Noah merasakan kebebasan dalam dirinya. Kini dia tak perlu mendengar ocehan Anna serta pertengkaran kecil antara ayah dan ibunya itu.
Dia bisa makan enak tanpa bekerja, hidup nyaman tanpa bayar kontrakan dan bisa bermain game sepuasnya seperti saat ini. “Hei, cepat bangun. Kita harus belajar menyetir!” “Sebentar aku belum selesai,” ucap Noah. Elina yang tak bisa menunggu pun merebut ponsel Noah. “Argh, kena—" “Apa, kamu ingin memarahiku. Kamu lupa kalau kamu harus mengikuti ucapanku.” Noah tak bisa berkutik, hanya diam tertunduk lesu karena dia pasti kalah saat berdebat dengan Elina tak seperti saat berdebat dengan intan. "Ambil ini!” Noah dengan cepat menangkap kunci mobil yang dilempar oleh Elina. Keduanya lalu masuk ke dalam mobil. “Inget bawanya pelan-pelan, ikuti petunjuk dariku.” “Iya.” Tangan Noah berkeringat dingin,untuk pertama kalinya dia mengemudikan mobil. “Nyalakan, turunkan rem tangan, injak kopling terus masuk gigi satu.” “Bentar-bentar, sedikit-sedikit ngasih taunya jangan cepat-cepat.” “Bodoh banget si, buruan injek rem kaki, terus turunin rem tangan.” “Udah, terus apa lagi.” “Injak kopling, terus masukin gigi satu. Koplingnya lepasin perlahan.” “Eh, gimana ini.” Elina memutar bola matanya, kesabarannya yang setipis tisu pun mulai tersulut. Dia terus memarahi Noah karena tidak bisa mengemudi dengan benar. “Bego banget sih. Ini mulut udah berbusa menerangkan, nggak bisa-bisa heran!” Elina membuka seat belt, berniat keluar dari mobil. Namun, Noah mencegah Elina untuk keluar dari dalam mobil. “Tunggu sebentar, kali ini aku pasti bisa.” Dia pun kembali memasang seatbelt, memperhatikan Noah yang mulai mengemudikan mobil tanpa instruksi darinya. Perlahan Noah pun menginjak pedal gas— mengemudikan mobil mengelilingi villa hingga akhirnya mobil mereka berhenti tepat di depan villa. “Yey!” seru Elina dan Noah sembari saling berpegangan. Namun, seketika mereka saling melepaskan tangan mereka seraya memalingkan wajah. Keduanya keluar dari dalam mobil, Elina pun berjalan lebih dulu di ikuti Noah berjalan sejajar dengannya. “Belajar mobil doang mah, kecil!” ujar Noah menjentikan tangannya “Oh ya?!” Noah tersenyum lalu melingkarkan tangannya di bahu Elina— membuatnya terpana karena baru kali ini ada pria yang memegang bahunya, merangkulnya dengan lembut. Hati Elina berdesir, tapi dia segera menepis tangan Noah dari bahunya. “Berapa usiamu?” “26, kamu?” Elina mengedipkan matanya, dia pikir Noah lebih tua darinya ternyata dia yang lebih tua dari pria yang ada di hadapannya. “Panggil aku kakak, karena usiaku lebih tua darimu.” “Benarkah, memangnya berapa usiamu?” “29,” gumam Elina yang masih bisa didengar oleh Noah. “Ah, sudah kuduga. Kamu begitu cerewet, galak, tukang merintah, ternyata sudah nenek-nenek.” “Apa.” “Canda, nenek.” Noah berlari menaiki anak tangga. Elina lalu mengambil sendal yang sedang dia gunakan untuk di lempar ke arah Noah. "Yee, enggak kena." Tanpa mereka sadari seseorang sedang memperhatikan mereka berdua. *** Noah memijat dahinya yang terasa nyeri, tak hanya itu matanya pun terasa perih setelah seharian membaca. Sesekali dia melirik ke arah Elina yang sibuk dengan laptopnya sedari pagi. “Aku sudah selesai membacanya,” ucap Noah memberikan dua buku tebal tentang manajemen bisnis. Elina hanya melihat ke arah buku yang disimpan oleh Noah kemudian memberikan berkas yang sedang dia periksa. “Baca ini dan temukan apa yang salah dengan laporan keuangan itu?” “Hah, tapi aku kan—” Elina mengibas tangannya, agar Noah berhenti berbicara. “Waktumu hanya sepuluh menit untuk memeriksa semuanya.” Noah berdiri di samping Elina sembari memeriksa berkas pemberiannya. Namun, baru lima menit Noah memberikan berkas tersebut. Elina hanya menatapnya tak ingin bertanya, karena dia masih sibuk dengan pekerjaanya. “Ini data pengeluaran yang aneh menurutku,” ujar Noah menunjuk nominal uang yang keluar. Sudut bibir Elina terangkat, dia lalu memberikan laptopnya agar Noah mempelajari semua pekerjaannya. “Kerjakan semua pekerjaanku. Kalau kamu mengerjakan semuanya dengan benar, aku akan memberikan ponselmu.” “Oke.” Noah bersemangat mengerjakan semua pekerjaan Elina. Sedangkan Elina sibuk membuka ponsel Noah, memeriksa semua aplikasi yang ada di ponselnya. “Kamu nggak punya media sosial?” “Nggak.” Elina mendownload aplikasi media sosial yang banyak digunakan oleh orang saat ini. Menggunakan email baru yang dia buat. “Noah.” Tanpa sadar Noah menoleh ke arah Elina yang sedang mengarahkan kamera ponselnya. Cekrek! "Baguskan?” “Apa itu?” “Aku membuat media sosial pribadimu. Mereka pasti mencari tahu siapa kamu dan aku sengaja membuat ini agar mereka nggak susah payah mencari tahu.” Noah menghela napasnya, bagaimana bisa seorang CEO kaya seperti Elina masih mencari perhatian dari media sosial. “Hapus.” “Nggak,” tolak Elina. Noah beranjak dari sofa lalu mengejar Elina. Dia menarik tangan Elina dengan kencang hingga tubuh Elina terhuyung dan menempel dengan tubuhnya. Keduanya saling berpandangan sebelum akhirnya, keduanya terjatuh dan Elina menimpa tubuh Noah. Brak! “Argh,” rintih Noah. “Ma-maaf. Ini semua salah kamu, suruh siapa mengejarku.” “Ta—” Belum sempat menjawab, Elina memberikan ponsel Noah, kemudian mengambil laptopnya. Dia pun berlalu meninggalkan Noah sendirian. "Ada apa dengan jantungku, kenapa jadi nggak karuan seperti ini?" desis Elina berjalan ke kamar. Elina merebahkan tubuhnya di atas kasur, sedetik kemudian dia membuka media sosial saat notif pesan masuk. Sebuah like dari username yang dia kenal pun menghiasi setiap postingan Elina saat ini. Bahkan foto bayangan punggung Noah pun banyak sekali orang yang meninggal komentar. "Akan ku balas kalian semua!""Serius kamu akan menikah?" tanya Hardi menatap wajah Elina.Elina mengangguk seolah mengiyakan apa yang di tanyakan pamannya itu. "Sebenarnya aku sudah lama menjalin hubungan dengan pria bernama Noah. Hanya saja aku malu mengakui kepada Paman dan yang lainnya karena kasta kita berbeda," jelas Elina."Maksud kamu?"Elina menunjukkan foto Noah bersama keluarganya. Terlihat jelas raut wajah kecewa tergambar di wajah Hardi. "Tunggu, bukannya wanita ini asisten rumah tangga di rumahmu?" "Iya, Paman. Aku sudah lama mengenal pria itu dan aku sangat mencintainya, tapi aku yakin semua Paman tidak akan setuju jika aku menikah dengannya."Hardi menyimpan foto Noah. Dia menatap wajah Elina seolah mencari kebohongan di sana. "Apa kamu benar-benar mencintainya?"Tanpa ragu Elina mengangguk dan berkata, "Iya." Dia benar-benar yakin menikahi pria bodoh itu. Apa lagi dia seorang pengangguran dan anak dari asisten rumah tangga akan mudah bagi Elina untuk mengendalikan Noah dengan uang."Baik, menika
Mata Elina hampir tak berkedip saat menatap pria yang ada di depannya. Perlahan pria itu mendekat menghampiri Elina dengan senyum menggoda."Hai, Elina."Seketika jiwa Elina kembali masuk kedalam tubuhnya menyadarkan dia dari lamunannya. "Kenapa kamu ada di sini?" Bukannya menjawab Elina malah balik bertanya."Aku di sini menemani Pak Chandra."Mendengar hal itu Elina pun pergi meninggalkan pria yang pernah mengisi relung hatinya. Elina terus mengetukkan sepatunya, memikirkan perkataan apa yang cocok untuk menentang kedua pamannya.Brak!Semua mata tertuju kepada Elina saat dia membuka pintu ruang meeting. Terlihat kedua pamannya yang sudah siap dengan berkas yang ada di meja."Jadi, kalian benar-benar akan menarik saham dari perusahaan ini?""Iya, kami pikir kamu akan menikah dengan pria yang berpendidikan tinggi dari keluarga kaya tapi ternyata suami kamu hanya dari kalangan jelata.""Apa?"Heru yang sedari tadi diam pun mulai membuka mulutnya. "Kamu pikir kita tidak tau rencanamu.
Mata Elina terus menatap layar ponselnya, kini pria yang selalu ada di hatinya mulai mengikuti semua postingannya bahkan dia meninggalkan komentar di setiap postingan Elina. "Mau kubuatkan kopi?" tanya Noah sambil mengambil cangkir."Hm, aku ingin capuccino.""Capuccino?""Hm, Bi Anna biasa menyimpan kopi di laci," tutur Elina memberitahu. Noah pun membuka laci dan mendapati kopi yang di minta oleh Elina. Namun, seketika dia ingat akan ibunya yang tak pernah dia lihat setelah kembali ke rumah itu.Noah pun menyajikan kopi di atas meja sambil menarik kursi yang ada di depan Elina. "Ehm, apa kamu tidak sadar kalau setelah kita pulang dari Bandung tidak pernah bertemu dengan Mamah?""Mamah, siapa?" tanya Elina tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel. "BI ANNA!""Bi Anna, tunggu di mana Bi Anna sudah beberapa hari ini aku tidak melihatnya?"Noah melipat tangannya di dada menatap tajam Elina seolah menunggu penjelasannya."Kenapa menatapku seperti itu, apa kamu pikir aku memecat Ibum
Suara ketukan pintu menyadarkan Elina dari fokusnya. Dia mengalihkan perhatiannya saat melihat seseorang berjalan ke arahnya. "Noah, sedang apa kamu di sini?"Tak hanya Noah, Hardi pun muncul di belakangnya. "Selamat siang keponakan Paman.""Paman, kenapa Paman datang bersama Noah?""Mulai hari ini dia akan bekerja sebagai penanggung jawab keuangan.""A-apa?"Hardi tersenyum berjalan mendekati Elina. "Setidaknya jika dia bekerja di sini, Chandra dan Heru tidak akan mengganggumu.""Tunggu, Paman aku tidak suka bekerja dengan orang yang aku kenal. Bagaimana kalau karyawan lain tau jika Noah ini suamiku, mereka pasti memperlakukan dia dengan baik dan tak berguna nantinya!"Hardi menyeringai, sedangkan Noah menunjukkan wajah yang seolah meledek Elina."Kamu tenang saja, Paman sudah memperkenalkan Noah sebagai karyawan baru di sini dan Noah kamu harus bekerja keras untuk membantu istrimu.""Iya, Paman," jawab Noah."Baiklah, kalian berkerja samalah dengan baik. Paman menunggu gebrakan bar
Jam makan siang pun tiba, Elina mengambil brosur makanan yang akan dia pesan. Terbiasa sendiri membuat Elina malas keluar hanya untuk makan siang bersama sekretaris atau staf lainnya. Tok, tok. "Permisi." "Masuk." Dina menyembulkan kepalanya dari balik pintu lalu mendekat ke meja Elina. "Mau makan siang apa?" Mata Elina masih fokus ke menu makanan yang ada di tangannya. "Aku bosan makan ini, kamu mau makan di mana?" tanya Elina memastikan restoran mana yang akan Dina kunjungi. "Aku mau makan di kantin." "Di kantin bawah, memangnya ada menu makanan apa saja?" selidik Elina. Dina berpikir sejenak, "Entahlah, aku ke kantin hanya ingin makan siang dengan Noah." "Apa?" Dina melipat bibirnya, dengan tidak sopannya dia menyebut nama suami atasannya itu dengan sebutan Noah. "Maaf, maksudku Pak Noah." Dina mendekati Elina. "Di grup para staf di setiap divisi sedang membicarakan Pak Noah. Namanya jadi trending topik di grup, aku sengaja ke kantin untuk menyelidiki dan men
Noah terus berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Elina yang sudah jam sepuluh malam tapi tak kunjung datang.Padahal dia sudah ada rencana mengajaknya makan malam sesuai permintaan Hardi. "Den, belum tidur?" tanya suami saat dia bangun ada bayangan sosok hitam mondar-mandir di sana. "Belum Bi, aku sedang menunggu Elina maksudku istriku.""Oh, Non Elina kadang pulang pagi, dia selalu lembur di kantornya. Tenang saja Non Elina anak yang baik dia tidak pernah ke hiburan malam atau acara lainnya tanpa mengabariku. Jadi kalau tidak ada kabar seperti ini dia pasti masih di kantor karena sibuk mengurusi pekerjanya. Kenapa tidak di jemput saja?""Eeee, itu karena ...." Bagaimana mungkin Noah memberi tahu Sumi jika keduanya merahasiakan pernikahan mereka di kantor. "Aku akan menghubunginya.""Hm, baiklah. Bibi ke kamar dulu ya."Noah mengangguk lalu mendekati jendela hanya untuk memastikan jika orang yang dia tunggu datang secara tiba-tiba dan benar saja terdengar s
Tok, tok, tok.Elina membuka penutup mata saat mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Perlahan dia beranjak dari ranjang untuk membuka pintu."Selamat pagi, Non. Sudah jam sepuluh, waktunya kerja.""Hm, makasih Bi. Elina menoleh ke atas sofa sudah tidak ada Noah di sana. "Noah sudah kerja?""Iya Non, seperti biasa Den Noah berangkat pagi katanya naik angkutan umum suka desak-desakan kalau telat."Elina hanya mengangguk berniat menutup pintu kamarnya. Namun, Sumi menghalangi pintu. "Non tidak kasian sama Den Noah, dia harus berangkat pagi dan pulang malam karena tidak punya kendaraan."Elina memutar bola matanya. "Dia harus mandiri, biar tau susahnya mencari uang."Setelah mengatakan itu Elina melempar pintu kamar membuat Sumi bingung."Menikah tapi terlihat asing," gumamnya berlalu menjauh dari kamar Elina.Sedangkan di dalam kamar, Elina memikirkan apa yang di katakan Sumi. Elina lalu membuka ponselnya mengirim pesan ke seseorang.[Bawa mobilku ke kantor.]Setelah mengirimkan
Suara dentingan piring dan sendok terus beradu tanpa ada sela pembicaraan.Elina hanya diam memperhatikan Chandra yang sedang makan siang sementara dirinya hanya memesan kopi sambil menunggu dia selesai makan."Kamu nggak makan?" tanya Chandra."Aku sudah kenyang. Apa berkas dokumen yang aku minta sudah di siapkan?" Tiba-tiba saja Chandra berhenti mengunyah lalu menyimpan sendok di atas piring."Apa kamu yakin akan tetap menarik investasimu?""Yakin, bukannya Paman juga akan menarik saham paman yang ada di perusahaanku. Aku sudah mempersiapkan semuanya dan Paman hanya tinggal tanda tangan saja."Chandra melihat ke sekeliling seolah mengalihkan perhatian Elina. Namun, Elina sama sekali tak bergeming— malah mengeluarkan map yang ada di tasnya."Silahkan di tanda tangani. Aku akan menemui asisten Paman dan membicarakan semuanya. Dia tahu kan berapa investasiku di perusahaan Paman?"Setelah mengatakan itu Elina beranjak dari kursinya. "Tunggu Elina, apa kamu yakin akan menarik semuanya?
Elina tersenyum tak percaya melihat Noah dan Hardi ikut ke acara makan siang mereka. Mereka berdua melambaikan tangan seolah menyambut kedatangannya. "Sayang," panggil Noah yang langsung disahuti semua staf wanita yang ada di sana. Elina berjalan mendekati Noah yang sudah menggeser kursi untuknya. "Kalian sudah tahu kan kalau dia suamiku? Jadi jangan pernah berani membahasnya di grup kalian." Riuh seketika mereka tak percaya jika Elina tahu tentang grup yang mereka buat. "Sepertinya di grup kita ada mata-mata. Siapa dia?" ujar wanita berambut pendek. Namun, sedetik kemudian mereka menatap Dina dengan sini. Ya, mereka akhirnya tahu siapa yang selama ini membocorkan percakapan mereka di grup. "Ah, sial. Harusnya aku sadar saat dia menunjukkan foto pernikahan Pak Noah dan Bu Elina," sela wanita berambut panjang. Dina yang mendapatkan tatapan sini hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. "Minta perhatiannya." Elina berdiri menatap semua orang yang ada di sana. "Terima k
Semua staf divisi berkumpul di ruang meeting. Raut wajah bahagia tergambar jelas di sana setelah mengetahui Noah berinvestasi di perusahaan tempat mereka bekerja.Hampir semua staf di sana takut akan terkena PHK karena perusahaan mereka mulai goyah. Namun, Noah datang seperti sang penyelamat bagi mereka yang takut tak bisa lagi bekerja."Jadi Pak Noah yang membantu perusahaan ini?" ucap wanita berambut pendek begitu senang mendengarnya."Ternyata mereka benar pasangan ya. Wanita kaya, mapan dan mandiri menikahi pria yang mapan juga. Aku benar-benar iri," sahut wanita berambut panjang."Bukan kamu saja yang iri, hampir semua staf iri dengan Bu Elina karena mendapatkan pria tampan, mapan dan berkualitas," tukas Dina yang ikut menimpali ucapan staf yang ada di sana. Meski mereka harus patah hati karena pria pujaannya ternyata suami atasannya.CeklekHening, mereka hanya diam melihat Elina masuk ke ruangan tersebut. "Kita makan siang di luar.""Yey—" Seketika mereka berhenti bersorak sa
Noah tersenyum melihat Elina lahap memakan steak kesukaannya. Dia bahkan menggeser piringnya agar istrinya itu menghabiskan steak miliknya.Namun, Elina malah menggeser piring tersebut. "Aku sudah kenyang.""Benarkah." Dering ponsel mengalihkan perhatian keduanya. Noah menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut."Halo."[Noah, ini Paman. Kenapa kamu nggak menghubungiku?]Noah melihat nomor asing kemudian berucap, "Maaf, aku lupa."[Bagaimana soal investasi yang kita bahas kemarin, apa kamu berminat berinvestasi di perusahaanku?] Mata Noah melirik ke arah Elina. "Aku akan bicara dulu dengan istriku."[Istri ... Hei, kamu tak perlu bicara dengan Elina, dia pasti melarangmu berinvestasi di perusahaanku.]Mendengar kata istri cukup membuat Elina tersipu malu. Meski dia sering meminta pisah tetap saja pria itu lah yang ada di hatinya. Hanya saja Elina tak suka berbagi dan pencemburu. Dia ingin Noah hanya miliknya dan tak suka wanita manapun membahasnya."Maaf Paman, akan
Suara ketukan jemari teru terdengar dan semakin nyaring, Sonia yang berada di sana sudah mulai tak nyaman karena dia tahu seperti apa jika atasannya itu marah. Brak! "Suruh bagian keuangan memeriksa laporannya lagi." "Baik, Pak." Sonia mengambil dokumen yang dilempar Noah. "Begini Pak, hari ini Bu Elina nggak masuk ke kantor. Menurut informasi yang saya dapatkan dia juga nggak kembali ke apartemen dari kemarin." "Hm, aku tahu. Oh ya, gimana tentang artikel hubungan aku dan model itu apa bisa di take down?" "Maaf Pak, nggak bisa karena bukan satu orang yang menyebarkan artikel itu. Kenapa Bapak nggak klarifikasi saja, undang wartawan lalu beritahu mereka kalau anda sudah menikah. Aku yakin gosip itu akan menghilang dengan sendirinya dan mereka juga akan tahu jika Bu Elina istri Pak Noah." Ucapan Sonia ada benarnya juga, Noah tak ingin masalahnya berlarut bahkan Lilia sudah mulai mengusik pernikahannya. "Akan aku pikirkan lagi." "Baik, Pak. Permisi." Sepeninggal Sonia,
Dina merangkul lengan Elina ke ruang tunggu, sementara Noah masih harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu."Pak Noah berbeda sekali ya Bu."Elina menoleh ke arah Dina dengan tatapan sinis. "Maksudmu apa?""Lihat, proporsi tubuhnya benar-benar membuat hati berdesir. Pantas banyak perempuan yang suka sama Pak Noah apa lagi sekarang menjadi CEO. Definisi tampan, dewasa dan mapan."Bibir Keyla berkomat-kamit dia tak menyangka sekretarisnya sendiri memuji suaminya di depannya. "Apa kamu sedang memuji suamiku?""Apa, eee ... Itu, aku—""Tutup mulutmu, aku nggak suka wanita sepertimu memuji suamiku.""Aku bukan memujinya, aku hanya menggambarkan sosok Pak Noah dimata wanita lain itu saja," elaknya. "Tunggu, jadi Bu Elina nggak jadi bercerai?"Elina menatap punggung Noah yang sedang berbicara dengan staf administrasi. "Kita nggak bisa cerai apa lagi aku sedang hamil anaknya."Sudut bibir Dina terangkat. "Baguslah, aku lega melihat Bu Elina kembali ke Pak Noah, jadi usahaku nggak sia-
Hardi dan Chandra beradu pandang setelah kepergian Hardi. "Apa jalan pikiran kita sama?" tanya Heru."Sepertinya sama. Ayo, kita temui keponakan tercinta kita."Kedua beranjak dari kursi, keluar dari perusahaan Hardi untuk menemui Elina di rumah sakit.Dua puluh menit berjalan akhirnya mereka sampai di basement."Rapihkan penampilanmu kita akan bertemu CEO yang akan membantu bisnis kita.""Apa dia akan mengenali kita, bahkan saat keduanya menikah kita sama sekali nggak datang ke acara pernikahan mereka."Chandra menghentikan langkah kakinya. "Bilang saja kalau Hardi tak mengijinkan kita untuk menemuinya. Kali ini kita harus mendapatkan hati suami dari keponakan kita. Aku yakin selama Elina sakit dia akan mengambil alih perusahaannya."Heru mengangguk seraya kembali berjalan ke dalam rumah sakit."Permisi, ruang pasien atas nama Bu Elina di mana ya?""Baik, ditunggu sebentar Pak," jawab staf yang berada di bagian informasi. "Ibu Elina ada di ruang VIP 1 di lantai 3.""Oke, terima kasih
Elina menikmati makanannya dengan lahap sampai tak bersisa, bahkan Noah harus memesan lagi steak karena ibu hamil itu tak kunjung kenyang. "Masih mau pesan lagi?" tanya Noah melihat tujuh kotak makan yang ada di atas meja. "Aku kenyang, tolong bawa aku ke brankar." "Sebelum tidur bersihkan dulu tangan, gigi dan wajahmu." Elina berdecak lalu berjalan ke kamar mandi di papah Noah. Dengan telaten Noah membantu Elina menyikat gigi dan membersihkan wajahnya. Perhatian itu pun sedikit membuat hati Elina berdesir. Apa lagi Noah terus menatap wajahnya sambil tersenyum. "Selesai," tuturnya. Noah mengangkat tubuh Elina membawanya ke atas brankar. "Pulanglah, aku bisa sendiri." "Aku akan menemanimu. Bahkan selesai dari rumah sakit pun aku akan selalu bersamamu." Elina tak ingin berdebat lagi, sebenarnya dia hanya berbasa-basi karena sebenarnya dia ingin Noah selalu bersamanya. Noah menarik selimut untuk menutupi tubuh Elina. Dia lalu mengambil laptop kemudian duduk di sofa.
"Bayi?"Hardi sampah mengulang ucapan Noah karena terkejut dengan ucapannya. "Elina sedang hamil dan janin yang ada di dalam rahimnya itu anakku. Jadi, aku mohon jangan pisahkan kami."Hardi berdecak, "Anak, apa kamu pikir anakmu nanti akan mengakuimu? apa lagi kalau dia tahu Papahnya hanya seorang anak pembantu. Lagi pula apa kamu yakin Elina masih mau denganmu?""Aku akan berusaha mendapatkan dia lagi."Hardi menyeringai seolah menyepelekan ucapan pria yang ada di depannya. "Saat ini Elina sedang dekat dengan seorang CEO ternama.""Apa CEO ternama itu tahu kalau Elina sudah menikah? Ah ... apa jadinya kalau dia tahu Elina sedang hamil? Ini akan menjadi berita besar seorang CEO Subagja Grup belum menikah tapi sedang hamil."Hardi tak bisa berkutik. "Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan Elina. Harusnya kamu bersyukur Elina sudah membuatmu seperti sekarang ini."Noah mengangguk sembari melipat kedua tangannya di dada. "Maka dari itu, sebagai u
Elina mengusap perutnya yang sudah mulai menonjol di bagian bawah. Selama ini dia pikir hanya masalah pencernaan ternyata ada janin yang hidup di rahimnya."Apa kamu akan terus merahasiakan ini dariku?" tanya Noah.Bagaimana Elina merahasiakan kehamilannya sementara dia sendiri tidak tahu kalau sedang hamil."Aku lelah, aku nggak mau berdebat denganmu." Elina memalingkan wajahnya tak ingin menatap Noah.Entah dia harus bahagia atau sedih karena tak terpikirkan olehnya akan mengandung janin dari Noah."Permisi," ucap seorang suster membuka pintu. Dia masuk bersama seorang dokter yang akan memeriksa keadaan Elina. "Selamat, siang Bu Elina. Saya izin sebentar untuk memeriksa keadaan Ibu."Elina membiarkan dokter itu memeriksa, tubuhnya terasa lemah hanya untuk bergerak."Syukurlah keadaan Ibu semakin membaik. Untuk kedepannya jangan minum alkohol lagi karena itu berbahaya bagi janin.""Maaf Dok, apa dia baik-baik saja?" tanya Elina."Bu Elina mengalami pendarahan karena meminum alkohol