Suara ketukan sepatu mengalihkan perhatian semua karyawan yang berada di lobi. mereka berhamburan dari lobi dan duduk di kursi masing-masing, sedangkan karyawan yang berada di lantai atas berlari ke tangga darurat agar tidak bertemu dengan bos killer.
“Apa mereka sudah berkumpul?” tanya Elina. “Sudah Bu, semua pemegang saham sudah berkumpul di ruang meeting,” jawab Dina lalu masuk ke dalam lift yang sama dengan Elena. “Apa, bukannya kita meeting sama staf divisi?” Dina menelan salivanya, dia benar-benar lupa memberitahu Elina jika semua pemegang saham mengadakan meeting mendadak. “It-itu—” Elina mengangkat tangannya tanda jika dia tidak menerima penjelasan apapun dari sekretarisnya itu. Tepat saat pintu lift terbuka, Elina keluar lebih dulu. Namun, langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruang meeting. Dia menghela napasnya mencoba tetap tenang ketika bertemu dengan para pemegang saham yang tak lain pamannya sendiri. “Selamat pagi,” sapa Elina diikuti Dina. Tapi Elina bergegas mendorong tubuh Dina agar keluar dari ruang meeting dan meninggalkannya bersama ketiga paman yang sudah sedari tadi menunggu kedatangannya. Hardi memulai pembicaraan. “Ehm, mengenai pembicaraan kita kemarin. Apa kamu sudah memilih pria yang akan menikah denganmu?” Elina menatap ketiga pamannya yang terlihat begitu penasaran dengan jawabannya. Jika dia memilih salah satu dari mereka, jelas mereka tidak bisa diajak kerja sama oleh Elina dan mungkin mereka hanya akan menyusahkan dirinya saja. “Begini Paman, soal pernikahan sepertinya aku nggak bisa menikah dengan salah satu pria pilihan Paman.” “Tuh kan, sudah aku bilang Elina itu nggak mungkin mau menikah. Jadi untuk apa menunggu lagi, tinggal turunkan dia,” sela Chandra yang memang menginginkan jabatannya sejak lama. Elina berdecak menarik atensi pamannya yang semakin kesal karena melihat Elina yang terkesan menyepelekan mereka. “Apa kamu sedang menghina kami?” tanya Heru adik bungsu ayah Elina yang selalu bersikap kasar kepadanya saat dia masih kecil. “Apa aku terlihat menghina kalian. Aku hanya penasaran kenapa kalian begitu menginginkan aku untuk segera menikah?!” Mata Elina melihat ke arah ketiga pamannya yang hanya diam seolah sedang berpikir untuk tidak membuat kesalahan karena Elina yang selalu berpikir kritis. Chandra mulai membuka mulutnya. “Kamu itu wanita Elina, enggak pantas seorang wanita memimpin perusahaan sebesar ini. Jadi biarkan kan salah satu dari kami memimpin perusahaan ini. Kalau nggak, ya terpaksa kamu harus segera menikah karena kami membutuhkan pemimpin seorang pria.” “Hanya itu?” “Iya,” jawab Chandra dan Heru bersemangat, sementara hardi hanya diam memperhatikan. Elina mengangguk lalu berkata, “Baiklah, aku akan menikah, tapi dengan pilihanku sendiri.” “ Ta—” Elina beranjak dari kursi menghentikan ucapan Chandra yang sepertinya akan menolak ucapan keponakannya itu. Hardi pun berdiri dari kursinya menghalangi langkah Elina. “Kapan kamu akan menikah?” “Secepatnya.” Eliana pun keluar dari ruang meeting meninggalkan mereka bertiga. *** Elina terlihat begitu gusar, bagaimana tidak, dia harus segera menikah sedangkan pasangan pun tidak punya. “Bagaimana ini,” gerutunya frustasi. “Permisi, Non.” Elina hanya bergumam ketika Anna yang tak lain pengurus rumah masuk ke dalam ruang kerjan sembari membawa kopi untuknya. “Kopinya, Non.” Mata Elina menatap Anna, sepintas dia pun ingat dengan pria yang membuatnya kesal tadi pagi. “Ehm … Bi, pria yang tadi pagi ke rumah siapa?” Anna tersentak mendengar ucapan Elina. “Apa Noah yang Non Elina maksud?” batin Anna. “It-itu, Non. Eeee ....” Suara Anna tercekat dia takut Elina tahu jika dia sering menyuruh Noah untuk mengambil makanan sisa. “Aku dengar dia putramu.” Seketika Anna berlutut i depan Elina. “Nona, maafkan aku karena lancang membawa putraku ke rumah. Aku juga sudah memberi makanan untuk mereka. Kami nggak punya makanan karena suamiku nggak kerja, putraku hanya seorang pengangguran yang sibuk bermain game. Sedangkan aku bekerja untuk menghidupi anak dan suamiku.” Sesaat Elina terenyuh mendengar cerita Anna. Namun, itu kesempatan baginya untuk bernegosiasi. “Begini Bi, aku akan memberikan uang seratus juta jika Bibi mengizinkan aku menikahi putramu.” “Menikahi Noah? Non serius mau menikah dengan anak Bibi?” Elina mengangguk lalu mendekati Anna. “Tapi ada syaratnya.” “Apa itu Non?” Sudut bibir Elina terangkat, dia bahagia karena satu persatu rencananya berjalan dengan lancar. Keesokan harinya .... “Noah …!” teriakan menggema di balik pintu kamarnya, sedangkan sang pemilik tak bergeming. Noah seorang pria pemalas dan tidak memiliki pekerjaan. Sehari-hari dia hanya bermain game dan menghabiskan waktunya di dalam kamar. Hal itu membuat orang tuanya kesal melihat kelakuan anak sulungnya yang tidak berguna itu. “Noah … Noah cepat bangun.” Pria itu hanya berdecak lalu kembali tidur, menutup telinganya dengan bantal. Sementara itu di depan pintu, Anna berjalan dengan cepat pergi ke dapur dan kembali dengan membawa ember yang berisi air. “Mamah, tunggu. Apa yang mau Mamah lakukan?” Intan mencoba menghalangi Anna, tapi Anna tidak memperdulikan putrinya dan malah menyuruhnya untuk membuka pintu kamar Noah menggunakan kunci serep. “Cepat buka!” Intan mau tidak mau membuka pintu kamar kakaknya. “Noah, mamah hitung sampai tiga ya,” ancam Anna bersiap menyiram air ke wajah Noah. “Satu …” Seketika mata Noah membelalak mendengar suara Anna. Belum sempat bangun, air sudah membasahi seluruh kepalanya hingga ke perut. “Mamah …,” teriak Noah tak terima di siram oleh Anna. Dengan kesal Anna melempar ember kosong yang ia pegang ke arah Noah, untungnya Noah tangkas menangkap ember tersebut membuat Anna semakin marah. “Cepat mandi, sebentar lagi kita akan kedatangan tamu.” Setelah mengatakan itu, Anna melangkah ke arah pintu. Namun, baru beberapa langkah, ia kembali menoleh ke arah Noah dan juga Intan. “Bawa ember itu!” hardik Anna pada Intan. “Dan kamu, cepat mandi. Pakai pakaian yang rapi dan wangi.” Intan dan Noah hanya saling menatap melihat Anna keluar dari kamar. “Memangnya tamu dari mana si, sampai Mamah nyolot kayak gitu?” Intan hanya mengangkat kedua bahunya, tanda jika dia juga memang tidak tahu tamu seperti apa yang akan datang ke rumah mereka sampai beberapa saudara datang hanya untuk membantu Anna memasak untuk menjamu tamu. Tetesan air berceceran di lantai saat Noah berjalan ke kamar mandi, dia tidak pedulikan hal itu bahkan membiarkan kasurnya basah karena ulah mamahnya sendiri. ‘Seperti apa tamu yang datang,’ batinnya. Ide jahil pun melintas di otak Noah, sudut bibirnya terangkat ketika memikirkan ide gila yang membuat orang tuanya malu karena ulahnya. Dua puluh menit kemudian, Noah keluar dari kamar mandi yang berada di sudut kamarnya. Matanya melihat adiknya membawa sprei yang basah berjalan melewatinya. “Kata Mamah buruan keluar, mandi kok lama banget kayak anak gadis aja!” cibirnya. Bibir Noah berkomat-kamit, tangannya pun refleks mencubit perut Intan. “Ngomong apa kamu?” “Mamah … kak Noah mukul aku!” teriak Intan. “Noah.” Keduanya bisa mendengar suara Anna yang berteriak dari luar kamar. Rumah yang berukuran tujuh kali sembilan itu, bisa mendengar dengan jelas suara yang berada di sisi ruangan lain. “Dasar cepu!” gerutu Noah mendorong adiknya untuk segera keluar dari kamarnya.Elina menatap rumah kecil yang ada di hadapannya, lalu membuka kacamata yang dia gunakan untuk memperjelas penglihatannya.“Beneran ini rumahnya, kecil sekali?!”Supir Elina melihat alamat yang diberikan Anna lalu berkata, “Iya, Nona. Ini alamat rumah yang diberikan oleh Bi Anna.”Elina melihat Anna berjalan ke arah mobilnya lalu membukakan pintu untuknya. “Selamat datang di rumah Bibi,” ucap Anna menyambut kedatangan Elina.Elina tak bergeming bahkan dia terlihat biasa saja melihat beberapa orang berdiri menyambut kedatangannya. Wajah dingin yang dia tunjukkan membuat Intan dan Budi terlihat risih melihatnya.“Ayo, masuk.” Anna mempersilahkan Elina untuk masuk ke dalam rumahnya. Menyingkirkan Budi dan Intan yang berdiri di depan pintu masuk.Elina duduk di kursi, di ikuti Anna. Namun, Anna langsung memukul paha Intan ketika dia akan duduk di sampingnya. Mata Anna melotot menatap ke arah Intan dan Budi bergantian seolah mengatakan jika mereka tidak boleh duduk.“Kenapa kalian hanya be
Jam menunjukkan pukul 10 pagi, banyak sekali orang berlalu lalang memulai aktivitas mereka. Noah hanya diam memperhatikan para pekerja yang berjalan melewatinya. Ada rasa iri di hati Noah ketika melihat para karyawan pria, yang terlihat bersemangat dengan pekerjaan mereka.“Gedung Subagja Grup,” gumam Noah mendongak melihat nama gedung yang dia tuju menyamakan dengan kartu nama yang di berikan oleh Elina. “Bener ini kantornya.”Noah berjalan masuk ke lobi, salah satu sekuriti yang tidak pernah melihat Noah pun bergegas menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanyanya.Noah tersenyum lalu menjawab, “Saya ingin bertemu dengan Ibu Elina.”“Apa sebelumnya sudah ada janji?”“Iya, beliau menyuruhku untuk datang ke sini.”“Baik, silahkan ke bagian resepsionis untuk menemui Ibu Elina.” Noah berjalan mendekati resepsionis.Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan resepsionis itu pun menghubungi sekretaris Elina untuk memastikan pertemuannya dengan pria yang ada di hadapannya.“Baik Bu
'Saat aku melakukan ijab kabul dan berjanji dengan Tuhanku. Maka saat itu, kamu akan menjadi milikku seutuhnya dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Elina.'Noah mengulurkan tangannya menunggu Elina menyambutnya. Namun, sayangnya wanita tersebut sepertinya tidak mengerti dengan apa yang sedang dia lakukan.“Apa?” desis Elina ketika bibir Noah berkomat-kamit, dengan mata yang naik turun melihat ke tangannya.“Cium tangan suamimu,” bisik Anna dari belakang.Elina seperti orang bodoh karena semua mata tertuju kepadanya. Mereka seolah menunggu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Elina pun menyambut tangan Noah lalu menciumnya. Tangan kiri Noah mengusap kepala Elina dan berdoa sesuai tuntunan penghulu.“Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi suami istri.”Elina menatap kedua mata Noah, dia tidak menyangka jika sekarang sudah menjadi seorang istri dari pria pengangguran yang hanya menjadi beban keluarganya. Tak seperti pria sempurna yang yang ditunjuk oleh ketiga pamannya untuk menj
Noah merasakan kebebasan dalam dirinya. Kini dia tak perlu mendengar ocehan Anna serta pertengkaran kecil antara ayah dan ibunya itu.Dia bisa makan enak tanpa bekerja, hidup nyaman tanpa bayar kontrakan dan bisa bermain game sepuasnya seperti saat ini.“Hei, cepat bangun. Kita harus belajar menyetir!”“Sebentar aku belum selesai,” ucap Noah. Elina yang tak bisa menunggu pun merebut ponsel Noah. “Argh, kena—"“Apa, kamu ingin memarahiku. Kamu lupa kalau kamu harus mengikuti ucapanku.”Noah tak bisa berkutik, hanya diam tertunduk lesu karena dia pasti kalah saat berdebat dengan Elina tak seperti saat berdebat dengan intan."Ambil ini!”Noah dengan cepat menangkap kunci mobil yang dilempar oleh Elina. Keduanya lalu masuk ke dalam mobil.“Inget bawanya pelan-pelan, ikuti petunjuk dariku.”“Iya.” Tangan Noah berkeringat dingin,untuk pertama kalinya dia mengemudikan mobil.“Nyalakan, turunkan rem tangan, injak kopling terus masuk gigi satu.”“Bentar-bentar, sedikit-sedikit ngasih taunya j
"Serius kamu akan menikah?" tanya Hardi menatap wajah Elina.Elina mengangguk seolah mengiyakan apa yang di tanyakan pamannya itu. "Sebenarnya aku sudah lama menjalin hubungan dengan pria bernama Noah. Hanya saja aku malu mengakui kepada Paman dan yang lainnya karena kasta kita berbeda," jelas Elina."Maksud kamu?"Elina menunjukkan foto Noah bersama keluarganya. Terlihat jelas raut wajah kecewa tergambar di wajah Hardi. "Tunggu, bukannya wanita ini asisten rumah tangga di rumahmu?" "Iya, Paman. Aku sudah lama mengenal pria itu dan aku sangat mencintainya, tapi aku yakin semua Paman tidak akan setuju jika aku menikah dengannya."Hardi menyimpan foto Noah. Dia menatap wajah Elina seolah mencari kebohongan di sana. "Apa kamu benar-benar mencintainya?"Tanpa ragu Elina mengangguk dan berkata, "Iya." Dia benar-benar yakin menikahi pria bodoh itu. Apa lagi dia seorang pengangguran dan anak dari asisten rumah tangga akan mudah bagi Elina untuk mengendalikan Noah dengan uang."Baik, menika
Mata Elina hampir tak berkedip saat menatap pria yang ada di depannya. Perlahan pria itu mendekat menghampiri Elina dengan senyum menggoda."Hai, Elina."Seketika jiwa Elina kembali masuk kedalam tubuhnya menyadarkan dia dari lamunannya. "Kenapa kamu ada di sini?" Bukannya menjawab Elina malah balik bertanya."Aku di sini menemani Pak Chandra."Mendengar hal itu Elina pun pergi meninggalkan pria yang pernah mengisi relung hatinya. Elina terus mengetukkan sepatunya, memikirkan perkataan apa yang cocok untuk menentang kedua pamannya.Brak!Semua mata tertuju kepada Elina saat dia membuka pintu ruang meeting. Terlihat kedua pamannya yang sudah siap dengan berkas yang ada di meja."Jadi, kalian benar-benar akan menarik saham dari perusahaan ini?""Iya, kami pikir kamu akan menikah dengan pria yang berpendidikan tinggi dari keluarga kaya tapi ternyata suami kamu hanya dari kalangan jelata.""Apa?"Heru yang sedari tadi diam pun mulai membuka mulutnya. "Kamu pikir kita tidak tau rencanamu.
Mata Elina terus menatap layar ponselnya, kini pria yang selalu ada di hatinya mulai mengikuti semua postingannya bahkan dia meninggalkan komentar di setiap postingan Elina. "Mau kubuatkan kopi?" tanya Noah sambil mengambil cangkir."Hm, aku ingin capuccino.""Capuccino?""Hm, Bi Anna biasa menyimpan kopi di laci," tutur Elina memberitahu. Noah pun membuka laci dan mendapati kopi yang di minta oleh Elina. Namun, seketika dia ingat akan ibunya yang tak pernah dia lihat setelah kembali ke rumah itu.Noah pun menyajikan kopi di atas meja sambil menarik kursi yang ada di depan Elina. "Ehm, apa kamu tidak sadar kalau setelah kita pulang dari Bandung tidak pernah bertemu dengan Mamah?""Mamah, siapa?" tanya Elina tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel. "BI ANNA!""Bi Anna, tunggu di mana Bi Anna sudah beberapa hari ini aku tidak melihatnya?"Noah melipat tangannya di dada menatap tajam Elina seolah menunggu penjelasannya."Kenapa menatapku seperti itu, apa kamu pikir aku memecat Ibum
Suara ketukan pintu menyadarkan Elina dari fokusnya. Dia mengalihkan perhatiannya saat melihat seseorang berjalan ke arahnya. "Noah, sedang apa kamu di sini?"Tak hanya Noah, Hardi pun muncul di belakangnya. "Selamat siang keponakan Paman.""Paman, kenapa Paman datang bersama Noah?""Mulai hari ini dia akan bekerja sebagai penanggung jawab keuangan.""A-apa?"Hardi tersenyum berjalan mendekati Elina. "Setidaknya jika dia bekerja di sini, Chandra dan Heru tidak akan mengganggumu.""Tunggu, Paman aku tidak suka bekerja dengan orang yang aku kenal. Bagaimana kalau karyawan lain tau jika Noah ini suamiku, mereka pasti memperlakukan dia dengan baik dan tak berguna nantinya!"Hardi menyeringai, sedangkan Noah menunjukkan wajah yang seolah meledek Elina."Kamu tenang saja, Paman sudah memperkenalkan Noah sebagai karyawan baru di sini dan Noah kamu harus bekerja keras untuk membantu istrimu.""Iya, Paman," jawab Noah."Baiklah, kalian berkerja samalah dengan baik. Paman menunggu gebrakan bar
Elina tersenyum tak percaya melihat Noah dan Hardi ikut ke acara makan siang mereka. Mereka berdua melambaikan tangan seolah menyambut kedatangannya. "Sayang," panggil Noah yang langsung disahuti semua staf wanita yang ada di sana. Elina berjalan mendekati Noah yang sudah menggeser kursi untuknya. "Kalian sudah tahu kan kalau dia suamiku? Jadi jangan pernah berani membahasnya di grup kalian." Riuh seketika mereka tak percaya jika Elina tahu tentang grup yang mereka buat. "Sepertinya di grup kita ada mata-mata. Siapa dia?" ujar wanita berambut pendek. Namun, sedetik kemudian mereka menatap Dina dengan sini. Ya, mereka akhirnya tahu siapa yang selama ini membocorkan percakapan mereka di grup. "Ah, sial. Harusnya aku sadar saat dia menunjukkan foto pernikahan Pak Noah dan Bu Elina," sela wanita berambut panjang. Dina yang mendapatkan tatapan sini hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. "Minta perhatiannya." Elina berdiri menatap semua orang yang ada di sana. "Terima k
Semua staf divisi berkumpul di ruang meeting. Raut wajah bahagia tergambar jelas di sana setelah mengetahui Noah berinvestasi di perusahaan tempat mereka bekerja.Hampir semua staf di sana takut akan terkena PHK karena perusahaan mereka mulai goyah. Namun, Noah datang seperti sang penyelamat bagi mereka yang takut tak bisa lagi bekerja."Jadi Pak Noah yang membantu perusahaan ini?" ucap wanita berambut pendek begitu senang mendengarnya."Ternyata mereka benar pasangan ya. Wanita kaya, mapan dan mandiri menikahi pria yang mapan juga. Aku benar-benar iri," sahut wanita berambut panjang."Bukan kamu saja yang iri, hampir semua staf iri dengan Bu Elina karena mendapatkan pria tampan, mapan dan berkualitas," tukas Dina yang ikut menimpali ucapan staf yang ada di sana. Meski mereka harus patah hati karena pria pujaannya ternyata suami atasannya.CeklekHening, mereka hanya diam melihat Elina masuk ke ruangan tersebut. "Kita makan siang di luar.""Yey—" Seketika mereka berhenti bersorak sa
Noah tersenyum melihat Elina lahap memakan steak kesukaannya. Dia bahkan menggeser piringnya agar istrinya itu menghabiskan steak miliknya.Namun, Elina malah menggeser piring tersebut. "Aku sudah kenyang.""Benarkah." Dering ponsel mengalihkan perhatian keduanya. Noah menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut."Halo."[Noah, ini Paman. Kenapa kamu nggak menghubungiku?]Noah melihat nomor asing kemudian berucap, "Maaf, aku lupa."[Bagaimana soal investasi yang kita bahas kemarin, apa kamu berminat berinvestasi di perusahaanku?] Mata Noah melirik ke arah Elina. "Aku akan bicara dulu dengan istriku."[Istri ... Hei, kamu tak perlu bicara dengan Elina, dia pasti melarangmu berinvestasi di perusahaanku.]Mendengar kata istri cukup membuat Elina tersipu malu. Meski dia sering meminta pisah tetap saja pria itu lah yang ada di hatinya. Hanya saja Elina tak suka berbagi dan pencemburu. Dia ingin Noah hanya miliknya dan tak suka wanita manapun membahasnya."Maaf Paman, akan
Suara ketukan jemari teru terdengar dan semakin nyaring, Sonia yang berada di sana sudah mulai tak nyaman karena dia tahu seperti apa jika atasannya itu marah. Brak! "Suruh bagian keuangan memeriksa laporannya lagi." "Baik, Pak." Sonia mengambil dokumen yang dilempar Noah. "Begini Pak, hari ini Bu Elina nggak masuk ke kantor. Menurut informasi yang saya dapatkan dia juga nggak kembali ke apartemen dari kemarin." "Hm, aku tahu. Oh ya, gimana tentang artikel hubungan aku dan model itu apa bisa di take down?" "Maaf Pak, nggak bisa karena bukan satu orang yang menyebarkan artikel itu. Kenapa Bapak nggak klarifikasi saja, undang wartawan lalu beritahu mereka kalau anda sudah menikah. Aku yakin gosip itu akan menghilang dengan sendirinya dan mereka juga akan tahu jika Bu Elina istri Pak Noah." Ucapan Sonia ada benarnya juga, Noah tak ingin masalahnya berlarut bahkan Lilia sudah mulai mengusik pernikahannya. "Akan aku pikirkan lagi." "Baik, Pak. Permisi." Sepeninggal Sonia,
Dina merangkul lengan Elina ke ruang tunggu, sementara Noah masih harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu."Pak Noah berbeda sekali ya Bu."Elina menoleh ke arah Dina dengan tatapan sinis. "Maksudmu apa?""Lihat, proporsi tubuhnya benar-benar membuat hati berdesir. Pantas banyak perempuan yang suka sama Pak Noah apa lagi sekarang menjadi CEO. Definisi tampan, dewasa dan mapan."Bibir Keyla berkomat-kamit dia tak menyangka sekretarisnya sendiri memuji suaminya di depannya. "Apa kamu sedang memuji suamiku?""Apa, eee ... Itu, aku—""Tutup mulutmu, aku nggak suka wanita sepertimu memuji suamiku.""Aku bukan memujinya, aku hanya menggambarkan sosok Pak Noah dimata wanita lain itu saja," elaknya. "Tunggu, jadi Bu Elina nggak jadi bercerai?"Elina menatap punggung Noah yang sedang berbicara dengan staf administrasi. "Kita nggak bisa cerai apa lagi aku sedang hamil anaknya."Sudut bibir Dina terangkat. "Baguslah, aku lega melihat Bu Elina kembali ke Pak Noah, jadi usahaku nggak sia-
Hardi dan Chandra beradu pandang setelah kepergian Hardi. "Apa jalan pikiran kita sama?" tanya Heru."Sepertinya sama. Ayo, kita temui keponakan tercinta kita."Kedua beranjak dari kursi, keluar dari perusahaan Hardi untuk menemui Elina di rumah sakit.Dua puluh menit berjalan akhirnya mereka sampai di basement."Rapihkan penampilanmu kita akan bertemu CEO yang akan membantu bisnis kita.""Apa dia akan mengenali kita, bahkan saat keduanya menikah kita sama sekali nggak datang ke acara pernikahan mereka."Chandra menghentikan langkah kakinya. "Bilang saja kalau Hardi tak mengijinkan kita untuk menemuinya. Kali ini kita harus mendapatkan hati suami dari keponakan kita. Aku yakin selama Elina sakit dia akan mengambil alih perusahaannya."Heru mengangguk seraya kembali berjalan ke dalam rumah sakit."Permisi, ruang pasien atas nama Bu Elina di mana ya?""Baik, ditunggu sebentar Pak," jawab staf yang berada di bagian informasi. "Ibu Elina ada di ruang VIP 1 di lantai 3.""Oke, terima kasih
Elina menikmati makanannya dengan lahap sampai tak bersisa, bahkan Noah harus memesan lagi steak karena ibu hamil itu tak kunjung kenyang. "Masih mau pesan lagi?" tanya Noah melihat tujuh kotak makan yang ada di atas meja. "Aku kenyang, tolong bawa aku ke brankar." "Sebelum tidur bersihkan dulu tangan, gigi dan wajahmu." Elina berdecak lalu berjalan ke kamar mandi di papah Noah. Dengan telaten Noah membantu Elina menyikat gigi dan membersihkan wajahnya. Perhatian itu pun sedikit membuat hati Elina berdesir. Apa lagi Noah terus menatap wajahnya sambil tersenyum. "Selesai," tuturnya. Noah mengangkat tubuh Elina membawanya ke atas brankar. "Pulanglah, aku bisa sendiri." "Aku akan menemanimu. Bahkan selesai dari rumah sakit pun aku akan selalu bersamamu." Elina tak ingin berdebat lagi, sebenarnya dia hanya berbasa-basi karena sebenarnya dia ingin Noah selalu bersamanya. Noah menarik selimut untuk menutupi tubuh Elina. Dia lalu mengambil laptop kemudian duduk di sofa.
"Bayi?"Hardi sampah mengulang ucapan Noah karena terkejut dengan ucapannya. "Elina sedang hamil dan janin yang ada di dalam rahimnya itu anakku. Jadi, aku mohon jangan pisahkan kami."Hardi berdecak, "Anak, apa kamu pikir anakmu nanti akan mengakuimu? apa lagi kalau dia tahu Papahnya hanya seorang anak pembantu. Lagi pula apa kamu yakin Elina masih mau denganmu?""Aku akan berusaha mendapatkan dia lagi."Hardi menyeringai seolah menyepelekan ucapan pria yang ada di depannya. "Saat ini Elina sedang dekat dengan seorang CEO ternama.""Apa CEO ternama itu tahu kalau Elina sudah menikah? Ah ... apa jadinya kalau dia tahu Elina sedang hamil? Ini akan menjadi berita besar seorang CEO Subagja Grup belum menikah tapi sedang hamil."Hardi tak bisa berkutik. "Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan Elina. Harusnya kamu bersyukur Elina sudah membuatmu seperti sekarang ini."Noah mengangguk sembari melipat kedua tangannya di dada. "Maka dari itu, sebagai u
Elina mengusap perutnya yang sudah mulai menonjol di bagian bawah. Selama ini dia pikir hanya masalah pencernaan ternyata ada janin yang hidup di rahimnya."Apa kamu akan terus merahasiakan ini dariku?" tanya Noah.Bagaimana Elina merahasiakan kehamilannya sementara dia sendiri tidak tahu kalau sedang hamil."Aku lelah, aku nggak mau berdebat denganmu." Elina memalingkan wajahnya tak ingin menatap Noah.Entah dia harus bahagia atau sedih karena tak terpikirkan olehnya akan mengandung janin dari Noah."Permisi," ucap seorang suster membuka pintu. Dia masuk bersama seorang dokter yang akan memeriksa keadaan Elina. "Selamat, siang Bu Elina. Saya izin sebentar untuk memeriksa keadaan Ibu."Elina membiarkan dokter itu memeriksa, tubuhnya terasa lemah hanya untuk bergerak."Syukurlah keadaan Ibu semakin membaik. Untuk kedepannya jangan minum alkohol lagi karena itu berbahaya bagi janin.""Maaf Dok, apa dia baik-baik saja?" tanya Elina."Bu Elina mengalami pendarahan karena meminum alkohol