Noah tertunduk lesu saat melihat toko roti milik orang tuanya ramai pembeli.Seketika kata-kata Hardi terngiang lagi saat dia mengatakan jika toko roti itu sebagai bentuk kompensasi karena dia sudah mau menikah dengan Elina."Dasar bodoh," gumamnya. Noah keluar dari dalam mobil lalu berjalan masuk ke toko roti."Kak Noah," ucap Intan terkejut dengan kehadirannya. Hal itu rupanya menarik atensi Anna dan Budi yang sedang melayani pelanggan. Namun, sedetik kemudian keduanya memalingkan wajahnya berpura-pura tak melihatnya.Satu jam berlalu Intan menutup toko mereka sedangkan Budi, Anna dan Noah duduk di meja yang sama tetapi tak ada yang mulai bicara."Maaf," tutur Noah. Hanya itu yang keluar dari mulutnya.Anna berdiri lalu melayangkan pukulan ke bahu Noah dengan kasar. "Dasar anak nggak tau diri, pergi nggak bilang-bilang, nggak ngasih kabar, beraninya kamu datang lagi ke sini!""Mah, udah Mah," ujar Budi menghalangi Anna yang terus memukul putranya. Noah yang mendapatkan perlakuan
Semua mata tertuju pada sosok pria yang sedang berjalan melewati mereka. "Woaaaah, apa dia CEO baru di sini?" bisik wanita berambut pendek."Hm, aku dengar dia dipilih langsung oleh pusat untuk mengurus XXX di tiga negara, Indonesia, Singapura dan Malaysia," jelas wanita berambut panjang."Siapa namanya, apa dia sudah menikah?" "Namanya Noah, aku dengar dia masih lajang," sahutnya."Benarkah?"Mereka kembali fokus ke punggung Noah yang semakin lama menghilang dari pandangan mereka. Tepat saat pintu lift terbuka, Noah keluar lebih dulu di ikuti sekretarisnya yang bernama Sonia."Permisi, Pak. Ini ruangan Pak Noah," ujar Sonia membuka pintu ruangan."Terima kasih.""Sama-sama, jika Anda butuh sesuatu beritahu saya.""Hm," gumam Noah lalu masuk ke dalam ruangannya.Mata Noah melihat ke sekeliling. Tangannya mengusap papan nama yang bertuliskan nama serta jabatannya."Aku akan kembali mengejarmu, Elina," gumam Noah memegang erat papan namanya.Tok, tok, tok."Permisi Pak, ada meeting d
Alunan musik mengalun indah mengiringi kebisuan yang terjadi antara Elina dan Noah. Keduanya hanya diam seolah tak tahu harus memulai dari mana.Drrrettttt Ponsel Elina bergetar mengalihkan kecanggungan mereka berdua. Segera dia angkat panggilan dari Dina."Halo, Din. Ada apa?"[Jangan lupa nanti sore ada acara sama Azka.]"Hm, aku tahu." Elina mematikan panggilannya— berinisiatif memulai percakapan dengan Noah. "Kalau nggak ada yang mau dibicarakan aku pergi.""Tu-tunggu." Noah mencoba menahan. Elina pun kembali duduk di kursinya. "Maaf."Elina menatap kedua mata Noah lalu memalingkan wajahnya. "Aku sudah mengirimkan semua barang-barangmu ke rumah Bi Anna. Ah ... aku lupa, berapa nomor rekeningmu? Aku belum membayar kompensasi setelah perceraian.""Apa pernikahan kita sudah nggak bisa di perbaiki lagi?""Nggak, semuanya sudah selesai. Bukannya aku sudah pernah bilang soal batas waktu pernikahan kita? Sepertinya kamu lupa karena kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri dan pacarmu."
Jantung Elina berdegup dengan kencang saat dia berpapasan dengan Noah. Serasa atmosfer di seluruh ruangan menjadi dingin dan mencekam. Bahkan Noah sama sekali tak menoleh, menganggapnya tidak ada."Sampai sini saja," tutur Azka menghentikan langkahnya. Dia mendekatkan tubuhnya, memegang bahu Elina dengan lembut. "Masuklah, aku nggak mau sakitmu tambah parah.""Hm, hati-hati di jalan."Azka melambaikan tangan, seraya senyuman Elina yang sedikit demi sedikit memudar. Tanpa dia sadari seseorang sedang perhatikan interaksi keduanya. Elina pun masuk ke dalam lift menuju apartemennya."Lantai tujuh," gumam Noah yang ternyata sedari tadi diam-diam memata-matai istrinya itu.Bohong jika Noah tak cemburu melihat Elina bersama pria lain. Meski pun dia sadar pernikahannya tak bisa lagi di perbaiki.Sementara itu, Elina merebahkan tubuhnya dia atas ranjang. Bayangan wajah Noah memenuhi pikirannya. Elina benar-benar merindukan sentuhan dari pria yang selama ini dia nantikan kehadirannya.Dddrrrr
Jantung Elina berdegup dengan kencang saat melihat Noah berjalan ke arahnya. Penampilan pria itu begitu berbeda tak seperti saat terakhir Elina lihat. "Malam semua," sapa Noah. Mata Elina fokus ke sosok wanita yang berdiri di samping Noah.Dia lalu menjabat tangan satu persatu CEO yang ada di sana, tapi tepat saat berada di depan Elina dia malah menarik tangannya seolah tak ingin menyapanya."Ini Nona Elina, dia CEO Subagja," ucap pria tua yang memang bekerja sama dengan bisnis Elina."Kita sudah saling kenal, jadi tak perlu saling memperkenalkan diri," sela Elina. "Benarkah, kalian masih sangat muda pantaslah berkenalan di luar acara ini," sahut pria itu menetralkan suasana."Kalau begitu aku pergi dulu, silahkan dilanjutkan."Elina pun menjauh merasakan sesak di dada saat melihat wanita yang bersama Noah. "Ternyata benar wanita itu kekasih Noah," gumamnya."Bu, ini minumannya," tutur Dina menyerahkan air putih untuk atasannya itu.Tanpa pikir panjang Elina meneguk minumannya hing
Elina mengusap perutnya yang sudah mulai menonjol di bagian bawah. Selama ini dia pikir hanya masalah pencernaan ternyata ada janin yang hidup di rahimnya."Apa kamu akan terus merahasiakan ini dariku?" tanya Noah.Bagaimana Elina merahasiakan kehamilannya sementara dia sendiri tidak tahu kalau sedang hamil."Aku lelah, aku nggak mau berdebat denganmu." Elina memalingkan wajahnya tak ingin menatap Noah.Entah dia harus bahagia atau sedih karena tak terpikirkan olehnya akan mengandung janin dari Noah."Permisi," ucap seorang suster membuka pintu. Dia masuk bersama seorang dokter yang akan memeriksa keadaan Elina. "Selamat, siang Bu Elina. Saya izin sebentar untuk memeriksa keadaan Ibu."Elina membiarkan dokter itu memeriksa, tubuhnya terasa lemah hanya untuk bergerak."Syukurlah keadaan Ibu semakin membaik. Untuk kedepannya jangan minum alkohol lagi karena itu berbahaya bagi janin.""Maaf Dok, apa dia baik-baik saja?" tanya Elina."Bu Elina mengalami pendarahan karena meminum alkohol
"Bayi?"Hardi sampah mengulang ucapan Noah karena terkejut dengan ucapannya. "Elina sedang hamil dan janin yang ada di dalam rahimnya itu anakku. Jadi, aku mohon jangan pisahkan kami."Hardi berdecak, "Anak, apa kamu pikir anakmu nanti akan mengakuimu? apa lagi kalau dia tahu Papahnya hanya seorang anak pembantu. Lagi pula apa kamu yakin Elina masih mau denganmu?""Aku akan berusaha mendapatkan dia lagi."Hardi menyeringai seolah menyepelekan ucapan pria yang ada di depannya. "Saat ini Elina sedang dekat dengan seorang CEO ternama.""Apa CEO ternama itu tahu kalau Elina sudah menikah? Ah ... apa jadinya kalau dia tahu Elina sedang hamil? Ini akan menjadi berita besar seorang CEO Subagja Grup belum menikah tapi sedang hamil."Hardi tak bisa berkutik. "Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan Elina. Harusnya kamu bersyukur Elina sudah membuatmu seperti sekarang ini."Noah mengangguk sembari melipat kedua tangannya di dada. "Maka dari itu, sebagai u
Elina menikmati makanannya dengan lahap sampai tak bersisa, bahkan Noah harus memesan lagi steak karena ibu hamil itu tak kunjung kenyang. "Masih mau pesan lagi?" tanya Noah melihat tujuh kotak makan yang ada di atas meja. "Aku kenyang, tolong bawa aku ke brankar." "Sebelum tidur bersihkan dulu tangan, gigi dan wajahmu." Elina berdecak lalu berjalan ke kamar mandi di papah Noah. Dengan telaten Noah membantu Elina menyikat gigi dan membersihkan wajahnya. Perhatian itu pun sedikit membuat hati Elina berdesir. Apa lagi Noah terus menatap wajahnya sambil tersenyum. "Selesai," tuturnya. Noah mengangkat tubuh Elina membawanya ke atas brankar. "Pulanglah, aku bisa sendiri." "Aku akan menemanimu. Bahkan selesai dari rumah sakit pun aku akan selalu bersamamu." Elina tak ingin berdebat lagi, sebenarnya dia hanya berbasa-basi karena sebenarnya dia ingin Noah selalu bersamanya. Noah menarik selimut untuk menutupi tubuh Elina. Dia lalu mengambil laptop kemudian duduk di sofa.