Share

Flashback Off

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-05 20:49:04

Setelah beberapa lama mencari, Dinda akhirnya menemukan buku yang diinginkannya. Setelah membayar, dengan jantung berdebar, ia memberanikan diri mengajak Dirga.

"Kak, sebagai rasa terima kasih saya, gimana kalau kakak saya traktir makan di restoran itu?" Dinda menunjuk ke arah restoran di ujung mall, matanya penuh harap.

Dirga menatap Dinda sejenak, lalu menggeleng. "Nggak usah, aku tidak lapar. Kita langsung aja pulang. Habis ini aku ada janji sama temanku untuk main basket," jawabnya dingin.

Dinda merasa seperti ada yang meremas jantungnya. "Baiklah kalau begitu, kita langsung pulang saja," ujarnya, berusaha menyembunyikan kekecewaannya.

Di dalam mobil, keheningan kembali menyelimuti mereka. Dinda sibuk dengan pikirannya, membayangkan skenario makan siang romantis yang kini hanya tinggal angan-angan.

Tiba-tiba, Dirga menepikan mobilnya di jalan yang sepi. Dinda tersentak dari lamunannya.

"Kenapa berhenti, Kak?" tanyanya bingung.

Dirga menatap lurus ke depan. "Aku mau ngomong sesuatu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Cemburu dengan Anisa

    Bella dan Cici saling melempar pandang cemas, tapi tak ada yang berani memotong. Dinda meletakkan gelasnya, senyum misterius tersungging di bibirnya."Lihat saja nanti," ia berkata, matanya berkilat penuh tekad dan sesuatu yang lebih gelap. "Anisa akan menyadari, bahwa ia telah membuat kesalahan terbesar dalam hidupnya ketika ia meremehkanku. Dan aku? Aku akan ada di sana, menyaksikan semuanya terjadi."Dengan kalimat itu, Dinda mengakhiri pembicaraan mereka, meninggalkan Bella dan Cici dalam keheningan yang dipenuhi antisipasi dan sedikit rasa takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya.Di sebuah kafe yang nyaman di pusat kota Jakarta, Siska duduk sendirian, jemarinya mengetuk-ngetuk cangkir kopi yang sudah setengah kosong. Matanya menatap jauh ke luar jendela, tapi pikirannya berada di tempat lain. Hiruk pikuk kota besar yang biasanya memenuhi pikirannya kini tak lebih dari sekadar latar belakang buram.Tiba-tiba, ponselnya berdering, memecah lamunannya. Nama "Ibu" muncul di layar

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kejutan dari Dimas

    Sekolah mengadakan kompetisi bakat tahunan, dan baik Siska maupun Anisa memutuskan untuk ikut serta. Anisa, dengan suara emasnya, akan menyanyi. Siska, yang sudah berlatih karate selama bertahun-tahun, memutuskan untuk menampilkan demo bela diri.Selama berminggu-minggu sebelum kompetisi, rumah dipenuhi dengan suara Anisa yang berlatih. Ibu sering duduk di samping piano, memberikan komentar dan saran, kadang bahkan memanggil guru vokal untuk membantu Anisa.Sementara itu, Siska berlatih sendiri di halaman belakang. Setiap sore, ia menghabiskan berjam-jam menyempurnakan gerakannya, berkeringat di bawah terik matahari.Suatu hari, saat Siska sedang berlatih, Ibu keluar ke halaman."Siska, bisa tolong kecilkan suara hitunganmu? Anisa sedang berlatih di dalam, suaramu mengganggu konsentrasinya," pinta Ibu.Siska mengangguk, menelan kekecewaan. Ia bahkan tidak yakin ibunya tahu apa yang sedang ia latih.Malam sebelum kompetisi, keluarga berkumpul untuk makan malam. Ayah mengangkat gelasnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Siska tahu semuanya

    Di ambang pintu, berdiri kakaknya, Dimas. Tapi bukan itu yang membuat Siska terkejut. Di samping Dimas, bergelayut mesra seorang wanita muda yang tidak dikenalnya. Tangan Dimas melingkar di pinggang wanita itu, gesture yang terlalu intim untuk sekadar teman.Siska cepat-cepat menunduk, bersembunyi di balik bukunya. Otaknya berpacu, mencoba memahami apa yang dilihatnya. 'Siapa wanita itu? Kenapa mereka begitu mesra?' batinnya bertanya-tanya.Dimas dan wanita itu memilih meja di sudut lain cafe, cukup jauh dari Siska namun masih dalam jarak pandangnya. Mereka tampak begitu bahagia, tertawa dan berbisik-bisik, seolah dunia hanya milik berdua.Siska merasakan dadanya sesak. Dia tahu Dimas sudah menikah dengan Dinda, selama empat tahun. Mereka adalah pasangan yang sempurna di mata semua orang. Siska mengerutkan kening, bertanya-tanya dalam hati."Siapa wanita itu? Kenapa mereka begitu mesra?" gumam Siska pada dirinya sendiri. Rasa penasaran mengalahkan akal sehatnya. "Aku harus ke sana, me

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-06
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   kemarahan dinda

    Dimas memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi melalui jalan-jalan kota yang padat. Jantungnya berdegup kencang, pikirannya dipenuhi kekhawatiran, takut semua kebohongannya terbongkar. Setibanya di rumah, ia membanting pintu mobil dan berlari masuk."Dinda! Dinda! Dimana kamu?" teriak Dimas, suaranya menggema di seluruh rumah.Ibunya yang sedang di dapur, terkejut mendengar teriakan putranya. Dengan cemas, ia bergegas ke ruang tamu."Ada apa, Dimas? Kenapa teriak-teriak begitu?" tanya ibunya dengan nada khawatir.Dimas terengah-engah, "Ibu tahu dimana Dinda?""Dia ada di kamar," jawab ibunya, lalu mengernyitkan dahi. "Memangnya ada apa, sih? Kamu kelihatan panik sekali."Dimas mengusap keningnya yang berkeringat. "Nggak ada apa-apa, Bu. Tadi Dinda nelpon, nyuruh aku cepat pulang.""Loh, terus kenapa kamu panik begitu? Apa terjadi sesuatu?" desak ibunya, rasa penasaran semakin menjadi."Aku... aku nggak tahu, Bu," Dimas tergagap. "Suaranya di telepon terdengar aneh. Aku khawatir..."Ibu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-07
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Pekerjaan baru

    Dinda membuka pintu, wajahnya menunjukkan kebingungan. "Siska? Ada apa? Ada apa kamu mencariku?"Siska, dengan napas terengah-engah, mulai berbicara, "Ada sesuatu yang ingin kuceritakan, ini tentang-" Kalimatnya terputus ketika ia melihat Dimas berjalan menuju pintu. Mata mereka bertemu, dan Siska bisa melihat jelas isyarat di mata Dimas, memohon agar ia tidak memberitahukan rahasia apapun."Ada apa, Sis? Kenapa kamu diam? Apa yang mau kamu katakan?" tanya Dinda dengan penasaran.Dimas, yang berdiri di belakang Dinda, kembali memberi isyarat kepada Siska melalui gerakan bibirnya tanpa suara, "Aku mohon, jangan katakan apapun," sambil menggelengkan kepalanya pelan.Siska menelan ludah, pikirannya berpacu mencari alasan. "Mmm... itu... aku mau tanya," ia terbata-bata, berusaha mengalihkan pembicaraan. "Kata ibu, kamu melihat Anisa sekarang bekerja di butik sebagai pelayan toko. Apa itu benar?"Dinda menghela napas, terlihat sedikit kecewa. "Oh, kukira ada hal yang sangat penting yang i

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Masa lalu

    "Dulu, Dinda pernah meminta tolong padaku untuk mengenalkannya dengan kakak kelas kita, namany Dirga."Adrian mendengarkan dengan saksama, tampak tertarik dengan cerita istrinya."Waktu itu aku berhasil mengajak Dirga untuk menemani kami ke toko buku. Tapi sebenarnya itu cuma akal-akalan kami agar Dinda bisa dekat dengan Dirga," jelas Anisa."Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Adrian, tidak sabar mendengar kelanjutannya."Saat di toko buku, aku pura-pura dapat telepon dari ibu dan meninggalkan mereka berdua," lanjut Anisa. "Tapi keesokan harinya, Dinda langsung menjauhi dan mengacuhkanku.""Aneh sekali sayang." Ucap Adrian.Anisa mengangguk lesu. "Ya, aneh sekali memang, Mas. Mungkin terjadi sesuatu di antara mereka berdua saat di toko buku."Adrian mengelus lembut punggung istrinya. "Ya sudah, sayang. Jangan terlalu dipikirkan lagi, ya? Sekarang kamu istirahat saja dulu. Kamu kelihatan capek sekali."Anisa tersenyum lemah. "Iya, Mas. Makasih." Ia mengecup pipi Adrian sekilas.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kamu ketahuan

    "Daniel... Jadi dia dalang di balik semua ini," gumam Adrian, suaranya bergetar menahan amarah. "Tapi bagaimana mungkin? Dia bahkan tidak bekerja di kantorku."Adrian menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Tenang, Adrian. Berpikirlah jernih," bisiknya pada diri sendiri. "Jika bukan Daniel langsung, pasti ada orang dalam yang membantunya. Tapi siapa?"Adrian menghela napas berat, matanya menyapu area parkir yang dipenuhi kendaraan. Ia mengencangkan topi seragam juru parkirnya, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mendera."Aku harus selidiki ini semua," gumam Adrian dalam hati, tangannya gemetar saat ia mengarahkan sebuah mobil ke tempat kosong."Siapa?" bisiknya pada diri sendiri. "Siapa orang yang sudah menghianatiku di kantor? Yang menjebakku hingga aku menderita seperti ini?"Di sebuah restaoran, Reza sedang menikmati makan siang bersama Lina di sebuah restoran mewah di dalam mall. Mereka duduk berdampingan, terlihat sangat mesra. Orang-orang yang melihat mungki

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Selingkuhan Reza

    Lina segera melepaskan tangannya dari tubuh Reza. Dia terkejut dan menunduk malu, wajahnya memerah seperti kepiting rebus.Reza, dengan panik, segera berusaha menjelaskan, "Anisa, ini bukan seperti yang kamu pikirkan! Lina ini hanya teman kerjaku saja, tidak lebih. Sungguh!"Anisa tersenyum sinis, matanya menyiratkan kekecewaan yang mendalam. "Oh, begitu? Teman kerja atau teman tidur?" sindirnya tajam."Apa maksudmu, Nis?" Reza mulai kehilangan kesabaran. "Sumpah, dia ini hanya teman kerjaku. Kebetulan kami tadi habis meeting dengan klien di restoran sebelah. Kamu harus percaya padaku!"Anisa menggelengkan kepalanya, "Reza, aku tidak peduli dengan penjelasanmu. Yang pasti, aku bersyukur menolak perjodohan kita. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasibku kalau sampai menikah denganmu."Reza mulai emosi, "Jangan kurang ajar kamu, Nisa! Sudah beberapa kali aku bilang kalau dengan dia itu tidak ada hubungan apa-apa. Kalau tidak percaya, kamu tanya saja dia!" Dia menoleh ke arah Lina, m

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   20 menit lagi

    Ketegangan Memuncak di Aditya CorporationDi aula besar Aditya Corporation, suasana semakin panas. Para karyawan berbisik-bisik, saling bertanya-tanya mengenai keberadaan Adrian yang hingga kini belum juga muncul.Di deretan kursi depan, Satya duduk dengan wajah cemas. Pak Benny, yang duduk di sebelahnya, menoleh mendekat dan berbisik pelan, "Pak Satya, bagaimana? Apakah Bapak sudah bisa menghubungi Pak Adrian?"Satya menggeleng, napasnya terdengar berat. "Belum, Pak. Dari tadi nomornya tidak bisa dihubungi. Saya sudah coba berulang kali."Pak Benny mengerutkan kening, semakin khawatir. "Apa Bapak sudah coba menghubungi Pak Aditya?""Sudah, Pak. Kata beliau, Pak Adrian sudah berangkat dari tadi pagi menuju ke kantor. Tapi anehnya, sampai sekarang belum juga sampai," jawab Satya, suaranya memantulkan kegelisahan.Pak Benny mulai gelisah, melihat ke sekeliling aula yang mulai dipenuhi bisik-bisik khawatir dari para karyawan. "Kalau begitu, kem

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Pagi yang menentukan

    Hari yang dinantikan tiba—hari penyerahan jabatan di kantor, dan Adrian tampak penuh percaya diri. Seperti biasa, Anisa, istrinya, menyiapkan segala keperluan suaminya dengan telaten. "Mas, sarapannya sudah siap. Ayo, kita sarapan sama-sama," panggil Anisa dari ruang makan, melihat Adrian masih berdiri di depan cermin, sibuk memasang dasinya."Iya, sayang. Sebentar lagi, tinggal pasang dasi ini saja. Nanti aku ke meja makan," jawab Adrian sambil tersenyum."Baik, Mas. Kalau begitu, aku lihat Alisha dulu ya. Aku mau bangunin dia. Siapa tahu, dia mau sarapan bareng Papa," ujar Anisa sebelum berlalu.Adrian mengangguk ringan. Setelah dasinya rapi, ia turun ke ruang makan, di mana Aditya, ayahnya, sudah menunggu sambil membaca koran pagi."Pagi, Pa," sapa Adrian sembari menarik kursi dan duduk di hadapan ayahnya."Pagi, Nak. Bagaimana? Sudah siap untuk hari ini?" tanya Aditya, menurunkan korannya dan menatap putranya penuh harap."Tentu, Pa. Aku sudah mempersiapkan semuanya dengan matang.

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Balasan untu Reza

    Reza langsung menegang. "Apa? Tidak mau. Aku bukan OB. Kalau kamu mau kopi, suruh saja OB untuk membuatkan," balasnya tegas, mencoba mempertahankan sisa harga dirinya.Namun, Dendi tidak kehabisan akal. Dengan wajah penuh kepura-puraan, ia berkata, "Oh, OB kita sedang sibuk semua. Lagi ada masalah ruangan bocor, jadi mereka semua dikerahkan ke sana.""Tetap saja aku tidak mau. Itu bukan jobdesk-ku!" ucap Reza dengan suara yang mulai meninggi.Dendi tersenyum licik. "Oooh, jadi kamu tidak mau? Baiklah, nanti aku akan buat laporan kalau kamu melawan perintah atasan. Akan ku buat seolah-olah kamu tidak mau bekerja sama. Kau tahu apa akibatnya, kan? Kamu bisa dipecat, Reza. Apalagi sekarang posisimu sudah sangat lemah di perusahaan ini."Reza terdiam. Dalam hati, ia menahan luapan emosinya. "Sialan! Orang-orang di perusahaan ini sekarang semua berani melawanku. Kalau aku tidak mengiku

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Musuh lama

    Reza hanya menoleh sekilas, tanpa berkata apa-apa, dan mengangguk dengan malas. Nindi berjalan di depan, memimpin langkah. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan lain yang mengenal Nindi berusaha bertanya tanpa suara. Dengan hanya menggerakkan bibir, mereka bertanya, "Kenapa Pak Reza?"Nindi, yang sudah terbiasa membaca gerakan mulut rekan-rekannya, hanya menjawab singkat, "Nanti aku ceritakan." Mereka pun mengangguk, sambil memandang Reza dengan penuh tanda tanya.Setelah beberapa menit, mereka tiba di bagian produksi. Nindi berhenti di depan sebuah meja sempit yang diletakkan di pojok ruangan. Di atas meja itu, hanya ada sebuah buku besar yang tampak usang dan tumpukan berkas yang menjulang seperti menara."Ini meja saya? Apa tidak salah?!" ucap Reza terkejut. Ia memandang meja itu seolah-olah melihat sesuatu yang sangat hina. "Dan... di mana laptop saya untuk bekerja?"N

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Turun Jabatan

    Keesokan Pagi di Aditya CorporationPagi itu, Adrian berdiri di depan jendela ruangan Satya, memandang ke luar dengan tatapan tajam. Sinar matahari yang menerobos kaca tidak mampu mengusir dinginnya suasana di dalam ruangan. Di belakangnya, Pak Beni duduk dengan ekspresi tegas, bersiap menghadapi apa yang sudah direncanakan Adrian."Bagaimana, Pak Beni? Apa Anda sudah siap?" tanya Adrian, suaranya datar namun tegas."Saya sudah siap, Pak Adrian untuk mengemban tugas yang akan bapak berikan, sepertinya sudah waktunya semua ini dibenahi," jawab Pak Beni mantap.Adrian mengangguk perlahan. "Bagus. Kalau begitu, ayo kita sekarang pergi keruangan Reza dan memberi pelajaran yang tak akan pernah bisa dia lupakan."Adrian melangkah keluar, diikuti oleh Pak Beni dan Satya. Sepanjang perjalanan ke ruangan Reza, bisik-bisik mulai terdengar di antara karyawan. Wajah Adrian yang jarang terlihat di kantor, serta kehadiran Pak Beni yang legendaris, membuat suasana penuh teka-teki."Siapa mereka? Ken

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   bertemu pak Beni

    Keesokan harinya, Adrian mengajak Satya untuk bertemu dengan Pak Beni, mantan manajer keuangan Aditya Corporation yang sebelumnya dipecat oleh Darco.Sesampainya di depan sebuah rumah sederhana, Adrian bertanya dengan nada ragu, "Satya, kamu yakin ini rumah Pak Beni?""Saya yakin, Pak. Kemarin saya sudah meminta salah satu staf personalia mencarikan alamatnya," jawab Satya tegas."Kalau begitu, ayo kita turun," ucap Adrian sambil membuka pintu mobil.Mereka melangkah ke pintu rumah dan mengetuknya. Ketukan kedua akhirnya membuka pintu, menampilkan wajah Pak Beni yang terlihat terkejut namun dengan senyum ramah seperti biasanya."Pak Adrian?" ucapnya dengan nada tak percaya. Namun ia segera mempersilakan mereka masuk. "Silakan masuk, Pak."Adrian dan Satya mengangguk sopan, mengikuti Pak Beni ke dalam. Mereka duduk di ruang tamu kecil yang nyaman, lalu Pak Beni memanggil istrinya."Darmi, tolong buatkan tiga kopi, ya. Ada tamu yang datang," teriaknya."Siapa yang datang, Pak?" terdenga

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   mengambil alih

    Reza menelan ludah, menahan rasa kesalnya. Namun, ia tidak punya pilihan selain menuruti. “Ba… baik, Pak Adrian,” jawabnya dengan suara pelan.“Bagus,” jawab Adrian singkat, sambil tersenyum dingin. “Sekarang, kau bisa pergi. Dan, aku harap kau tidak mencoba menguping.”Reza mengangguk sekali lagi, wajahnya merah padam karena menahan amarah. Ia melangkah keluar sambil mengepalkan tangannya erat-erat.Setelah pintu tertutup, Darco tertawa kecil untuk mencairkan suasana. “Adrian, kamu benar-benar berubah. Aku kagum melihat sikap tegasmu.”Adrian tetap berdiri tegak, tidak ikut tersenyum. Tatapannya langsung menusuk ke arah Darco. “Om, aku ke sini bukan untuk bermain kata-kata. Aku ingin langsung ke inti pembicaraan kita.”Darco kembali ke kursinya, berusaha terlihat tenang meskipun dadanya bergemuruh. “Baiklah, Adrian. Katakan saja, apa tujuanmu datang pagi-pagi seperti ini?”Adrian mendekat, lalu duduk di kursi berhadapan dengan Darco. Ia meletakkan tangan di meja, menatap Darco dengan

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   OM Darco

    Pak Aditya menghela napas panjang, lalu menatap Adrian penuh keyakinan. "Papa serahkan semuanya padamu, Adrian. Apa pun yang kamu lakukan, Papa akan selalu mendukungmu."Adrian tersenyum lega. "Terima kasih, Pa. Kalau begitu, kami pamit ke kamar dulu."Pak Aditya hanya mengangguk, menatap Adrian, Anisa, dan Alisha dengan perasaan bahagia sekaligus harapan besar di hatinya.Keesokan harinya di Aditya Corporation, suasana di ruangan Darco dipenuhi ketegangan.Darco berdiri mondar-mandir sambil terus melirik ke arah pintu, sementara Reza duduk dengan wajah cemas. "Reza, apakah kamu sudah melihat Adrian datang?" tanya Darco dengan nada mendesak."Belum, Pak. Saya belum melihat Adrian," jawab Reza, sama gelisahnya.Darco menghentikan langkahnya sejenak. "Aku yakin pagi ini dia pasti akan datang untuk mengambil alih perusahaan ini. Ini tidak bisa kita biarkan sebelum kita menjalankan rencana kita untuk mengambil alih semuanya!" katanya dengan nada marah."Jadi, apa yang akan Bapak lakukan?"

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   pertemuan pertama

    Di dalam perjalanan menuju tujuan mereka, suasana di dalam mobil mewah itu penuh dengan percakapan yang mengungkap sisi emosional Adrian dan istrinya, Anisa. Adrian mencoba menjelaskan betapa berat beban yang harus ia pikul selama ini."Begitulah, sayang. Maafkan aku yang tidak bisa menemui kamu selama ini. Karena aku harus menjalankan semua rencanaku sampai benar-benar berhasil," ucap Adrian dengan nada lembut namun tegas.Anisa menggenggam tangan suaminya yang masih memegang kemudi. "Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti posisimu," balas Anisa dengan tulus. Kemudian, dia menatap Adrian, penuh harap. "Tapi, kapan kamu akan merebut kembali Aditya Corporation dari pamanmu itu?"Adrian menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Besok, sayang. Semua rencanaku akan berjalan sesuai jadwal. Apalagi sekarang Reza sudah mengetahui bahwa aku adalah anak dari pemilik Aditya Corporation. Dia pasti akan melaporkan hal ini kepada Om Darco, dan aku yakin Om Darco tidak akan ting

DMCA.com Protection Status