?"
Tak ingin berdebat semakin lama, aku bergegas bertanya apa maksud tujuan mereka datang ke sini. Karena mereka tak biasanya datang kemari tanpa ada suatu alasan apapun.
"Jangan lupa kamu memasak rendang! Karena besok malam, ibu mertua Sari akan datang kerumah ibu."
Ibu melemparkan sejumlah uang ke meja. Aku hanya bisa mengelus dada melihatnya. Setidaknya jika mereka ingin meminta tolong, tak bisakah dengan cara yang sopan. Dengan terpaksa aku mengiyakan permintaan ibu. Karena aku tak ingin lag berdebat dengan mereka.
"Ingat jangan bilang kalau kamu yang masak, biar ini jadi masakan Sari."
Ya begitulah ibu, ibu mertua kakakku alias mantan calon ibu mertuaku dulu sangat menyukai rendang daging sapi buatanku. Hingga setiap kali beliau datang kerumah ibu, beliau ingin dimasakan rendang. Tapi sayangnya Mbak Sari selalu berbohong jika itu masakannya. Aku tak bisa berkutik karena ibu selalu mengancamku.
"Ayo Sari kita pulang! Ibu tak betah lama - lama di sini."
"Iya Bu, lagi pula sudah malam. Sebentar lagi Mas Hendra pulang. Aku harus menyambutnya di rumah."
Aku bernafas lega saat melihat ibu dan Mbak Sari akhirnya keluar dari rumah kontrakan ini. Kulihat mereka sudah pergi menaiki mobil mbak Sari.
Mas Hendra dulu adalah calon suamiku. Namun aku kecewa saat mendapatinya sedang bermesraan dengan Mbak Sari didalam kamar. Mas Hendra berusaha menjelaskannya. Tetapi hatiku sudah terluka karena penghianatan mereka. Entah mengapa mbak Sari tega merebut mas Hendra dariku. Padahal waktu itu kami sudah bertunangan. Dan akhirnya aku harus mengikhlaskan Mas Hendra untuk Mbak Sari.
"Dek ayo masuk! Sudah malam."
"Iya mas. Mas maafkan sikap ibu dan Mbak Sari ya."
"Sudah jangan dipikirkan. Besok pagi, aku antarkan ke pasar ya untuk belanja."
"Terimakasih ya mas. Kamu memang suami yang baik."
Aku menggandeng lengan Mas Aldo dan membawanya masuk ke dalam rumah. Setelah memastikan jika pintu dan jendela sudah terkunci, kami bergegas menuju ke kamar untuk beristirahat. Sebelum tidur, kami selalu mengobrol membicarakan semua hal yag terjadi di hari ini.
"Dek, apa kau menyesal menikah denganku?"
"Mengapa Mas Aldo berbicara seperti itu. Aku bahagia menikah denganmu mas."
"Tapi lihatlah dek, aku belum bisa memberikan tempat tinggal yang layak untukmu."
Ku baringkan tubuhku menghadap Mas Aldo. Seketika mata kami saling bertemu. Kubelai lembut pipinya yang sudah mulai di tumbuhi bulu - bulu halus. Entah kenapa dia begitu tampan sekali.
"Mas, aku sangat mencintaimu. Harta bisa dicari. Tapi kesetiaan itu mahal harganya. Aku sudah cukup bahagia bisa hidup bersamamu. Jadi jangan merasa bersalah. Mas Aldo sudah menjadi suami yang bertanggung jawab selama ini."
"Tiba - tiba saja tubuhku melayang karena kamu memujiku terus dek. Tapi aku janji suatu saat apa yang kau inginkan akan terwujud sayang."
"Amiin mas. Doaku selalu menyertaimu."
Akhirnya kami tertidur dengan posisi saling berpelukan. Saat aku terbangun dari tidurku, tiba - tiba saja Mas Aldo tak ada disampingku. Kulirik jam sudah menunjukan pukul 4 pagi. Sayup - sayup kudengar Mas Aldo berbicara dengan seseorang.
"Kamu siapkan saja presentasinya untuk meeting kita hari ini. Aku mau semuanya sudah siap."Sayup - sayup kudengar Mas Aldo berbicara dengan seseorang. Entah Mas Aldo berbicara dengan siapa. Segera kutepuk pundak Mas Aldo. Seketika dia terkejut dan buru - buru mematikan ponselnya. "Mas Aldo sedang berbicara dengan siapa?""Sayang kamu sudah bangun? Maaf tadi temanku yang menelepon.""Kok langsung dimatikan mas. Memang jadi tukang ojol ada meetingnya ya mas."Tampak wajah Mas Aldo berubah menjadi gugup. Namun setelah itu wajahnya kembali tenang."Oh itu ada donk sayang. Biasanya sesama ojol membicarakan tarif untuk para pelanggan agar mereka tidak kecewa nantinya.""Memang ada ya seperti itu. Aku baru tahu mas. Ya sudah kita sholat Shubuh dulu yuk mas. Lalu kita kepasar. Takut keburu siang.""Siap istriku."Aku tak mau ambil pusing. Mungkin memang tukang ojol ada meetingnya. Akhirnya kami melaksanakan sholat Shubuh berjamaah. Setelah itu Mas Aldo mengantarkanku pergi ke pasar untuk m
Ini kenapa angkanya banyak banget. Mulai kuhitung angka yang tertera pada struk ATM itu. Apa aku tak salah lihat. Dikertas itu tertera angka 23.547.165.175 . Itu artinya saldo ATM mas Aldo sudah puluhan milyar. Aku duduk termenung melihat tulisan di struk itu. Apa mungkin mesin ATM nya eror ya . Sebaiknya kusimpan kertas ini dan kutanyakan pada Mas Aldo nanti.Setelah semua pakaian sudah masuk ke mesin cuci, segera kuputar mesin itu. Dan berlanjut membersihkan rumah ini. Sejak aku menikah, Mas Aldo melarangku bekerja. Dia berjanji akan memenuhi semua kebutuhanku. Karena tugas seorang suami memberikan nafkah untuk istrinya.Akhirnya aku menyetujui perintah Mas Aldo. Karena bagaimanapun juga statusku sekarang adalah seorang istri. Jadi sudah kewajibanku untuk menuruti semua perintahnya. Mas Aldo pun menepati janjinya. Dia selalu memberikan nafkah yang cukup untukku.Kulihat jam sudah menunjukan pukul tiga sore. Rendang sapi buatanku juga sudah matang. Kupindahkan ke dalam kotak dan ku s
Aku tak menghiraukan tatapan tajam Mas Hendra. Aku mengajak Mas Aldo untuk segera masuk ke dalam rumah. Aku bergegas ke dapur untuk memberikan rendang itu pada ibuku."Bu ini rendangnya."Kulihat ibu begitu kerepotan menyiapkan hidangan untuk menyambut keluarga mas Hendra. Sedangkan kulihat Mbak Sari bersantai sembari memainkan ponselnya. "Kamu lama sekali datangnya. Lihatlah aku kerepotan menyiapkan semuanya.""Bu, bukannya ada mbak Sari disini. Kenapa tak minta tolong padanya.""Jangan asal bicara kamu. Sari tak biasa mengerjakan ini semua. Yang ada dapurku akan berantakan jika dia berada di sini."Sejenak aku teringat saat ada arisan keluarga dulu. Ibu meminta bantuan mbak Sari untuk mencuci piring. Namun yang ada semua piring ibu pecah, karena mbak Sari tak becus membawanya. Sejak saat itu, mbak Sari tak diijinkan ke dapur. Entah bagaimana dia melayani suaminya, jika dia tak terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga."Aldo kamu bantu istrimu di dapur! Ibu mau mandi dulu.""Baik Bu."
Aku tak peduli dengan sikap Mama Hendra yang acuh padaku. Toh aku tak pernah berbuat salah pada beliau. Yang ada malah anaknya yang sudah tega menghianatiku. Segera kubawa minuman yang sudah kami siapkan sedari tadi di dapur. "Biar kubantu sayang."Tiba - tiba saja Mas Aldo sudah berada disampingku. Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku. Aku membawa nampan berisi gelas - gelas. Sedangkan Mas Aldo membawa mangkok berisi es buah. "Bagaimana jeng, apa pernikahan anak kita jadi dilakukan di hotel bintang lima?""Terserah mereka saja jeng. Kami sebagai orang tua hanya bisa menurut saja. Bagaimana Hendra, apa kamu ingin dirayakan di hotel bintang lima? Secara kamu anak mama satu - satunya.""Jangan khawatir ma. Mas Hendra pasti setuju. Betulkan sayang? Lagipula pernikahan kita hanya terjadi sekali saja. Jadi aku ingin pesta pernikahan ini menjadi pesta pernikahan yang mewah.""Terserah kalian saja. Aku hanya mengikuti saja. Maaf aku kedepan dulu untuk merokok. Kalian bicarakan saja sem
"Sabar dong ma. Tinggal sebulan lagi ujian untuknya. Setelah itu aku akan membawanya kesana. Tolong mama mengerti keinginanku.""Ya... aku yakin dia akan lulus ujian ini ma. Aku harap mama bisa bersabar sedit lagi. Sudah dulu ya ma. Nanti kutelepon lagi. Aku tak mau rencanaku gagal."Segera aku berpura - pura bermain ponsel. Sebenarnya apa yang mas Aldo sembunyikan. Mas Aldo sedang menguji siapa. Lalu apa orang tua Mas Aldo sudah kembali kr Indonesia, setelah menjadi TKI di luar negeri?Teringat saat menikah dulu, keluarga Mas Aldo tak ada yang hadir. Mas Aldo beralasan jika kedua orangtuanya bekerja menjadi TKI diluar negeri. Karena kontrak kerja yang belum selesai, akhirnya mereka belum bisa pulang.Namun Mas Aldo beberapa kali melakukan video call dengan mamanya. Kulihat mamanya sangat cantik, dan papanya juga tampan. Entah mengapa mereka tak cocok menjadi seorang TKI. Bagaimana tidak, pakaian yang kulihat saat melakukan panggilan video call sangatlah mewah. Seperti bukan bekerja
Seketika ibu merebut sisa brownies yang aku pegang dan membuangnya di lantai. Lebih dari itu, bahkan ibu menginjak sisa brownies itu. Tak terasa air mataku menetes melihatnya. Ibu rela membuang kue ini daripada kumakan. "Kau mau makan brownies ini? Tuh ambil kuenya. Itu hukumanmu karena kamu begitu lancang mencuri kue ini. Aku lebih ikhlas kue ini jatuh kelantai daripada kau makan."Kutatap ibuku dengan tatapan tajamku. Mas Aldo berusaha menenangkanku. Kuhampiri ibu yang sudah melahirkanku itu."Apa lihat - lihat. Sudah tahu kau tak akan mampu membeli kue ini, sok - sok an memakannya."Dengan geram kuambil tasku. Kuambil 5 lembar uang berwarna merah dan kulemparkan kewajah ibuku. Maafkan aku Ya Allah, bukan maksudku durhaka kepada ibuku ini. Tetapi hatiku sakit sekali, karena ibu sudah begitu melukai perasaanku."Siapa bilang Bu, aku tak bisa membelinya. Ambil uang ini Bu! Ambil!""Dasar anak kurang ajar, sini kau!""Ayo mas, kita pergi. Kita disini tak pernah dihargai. Yang ada kit
"Mas kenapa kita berhenti disini?""Kita makanlah sayang. Bukannya tadi kamu lapar?""Tapi mas, ini restoran mahal. Lihat saja yang datang kesini, mereka orang kaya semuanya."Bagaimana aku tak khawatir, kulihat diparkiran motor hanya ada beberapa sepeda motor yang terparkir . Mungkin semua motor ini milik karyawan restoran ini. Sedangkan disana penuh terpampang mobil - mobil mewah yang terpakir. "Kamu tenang saja. Aku dapat voucher makan gratis disini. Sayang dong kalau tidak di gunakan.""Oh ya... wah beruntung sekali ya kita bisa makan direstoran mewah ini.""Tentu dong sayang, ya sudah kita masuk yuk."Mas Aldo melepaskan helm yang kupakai dan menghapus sisa air mataku yang jatuh tadi. Aku seketika tersenyum merasakan perhatian mas Aldo."Jangan menangis lagi ya. Aku tak bisa melihatmu begini."Aku pun mengangguk dan tersenyum ke arah Mas Aldo. Hanya dia yang bisa membuat hatiku tenang saat ini.Mas Aldo langsung menggandeng tanganku untuk masuk ke dalam restoran ini. Tampak seor
"Mas, maafkan ibu ya. Seharusnya Mas Aldo jangan membaca pesan ini.""Ini sudah tak bisa dibiarkan sayang. Aku sudah cukup bersabar selama ini menerima hinaan ibumu. Waktunya kita tunjukan pada mereka, kalau mereka tak bisa lagi meremehkan kita.""Sudahlah mas, biarkan saja. Yang paling penting saat ini kan bagaimana perasaanku padamu. Apapun keadaan suamiku, aku akan menerimanya. Dan selamanya aku akan tetap mencintaimu.""Maafkan aku ya dek, belum bisa membahagiakanmu. Bahkan saat ini kita hanya tinggal di kontrakan yang sempit itu.""Asal tinggal bersamamu, dimanapun akan merasa nyaman mas.""Terimakasih ya sayang, sudah menerimaku apa adanya."Aku tersenyum dan langsung menggandeng lengan Mas Aldo. Mas Aldo mengajakku menunggu di depan, karena pelayan sedang membungkuskan makanan maish utuh. Tak lama kemudian datang beberapa pelayan membawakan banyak kotak berisi makanan. Aku sedikit terkejut karena mereka membawa kotak makanan yang tidak sedikit."Pak Aldo ini pesanannya," beber
Hari ini adalah hari bahagia untuk Sari. Setelah satu bulan lamanya menyiapkan rencana pernikahan, akhirnya hari itu tiba. Sari berpenampilan cantik dengan kebaya putih yang melekat ditubuhnya. Sari tetap memakai hijab sehingga menambah kecantikannya.Fery yang melihat penampilan Sari saat itu seketika tak bisa menyembunyikan perasaan kagumnya. Fery sudah tak sabar ingin menghalalkan wanita yang dicintainya itu.Akad nikah dilaksanakan di kediaman Wijaya. Semua tamu sudah hadir untuk menyaksikan acara sakral itu. Dengan sekali ucap, proses ijab kabul itu sudah terlaksana. Kini Fery dan Sari sudah resmi menjadi suami istri.Ucapan selamat mulai terdengar dari para tamu. Sengaja Sari menginginkan pesta pernikahan yang sederhana karena dirinya tak pantas untuk mengadakan pesta mewah. Namun nyatanya Fery memberikan kejutan pada dirinya.Setelah proses akad nikah itu, Fery mengajak Sari ke hotel untuk menjalani resepsi pernikahannya. Sebelumnya Sari sudah didandani layaknya pengantin."Mas
Fery turun dari mobilny dengan pakaian jasnya. Sari begitu terkejut saat melihat kedatangan Fery. Namun yang membuatnya semakin terkejut, Fery tak datang sendiri. Fery datang bersama dua orang laki - laki dan perempuan yang usianya tak muda lagi. Sari yakin jika kedua orang itu adalah orang tua Fery.Ada perasaan rindu dihatinya setelah lama tak bertemu dengan laki - laki itu. Fery tersenyum sembari membawa buket bunga di tangannya."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam. Kamu kenapa kesini?""Boleh aku bertemu dengan kedua orangtuamu?""Untuk apa bertemu dengan bapak dan ibu?""Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan mereka." Belum Sempat Sari menjawab, Wijaya keluar dan menatap beberapa orang yang tak dikenalinya. Namun dia mengingat ssok Fery yang merupakan teman Aldo."Lho kamu bukannya teman Aldo ya? Siapa namanya?" Wijaya berusaha mengingatnya. Namun dia tak kunjung mengingatnya."Benar pak. Saya teman Aldo. Nama saya Fery.""Ah iya nak Fery. Mereka siapa?""Mereka kedua orang
“Kenapa menyendiri disini? Tidak gabung dengan lainnya di dalam.”“Aku lebih suka disini. Apalagi suasananya begitu tenang.”“Oh begitu. Hmnn sebelumnya apa aku boleh bertanya sesuatu?”“Tentang apa ya?”“Apa kamu sudah punya kekasih?”Sari seketika tersenyum mendengar pertanyaan Fery. “Apa Aldo tidak cerita kalau saya ini seorang janda.”"Ya Aldo sudah mencertakan semuanya. Tapi saya hanya ingin memastikan saja jika anda belum mempunyai kekasih.""Tapi apa tujuan anda menanyakan hal itu? Padahal pertanyaan itu sangatlah pribadi.""Maaf jika saya terkesan lancang. Hanya saja sejak pertama kali saya bertemu denganmu, saya mulai jatuh cinta padamu."Sejenak Sari terdiam dan menatap wajah Fery. Dia tak menyangka jika ada laki - laki yang tiba - tiba mengungkapkan perasaannya."Bagaimana bisa anda tiba - tiba menyukai saya. Padahal kita baru saja bertemu hari ini.""Lebih tepatnya dua kali aku sudah bertemu denganmu.""Tapi kamu belum tahu siapa saya sebenarnya. Apalagi masa lalu saya ya
PlakPlakDua kali tamparan berhasil mendarat di pipi Hendra. Hendra hanya bisa meringis menahan rasa sakitnya.“Apa yang kau lakukan pada putriku!!!”“Papa, aku tak sengaja pa. Maafkan aku.”“Kau pikir aku bodoh. Ingat jika terjadi sesuatu pada putriku, kau orang pertama yang akan kuberi perhitungan.”“Maafkan aku pa.”“Kau tahu kan bagaimana kejamnya keluarga Sanjaya. Aku bisa menghancurkanmu dalam waktu sedetik saja. Selama ini saya membiarkan putriku bersamamu. Kuturuti semuanya agar dia bisa bahagia dan tanpa kekurangan apapun saat hidup denganmu. Tapi apa yang kami dapatkan sekarang. Kau membuat putriku hampir saja kehilangan nyawanya.”Hendra seketika berlutut di hadapan papa mertuanya itu. Dia tak ada niatan untuk melakukan hal seperti itu. Tak bisa dia bayangkan nantinya jika Sanjaya akan menghancurkan hidupnya.“Maafkan aku pa. Aku memang bersalah. Aku akan melakukan apapun untuk menebus semua kesalahanku.”Perhatian semua orang tertuju pada Hendra. Namun Sanjaya tak menggub
Tangan Dewi bergetar saat melihat foto Hendra sedang bermesraan dengan beberapa wanita cantik. Dewi tak menyangka jika suaminya tega melakukan hal itu.Dewi melemparkan ponselnya ke arah ranjang tempat tidurnya. Setelah itu dia membanting foto pernikahannya yang terpajang di dinding kamarnya. "Kurang ajar kamu Hendra. Berani sekali kamu menghianatiku."Dengan nafas memburu Dewi mengambil ponselnya. Dewi pun menghubungi seseorang untuk melakukan sesuatu pada Hendra."Halo, tarik semua investasi dari perusahaan suamiku. Dan satu lagi blokir ATM dan kartu kreditnya."Baik nona akan kami laksanakan."Dewi mengambil koper dan memasukkan semua barang Hendra ke dalamnya. Setelah itu Dewi menyeret koper itu keluar dari kamar ini. Dengan bantuan asisten rumah tangganya, koper itu sudah berada diluar. Kini Dewi sudah menunggu kepulangan suaminya itu.Hendra yang berada di ruangan kantornya begitu terkejut saat menerima kabar dari sekretarisnya jika Dewi menarik semua saham di perusahannya yang
"Ada apa Sari? Kenapa kamu terlihat gelisah begitu?""I...ni Bu."Sari menunjukkan pesan yang dikirimkan Hendra pada dirinya. Ratna pun akhirnya membaca pesan itu. Aku tidak akan menyerah untuk membuatmu kembali padaku. Bersiaplah sayang suatu hari kita akan bersatu lagi."Astaga, kamu harus lebih hati - hati mulai sekarang Sari. Kalau perlu biar bapak yang mengantarkan dan menjemput kamu."Wijaya yang baru saja menunaikan sholat Maghrib menghampiri ibu dan putrinya itu. Tampak Sari begitu ketakutan setelah memegang ponselnya."Ada apa Bu? Kenapa kalian begitu ketakutan sekali.""Pak, rupanya Hendra masih saja menganggu Sari. Bapak baca ini pesan darinya."Wijaya membaca pesan itu. Setelah itu terlihat kilatan amarah dari wajahnya."Kurang ajar, masih saja dia menganggu putriku.""Pak aku takut, bagaimana kalau suatu saat dia mengangguku.""Kamu tenang saja Sari. Mulai besok bapak akan mengantarkan dan menjemputmu.""Tapi bapak kan kerja. Lagipula arah kantor Sari dan pabrik bapak be
Di kediaman rumah Aldo yang mewah, tampak mereka sudah mempersiapkan kejutan untuk menyambut kepulangan Diva dari rumah sakit. Begitu banyak hiasan balon dan juga tulisan selamat datang untuk menyambut Diva. "Wah ini bagus sekali do.""Iya Bu, ini semua hasil kerja keras semua pelayan disini. Mereka begitu menyayangi Diva sehingga mereka rela lembur seharian demi kejutan ini.""Diva memang pantas mendapatkannya. Karena dia memang orang yang baik.""Ya sudah Bu, sebentar lagi Diva datang. Mama dan papa sudah menjemputnya.""Kalau begitu kita bersiap - siap. Sayang sekali tak ada bapak disini.""Siapa bilang aku tak ada disini.""Lho pak, bukannya bapak ke rumah kita yang baru untuk meletakkan barang - barang kita?""Kamu tenang saja Bu, semua sudah beres. Itu berkat bantuan anak buah Aldo.""Syukurlah kalau begitu.""Hmnn sepertinya Diva sudah datang. Ayo kita bersiap menyambutnya."Mereka semua berkumpul di balik pintu tak terkecuali semua pelayan yang bekerja di rumah itu. Para pela
"Sebaiknya kamu pulang. Ibu tak ingin terjadi fitnah diantara kalian.""Tapi Bu, jika diizinkan aku ingin rujuk dengan Sari. Aku menyesal karena telah menceraikannya.""Gila kamu mas. Tak sudi aku kembali bersamamu. Lebih baik aku jadi janda seumur hidup daripada harus kembali denganmu.""Jangan sok jual mahal kamu Sari. Kamu tak ingat dengan perselingkuhanmu dulu? Dengan gampangnya kau memberikan tubuhmu untuk orang lain."Plak ...plak ..Dua tamparan tiba - tiba diberikan Ratna kepada mantan menantunya itu. Dengan nafas yang memburu, Ratna mengusir Hendra dari hadapannya."Pergi kamu...pergi!!! Berani sekali kamu menghina putriku. Memang saya akui putriku memang bersalah. Tapi kamu tak pantas menghina dirinya."Ratna berbicara seperti itu sembari membelalakkan matanya. Hendra tak terima dan ingin membalas mantan ibu mertuanya itu. Matanya memerah seolah ingin melahap habis lawan dihadapannya."Beraninya anda menampar saya. Saya bisa menghancurkan keluarga anda. Anda salah berhadapan
Sari dan Ratna begitu terkejut melihat rumah yang ditunjukkan oleh Wijaya. Rumah itu jauh lebih besar dari rumah yang saat ini mereka tempati."Pak, ini rumah bapak sekarang?""Ya, lebih tepatnya rumah kita.""Tapi rumah ini bagus sekali pak. Bapak dapat uang darimana? Jangan bilang Aldo yang memberikannya?" Ratna tampak khawatir saat tahy suaminya tiba - tiba membeli rumah sebagus ini."Bukan, ibu tenang saja. Ini murni uang bapak. Sebenarnya rumah ini bapak hadiahkan untuk Diva. Kalian masih ingat gak, Aldo pernah kasih uang bapak sebagai pengganti biaya resepsi Sari yang batal?""Oh ya, aku ingat pak. Tapi harga rumah ini pasti mahal pak. Dan untuk membeli rumah ini butuh uang yang lebih banyak.""Ya bapak tahu. Maka dari itu, bapak menjual rumah kita yang lama. Alhamdulillah rumah lama kita sudah laku dan akhirnya bapak bisa membeli rumah ini.""Alhamdulillah kalau begitu pak. Aku turut bahagia mendengarnya.""Kalian mau lihat suasana di dalam?""Boleh pak. Ayo Bu kita masuk."Ra