Semua staf divisi berkumpul di ruang meeting. Raut wajah bahagia tergambar jelas di sana setelah mengetahui Noah berinvestasi di perusahaan tempat mereka bekerja.Hampir semua staf di sana takut akan terkena PHK karena perusahaan mereka mulai goyah. Namun, Noah datang seperti sang penyelamat bagi mereka yang takut tak bisa lagi bekerja."Jadi Pak Noah yang membantu perusahaan ini?" ucap wanita berambut pendek begitu senang mendengarnya."Ternyata mereka benar pasangan ya. Wanita kaya, mapan dan mandiri menikahi pria yang mapan juga. Aku benar-benar iri," sahut wanita berambut panjang."Bukan kamu saja yang iri, hampir semua staf iri dengan Bu Elina karena mendapatkan pria tampan, mapan dan berkualitas," tukas Dina yang ikut menimpali ucapan staf yang ada di sana. Meski mereka harus patah hati karena pria pujaannya ternyata suami atasannya.CeklekHening, mereka hanya diam melihat Elina masuk ke ruangan tersebut. "Kita makan siang di luar.""Yey—" Seketika mereka berhenti bersorak sa
Elina tersenyum tak percaya melihat Noah dan Hardi ikut ke acara makan siang mereka. Mereka berdua melambaikan tangan seolah menyambut kedatangannya. "Sayang," panggil Noah yang langsung disahuti semua staf wanita yang ada di sana. Elina berjalan mendekati Noah yang sudah menggeser kursi untuknya. "Kalian sudah tahu kan kalau dia suamiku? Jadi jangan pernah berani membahasnya di grup kalian." Riuh seketika mereka tak percaya jika Elina tahu tentang grup yang mereka buat. "Sepertinya di grup kita ada mata-mata. Siapa dia?" ujar wanita berambut pendek. Namun, sedetik kemudian mereka menatap Dina dengan sini. Ya, mereka akhirnya tahu siapa yang selama ini membocorkan percakapan mereka di grup. "Ah, sial. Harusnya aku sadar saat dia menunjukkan foto pernikahan Pak Noah dan Bu Elina," sela wanita berambut panjang. Dina yang mendapatkan tatapan sini hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. "Minta perhatiannya." Elina berdiri menatap semua orang yang ada di sana. "Terima k
“Menikah?” Elina Nathania Putri menatap tajam pria yang ada di hadapannya. “Nggak, aku nggak mau menikah,” ucapnya tegas seketika. “Kalau kamu nggak mau menikah kamu harus mau meninggalkan jabatanmu sekarang!” Deg! Elina terdiam memikirkan apa yang baru saja keluar dari mulut Hardi yang tak lain pamannya. Gadis itu jelas tidak mau melepaskan jabatannya begitu saja apa lagi perusahaan itu didirikan oleh ayahnya dan memiliki saham paling banyak di perusahaan tersebut. “Tanpa pendamping pun aku bisa mengelola bisnis ini dengan baik, Paman. Jadi jangan menyuruhku untuk menikah.” Hardi mendekati Elina lalu berucap, “Itu menurutmu, tapi kami membutuhkan sosok pemimpin yang bisa mengatur bisnis kita ini.” “Jadi menurut Paman aku nggak bisa mengurus bisnis ini dengan baik, gitu?” “Dengar Elina, kamu itu perempuan. Akan ada banyak orang atau pemilik saham yang ingin merebut posisimu. Kalau kamu menikah dengan orang kaya, paman yakin mereka akan takut kepadamu karena kamu memili
Suara ketukan sepatu mengalihkan perhatian semua karyawan yang berada di lobi. mereka berhamburan dari lobi dan duduk di kursi masing-masing, sedangkan karyawan yang berada di lantai atas berlari ke tangga darurat agar tidak bertemu dengan bos killer.“Apa mereka sudah berkumpul?” tanya Elina.“Sudah Bu, semua pemegang saham sudah berkumpul di ruang meeting,” jawab Dina lalu masuk ke dalam lift yang sama dengan Elena.“Apa, bukannya kita meeting sama staf divisi?” Dina menelan salivanya, dia benar-benar lupa memberitahu Elina jika semua pemegang saham mengadakan meeting mendadak.“It-itu—” Elina mengangkat tangannya tanda jika dia tidak menerima penjelasan apapun dari sekretarisnya itu.Tepat saat pintu lift terbuka, Elina keluar lebih dulu. Namun, langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruang meeting. Dia menghela napasnya mencoba tetap tenang ketika bertemu dengan para pemegang saham yang tak lain pamannya sendiri.“Selamat pagi,” sapa Elina diikuti Dina. Tapi Elina bergegas mendor
Elina menatap rumah kecil yang ada di hadapannya, lalu membuka kacamata yang dia gunakan untuk memperjelas penglihatannya.“Beneran ini rumahnya, kecil sekali?!”Supir Elina melihat alamat yang diberikan Anna lalu berkata, “Iya, Nona. Ini alamat rumah yang diberikan oleh Bi Anna.”Elina melihat Anna berjalan ke arah mobilnya lalu membukakan pintu untuknya. “Selamat datang di rumah Bibi,” ucap Anna menyambut kedatangan Elina.Elina tak bergeming bahkan dia terlihat biasa saja melihat beberapa orang berdiri menyambut kedatangannya. Wajah dingin yang dia tunjukkan membuat Intan dan Budi terlihat risih melihatnya.“Ayo, masuk.” Anna mempersilahkan Elina untuk masuk ke dalam rumahnya. Menyingkirkan Budi dan Intan yang berdiri di depan pintu masuk.Elina duduk di kursi, di ikuti Anna. Namun, Anna langsung memukul paha Intan ketika dia akan duduk di sampingnya. Mata Anna melotot menatap ke arah Intan dan Budi bergantian seolah mengatakan jika mereka tidak boleh duduk.“Kenapa kalian hanya be
Jam menunjukkan pukul 10 pagi, banyak sekali orang berlalu lalang memulai aktivitas mereka. Noah hanya diam memperhatikan para pekerja yang berjalan melewatinya. Ada rasa iri di hati Noah ketika melihat para karyawan pria, yang terlihat bersemangat dengan pekerjaan mereka.“Gedung Subagja Grup,” gumam Noah mendongak melihat nama gedung yang dia tuju menyamakan dengan kartu nama yang di berikan oleh Elina. “Bener ini kantornya.”Noah berjalan masuk ke lobi, salah satu sekuriti yang tidak pernah melihat Noah pun bergegas menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanyanya.Noah tersenyum lalu menjawab, “Saya ingin bertemu dengan Ibu Elina.”“Apa sebelumnya sudah ada janji?”“Iya, beliau menyuruhku untuk datang ke sini.”“Baik, silahkan ke bagian resepsionis untuk menemui Ibu Elina.” Noah berjalan mendekati resepsionis.Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan resepsionis itu pun menghubungi sekretaris Elina untuk memastikan pertemuannya dengan pria yang ada di hadapannya.“Baik Bu
'Saat aku melakukan ijab kabul dan berjanji dengan Tuhanku. Maka saat itu, kamu akan menjadi milikku seutuhnya dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Elina.'Noah mengulurkan tangannya menunggu Elina menyambutnya. Namun, sayangnya wanita tersebut sepertinya tidak mengerti dengan apa yang sedang dia lakukan.“Apa?” desis Elina ketika bibir Noah berkomat-kamit, dengan mata yang naik turun melihat ke tangannya.“Cium tangan suamimu,” bisik Anna dari belakang.Elina seperti orang bodoh karena semua mata tertuju kepadanya. Mereka seolah menunggu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Elina pun menyambut tangan Noah lalu menciumnya. Tangan kiri Noah mengusap kepala Elina dan berdoa sesuai tuntunan penghulu.“Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi suami istri.”Elina menatap kedua mata Noah, dia tidak menyangka jika sekarang sudah menjadi seorang istri dari pria pengangguran yang hanya menjadi beban keluarganya. Tak seperti pria sempurna yang yang ditunjuk oleh ketiga pamannya untuk menj
Noah merasakan kebebasan dalam dirinya. Kini dia tak perlu mendengar ocehan Anna serta pertengkaran kecil antara ayah dan ibunya itu.Dia bisa makan enak tanpa bekerja, hidup nyaman tanpa bayar kontrakan dan bisa bermain game sepuasnya seperti saat ini.“Hei, cepat bangun. Kita harus belajar menyetir!”“Sebentar aku belum selesai,” ucap Noah. Elina yang tak bisa menunggu pun merebut ponsel Noah. “Argh, kena—"“Apa, kamu ingin memarahiku. Kamu lupa kalau kamu harus mengikuti ucapanku.”Noah tak bisa berkutik, hanya diam tertunduk lesu karena dia pasti kalah saat berdebat dengan Elina tak seperti saat berdebat dengan intan."Ambil ini!”Noah dengan cepat menangkap kunci mobil yang dilempar oleh Elina. Keduanya lalu masuk ke dalam mobil.“Inget bawanya pelan-pelan, ikuti petunjuk dariku.”“Iya.” Tangan Noah berkeringat dingin,untuk pertama kalinya dia mengemudikan mobil.“Nyalakan, turunkan rem tangan, injak kopling terus masuk gigi satu.”“Bentar-bentar, sedikit-sedikit ngasih taunya j