Dering ponsel menggema di seisi kamar. Seina yang sedang terlelap pun menggeliat di bawah selimut lalu mengibaskannya.
"Pagi," sapa Noah mencium bibir Elina.Mendapat morning kiss dari Noah membuat Elina tertegun seketika."Ayo, bangun. Dina sudah menunggu kita di bawah.""Hm, sebentar."Elina berlari ke dalam kamar mandi. Di tatap wajahnya di depan cermin sambil mengusap bibirnya dengan lembut. Hatinya berdesir saat membayangkan wajah Noah.Entah sejak kapan Elina menyukai Noah yang pasti dia tak ingin suaminya itu bersama wanita lain.Sementara itu, sambil menunggu Elina keluar dari kamar mandi Noah terus menatap layar ponselnya lalu—"Halo, Mr."[ ... ]"Terima kasih Mr, mungkin saya akan bicara dulu dengan atasan saya mengingat saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan."[Baiklah aku tunggu kabar baiknya.]CeklekNoah terdiam saat melihat Elina keluar dari kamar mandi dengan melilitkan handuk di tubuhnya."Baik, segera a"Eugh ...."Suara desahan menyambut pagi Noah. Tubuhnya terus terhuyung ketika Elina bergerak di atasnya.Elina mengerang nikmat setelah pelepasannya beriringan dengan Noah yang menyemprotkan cairan di rahimnya. Entah seperti kebutuhan, mereka akan melakukan hubungan itu setiap pagi atau malam hari."Pagi, Sayang," sapa Elina mengecup bibir Noah.Kali ini dia yang lebih dulu bangun dari pada suaminya. "Jam berapa sekarang?" tanya Noah."Sepertinya jam sembilan pagi," jawab Elina berjalan ke kamar mandi."Apa?"Mata Noah membelalak melihat jam yang ternyata baru menunjukkan pukul delapan pagi. Dia lalu memeriksa ponselnya terkejut saat melihat sebuah email masuk."Bagaimana ini, apa Elina akan melepaskan aku?" tutur Noah.Dia lalu mengambil pakaian yang berserakan di lantai sebelum akhirnya dia keluar dari dalam kamar.CeklekElina mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Noah, tapi pria itu sudah menghilang dari kamar mereka. Dia lalu memakai rok serta kemeja berwarna hitam."Pag
Suasana di rumah berubah menjadi mencekam, Elina sama sekali tak mempedulikan Noah dan bahkan menganggapnya tidak ada.Hal itu di rasakan Noah, dia merasa perubahan sikap Elina seperti kembali ke setelan awal."Apa kamu masih marah?"Elina berbalik membelakangi Noah, dia enggan berbicara atau menatap suaminya itu."Maaf sebelumnya aku nggak ngasih tau kamu soal ini.""Bukan urusanku, bukannya di kontrak kita sudah terlihat jelas nggak boleh mencampuri urusan masing-masing.""Lalu kenapa kamu mendiamkan aku seperti ini?"Suara Elina tercekat, ucapan Noah cukup membuatnya berpikir keras. Kenapa aku seperti ini?Entahlah Elina selalu kesal dengan semua yang tak sejalan dengan semua yang sudah dia rencanakan."Beri tahu aku apa yang harus aku lakukan agar kamu bersikap manis seperti kemarin?"Elina mengibas selimut dengan kasar. "Kamu terlalu berisik."Dia berjalan keluar tapi tangan Noah menahannya, memeluknya dari belakang. "Maaf, aku tahu kamu marah. Maafin aku, setelah ini aku janji
2 HARI BERLALU Elina terus memandangi layar ponselnya, tak ada panggilan atau pesan yang masuk dari Noah. Bahkan tak satu pun pesannya di balas oleh suaminya itu. Tok, tok. "Waktunya makan siang. Ibu mau makan apa?" tanya Dina seraya berjalan masuk ke dalam ruangan atasannya itu. "Aku ingin makan steak." "Lagi, perasaan dua hari ini kita makan steak terus," protes Dina. Elina mendelik menatap wanita yang ada di depannya. "Memangnya kenapa, aku yang ingin makan steak kenapa kamu yang terdengar bosan!" "Ma-maaf, jadi kita makan di mana?" tanya Dina mengalihkan kemarahan atasannya itu. Elina tak bergeming dia malah menyandarkan punggungnya di kursi. "Dina, apa menurutmu di Singapura nggak bisa menggunakan provider kita?" "Hah, maksudnya?" Elina menghela napasnya. "Noah sama sekali mengabaikan semua pesan dan panggilanku. Dia juga sama sekali tak berniat menghubungiku. Apa dia kecelakaan?" "Mana mungkin, kalau kecelakaan pasti sudah masuk berita. Mungkin alasan provi
Hari demi hari sudah Elina lewati tanpa Noah, kabar seolah di telan bumi.Sebenarnya Elina begitu khawatir dengan keadaan Noah apa lagi setelah kepergiannya tak ada kabar sama sekali."Kak Elina," sapa Intan.Elina melambaikan tangan lalu mempersilahkan adik iparnya itu masuk ke dalam mobil."Wah, repot-repot sampai jemput ke sekolah," tutur Intan.Elina hanya menyunggingkan senyum kembali fokus dengan kemudi. "Kamu mau makan apa?""Apa saja," jawabnya santai."Gimana kalau kita makan di mall saja?""Setuju."Tak lama mobil yang di kemudikan Elina berhenti di sebuah mall. Keduanya lalu masuk— mencari makan siang di sana."Kak Noah nggak ikut?" tanya Intan.Deg Elina diam, padahal dia menemui Intan karena ingin menanyakan soal Noah.Tak lama pesanan mereka pun datang, keduanya menikmati makan siang sembari menikmati alunan musik yang tersaji."Eeee, apa Noah nggak menghubungi kamu?"Intan menggeleng, "Nggak, mana mungkin dia menghubungiku. Lagi pula dia suka kabur-kaburan jadi kita n
DUA BULAN KEMUDIAN Suara musik rileksasi membangun mood Elina agar lebih baik. Setiap pagi sebelum berangkat kerja Elina pasti akan melakukan yoga terlebih dahulu. "Ini jusnya Non." "Hm, terima kasih, Bi." Elina beranjak dari duduknya— meminum jus buatan Sumi. "Mau Bibi buatkan sarapan apa?" "Aku ingin makan sandwich." "Iya, Non." Saat akan melangkah Sumi menoleh ke arah Elina. "Apa Den Noah nggak akan pulang." "Entah mungkin dia lupa jalan pulang. Tolong suruh Mang Ujang antar barang-barang Noah ke rumahnya," ujar Elina santai. "Memangnya Den Noah nggak akan ke sini lagi?" Elina terdiam sejenak sebelum akhirnya dia menjawab, "Iya, dia nggak akan pernah datang ke sini lagi." Setelah kepergian Sumi, Elina menyandarkan punggungnya di sofa. Sudah dua bulan berlalu tanpa kabar dari Noah, Elina pun tak ada niatan untuk mencari pria itu karena dia rasa Noah yang menginginkan berpisah darinya. Bahkan Elina sudah memblokir nomor Noah, Intan, Anni dan juga Budi. Seles
Noah merentangkan kedua tangannya sambil menghirup udara Ibu Kota setelah dua bulan berada di luar negeri.Notif pesan pun terus berdering, entah berapa puluh pesan yang masuk ke ponselnya karena selama di Amerika Noah tak pernah mengaktifkan ponselnya itu."Permisi Pak, mobilnya sudah siap.""Iya, makasih."Noah masuk ke dalam mobil seraya memeriksa pesan yang masuk. Sudut bibirnya terangkat saat melihat nama Wife mengirimkan banyak pesan untuknya. Satu persatu Noah membalas pesan Elina hingga akhirnya jemarinya terhenti saat melihat pesan terakhir yang Elina kirim.[Kontrak kita sudah berakhir, kita bercerai saja. Aku nggak mau melihat wajahmu lagi, entah kamu hidup atau mati jangan pernah menunjukkan wajahmu lagi di depanku.]"Pak tolong antarkan aku ke gedung Subagja Grup."Tak lama mobil yang di kemudikan Noah sampai di depan lobi kantor Elina. Dia pun bergegas keluar, tetapi sekuriti menahannya. "Maaf Pak, Anda ingin bertemu siapa?""Aku karyawan di sini, aku ingin menemui Bu
Noah tertunduk lesu saat melihat toko roti milik orang tuanya ramai pembeli.Seketika kata-kata Hardi terngiang lagi saat dia mengatakan jika toko roti itu sebagai bentuk kompensasi karena dia sudah mau menikah dengan Elina."Dasar bodoh," gumamnya. Noah keluar dari dalam mobil lalu berjalan masuk ke toko roti."Kak Noah," ucap Intan terkejut dengan kehadirannya. Hal itu rupanya menarik atensi Anna dan Budi yang sedang melayani pelanggan. Namun, sedetik kemudian keduanya memalingkan wajahnya berpura-pura tak melihatnya.Satu jam berlalu Intan menutup toko mereka sedangkan Budi, Anna dan Noah duduk di meja yang sama tetapi tak ada yang mulai bicara."Maaf," tutur Noah. Hanya itu yang keluar dari mulutnya.Anna berdiri lalu melayangkan pukulan ke bahu Noah dengan kasar. "Dasar anak nggak tau diri, pergi nggak bilang-bilang, nggak ngasih kabar, beraninya kamu datang lagi ke sini!""Mah, udah Mah," ujar Budi menghalangi Anna yang terus memukul putranya. Noah yang mendapatkan perlakuan
Semua mata tertuju pada sosok pria yang sedang berjalan melewati mereka. "Woaaaah, apa dia CEO baru di sini?" bisik wanita berambut pendek."Hm, aku dengar dia dipilih langsung oleh pusat untuk mengurus XXX di tiga negara, Indonesia, Singapura dan Malaysia," jelas wanita berambut panjang."Siapa namanya, apa dia sudah menikah?" "Namanya Noah, aku dengar dia masih lajang," sahutnya."Benarkah?"Mereka kembali fokus ke punggung Noah yang semakin lama menghilang dari pandangan mereka. Tepat saat pintu lift terbuka, Noah keluar lebih dulu di ikuti sekretarisnya yang bernama Sonia."Permisi, Pak. Ini ruangan Pak Noah," ujar Sonia membuka pintu ruangan."Terima kasih.""Sama-sama, jika Anda butuh sesuatu beritahu saya.""Hm," gumam Noah lalu masuk ke dalam ruangannya.Mata Noah melihat ke sekeliling. Tangannya mengusap papan nama yang bertuliskan nama serta jabatannya."Aku akan kembali mengejarmu, Elina," gumam Noah memegang erat papan namanya.Tok, tok, tok."Permisi Pak, ada meeting d