"Serius kamu akan menikah?" tanya Hardi menatap wajah Elina.
Elina mengangguk seolah mengiyakan apa yang di tanyakan pamannya itu. "Sebenarnya aku sudah lama menjalin hubungan dengan pria bernama Noah. Hanya saja aku malu mengakui kepada Paman dan yang lainnya karena kasta kita berbeda," jelas Elina. "Maksud kamu?" Elina menunjukkan foto Noah bersama keluarganya. Terlihat jelas raut wajah kecewa tergambar di wajah Hardi. "Tunggu, bukannya wanita ini asisten rumah tangga di rumahmu?" "Iya, Paman. Aku sudah lama mengenal pria itu dan aku sangat mencintainya, tapi aku yakin semua Paman tidak akan setuju jika aku menikah dengannya." Hardi menyimpan foto Noah. Dia menatap wajah Elina seolah mencari kebohongan di sana. "Apa kamu benar-benar mencintainya?" Tanpa ragu Elina mengangguk dan berkata, "Iya." Dia benar-benar yakin menikahi pria bodoh itu. Apa lagi dia seorang pengangguran dan anak dari asisten rumah tangga akan mudah bagi Elina untuk mengendalikan Noah dengan uang. "Baik, menikahlah. Paman akan menjadi walimu." "Terima kasih Paman tapi bisakah pamah untuk merahasiakan pernikahanku dan Noah sementara waktu. Aku ingin mempersiapkan dia terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Paman Chandra dan Heru." Hardi mengangguk. "Paman akan merahasiakan, asalkan semua ucapanmu itu bukan sebuah kebohongan." "Paman, apa aku pernah berbohong kepada Paman. Paman adalah orang yang paling aku sayangi di dunia ini setelah Ayah. Aku mohon, dukung aku." Bayangan tentang percakapan dia dengan Elina sebelumnya terekam jelas di otak Hardi. Dia pun memberitahu tentang pernikahan Elina dan Noah kepada kedua saudaranya. “Jadi seperti apa pria yang menikahi keponakan kesayangan kita?” tanya Heru. "Kenapa pernikahannya terkesan mendadak. Bahkan tidak ada yang memberitahu kita tentang pernikahan mereka?" sambung Chandra. Hardi membenarkan duduknya lalu berkata, “Dia terlahir dari keluarga biasa, tapi sepertinya Elina begitu mencintai pria itu.” Chandra berdecak, “Kenapa kamu enggak menghentikan pernikahan mereka.” “Untuk apa. Bukankah kalian hanya ingin melihat Elina menikah lalu apa lagi yang kalian inginkan?” “Jelas posisinya,” sela Chandra. “Apa kamu lupa dengan rencana kita?” Hardi tak bisa berkutik ketika didesak oleh kakak dan adik kandungnya sendiri. “Lalu, apa rencana kalian?” Chandra mulai merancang rencana untuk menjebak Elina. Hardi hanya mendengarkan dan berpura-pura berada di pihak mereka. Dia tidak menyangka jika saudaranya sendiri begitu jahat ke ponakan mereka, bahkan memiliki banyak rencana jahat sampai mendapatkan apa yang mereka inginkan. Setelah berbicara dengan kedua saudaranya, Hardi pergi ke rumah Elina dan mencari Anna. Dia sudah tahu jika Anna merupakan ibu dari Noah dan dia tidak ingin mereka mengacaukan semua rencana. “Selamat sore, Pak Hardi,” sapa Anna saat melihat kedatangan Hardi. Hardi hanya berdehem lalu duduk di sofa. “Duduklah, kita harus bicara,” ujarnya memulai percakapan. “Begini, putramu dan Elina sudah menikah. Aku harap kamu segera berhenti dari pekerjaanmu.” “Ta-tapi, Pak.” “Bereskan semua barangmu dan keluar dari sini sekarang juga. Aku akan memberikan uang pesangon untukmu asalkan kamu tidak lagi menunjukkan wajahmu di sini.” Setelah mengatakan hal itu, Hardi beranjak dari kursi meninggalkan Anna yang merasa bingung. Jika dipikir lagi apa yang dikatakan Hardi memang benar. Tidak sepantasnya dia masih tinggal di rumah menantunya, apa lagi dia sudah menerima uang yang diberikan oleh Elina. Anna pun berkemas dan kembali ke rumahnya tanpa berpamitan kepada Elina yang selama ini dia rawat. Tanpa sepengetahuan Anna, Hardi masih memperhatikan dari dalam mobilnya. Tak lupa dia membuka ponselnya menghubungi seseorang. “Apa yang aku minta sudah kalian lakukan?” “Sudah, Pak. Kami sedang berbicara dengan suami yang bersangkutan.” “Oke, urus semuanya dengan baik. Jangan sampai Elina tau tentang ini.” Hardi mematikan panggilannya lalu menyuruh supirnya untuk pergi dari rumah Elina. *** Noah menghentikan mobilnya di sebuah restoran. Dia terlalu lelah hingga mengantuk karena semalaman menyetir mobil. “Hei, bangun,” ucap Noah membangunkan Elina. Elina menggeliat ketika Noah menggoyangkan bahunya agar dia bangun. “Di mana kita?” tanya Elina dengan suara serak khas bangun tidur. “Sudah sampai Jakarta,” jawab Noah. “Aku lapar, kita makan dulu ya.” Elina melihat Noah keluar dari mobil menuju warung tenda yang berada di pinggir jalan. Sedangkan Elina menyalakan layar ponselnya dan melihat jam yang menunjukan pukul 6 pagi. “Gila, Bandung ke Jakarta 7 jam. Dia bawa mobil apa keong,” gumam Elina lalu keluar dari mobil. Dilihatnya Noah sedang memesan makanan. “Kamu mau nasi kuning atau nasi uduk?” Elina terdiam, mendengar nama makanan yang asing baginya membuat Elina tidak bisa memilih makanannya. Noah memperhatikan Elina lalu berkata, “Pasti belum pernah makan. Orang kaya, mana mungkin makan makanan seperti ini.” “Udah tahu pake nanya lagi, udah pesan saja sama seperti kamu.” Noah lalu memesan nasi kuning yang sama dengannya. Sesekali dia melirik ke arah Elina yang mulai sibuk dengan ponselnya dan—” “Argh ….” Jeritnya yang membuat Noah terkejut. “Ada apa?” “Apa aku sedang bermimpi, dia mengomentari postinganku,” batinnya melihat foto tangannya yang sedang di genggam oleh Noah. Noah yang bingung melihat ekspresi Elina pun tak ambil pusing dan langsung melahap nasi kuning yang ada di piringnya. Sementara Elina, malah sibuk dengan ponselnya. Selesai makan, Elina mengemudikan mobilnya dengan kencang agar dia segera kembali ke rumah dan berganti pakaian. 20 menit perjalanan akhirnya mereka pun sampai di rumah. Elina berjalan lebih dulu meninggalkan Noah yang berjalan mengikutinya. “Astaga, sedang apa kamu di kamarku?” tanya Elina. Noah berdiri mematung karena tanpa sadar dia masuk ke dalam kamar Elina. “Bukankah kita sudah menikah?” “Lalu?” Elina menghela napasnya dia lupa jika setelah menikah suami istri biasanya tidur di kamar yang sama. “Aku lupa, ini kamar kita tapi kamu enggak boleh tidur di ranjangku." “Hah, terus aku tidur dimana?” “Disitu.” Tunjuk Elina ke sebuah sofa yang ada di kamarnya. “Tapi sebelum kamu beristirahat sebaiknya kamu keluar karena aku ingin mengganti bajuku.” Dengan patuh Noah keluar dari kamar Elina. Elina pun bergegas mengganti pakaiannya lalu memoleskan makeup di wajahnya. Tanpa berpamitan, Elina masuk ke dalam mobilnya lalu pergi ke kantor. Iya, setelah mendapat kabar jika Chandra tiba-tiba saja ingin menarik sahamnya dari perusahaan mereka. Elina pun bergegas ke kantor karena tidak mau pamannya menghancurkan bisnis yang sudah ia bangun. “Pagi, Bu,” sapa para karyawan yang dia lewati. Namun, Elina tak bergeming karena kepalanya dipenuhi emosi yang begitu membara. “Elina.” Langkah kaki Elina terhenti ketika mendengar suara pria yang tak asing di telinganya. Perlahan dia berbalik, tubuhnya terasa kaku ketika pria itu berjalan mendekatinya. “Ka-kamu.”Mata Elina hampir tak berkedip saat menatap pria yang ada di depannya. Perlahan pria itu mendekat menghampiri Elina dengan senyum menggoda."Hai, Elina."Seketika jiwa Elina kembali masuk kedalam tubuhnya menyadarkan dia dari lamunannya. "Kenapa kamu ada di sini?" Bukannya menjawab Elina malah balik bertanya."Aku di sini menemani Pak Chandra."Mendengar hal itu Elina pun pergi meninggalkan pria yang pernah mengisi relung hatinya. Elina terus mengetukkan sepatunya, memikirkan perkataan apa yang cocok untuk menentang kedua pamannya.Brak!Semua mata tertuju kepada Elina saat dia membuka pintu ruang meeting. Terlihat kedua pamannya yang sudah siap dengan berkas yang ada di meja."Jadi, kalian benar-benar akan menarik saham dari perusahaan ini?""Iya, kami pikir kamu akan menikah dengan pria yang berpendidikan tinggi dari keluarga kaya tapi ternyata suami kamu hanya dari kalangan jelata.""Apa?"Heru yang sedari tadi diam pun mulai membuka mulutnya. "Kamu pikir kita tidak tau rencanamu.
Mata Elina terus menatap layar ponselnya, kini pria yang selalu ada di hatinya mulai mengikuti semua postingannya bahkan dia meninggalkan komentar di setiap postingan Elina. "Mau kubuatkan kopi?" tanya Noah sambil mengambil cangkir."Hm, aku ingin capuccino.""Capuccino?""Hm, Bi Anna biasa menyimpan kopi di laci," tutur Elina memberitahu. Noah pun membuka laci dan mendapati kopi yang di minta oleh Elina. Namun, seketika dia ingat akan ibunya yang tak pernah dia lihat setelah kembali ke rumah itu.Noah pun menyajikan kopi di atas meja sambil menarik kursi yang ada di depan Elina. "Ehm, apa kamu tidak sadar kalau setelah kita pulang dari Bandung tidak pernah bertemu dengan Mamah?""Mamah, siapa?" tanya Elina tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel. "BI ANNA!""Bi Anna, tunggu di mana Bi Anna sudah beberapa hari ini aku tidak melihatnya?"Noah melipat tangannya di dada menatap tajam Elina seolah menunggu penjelasannya."Kenapa menatapku seperti itu, apa kamu pikir aku memecat Ibum
Suara ketukan pintu menyadarkan Elina dari fokusnya. Dia mengalihkan perhatiannya saat melihat seseorang berjalan ke arahnya. "Noah, sedang apa kamu di sini?"Tak hanya Noah, Hardi pun muncul di belakangnya. "Selamat siang keponakan Paman.""Paman, kenapa Paman datang bersama Noah?""Mulai hari ini dia akan bekerja sebagai penanggung jawab keuangan.""A-apa?"Hardi tersenyum berjalan mendekati Elina. "Setidaknya jika dia bekerja di sini, Chandra dan Heru tidak akan mengganggumu.""Tunggu, Paman aku tidak suka bekerja dengan orang yang aku kenal. Bagaimana kalau karyawan lain tau jika Noah ini suamiku, mereka pasti memperlakukan dia dengan baik dan tak berguna nantinya!"Hardi menyeringai, sedangkan Noah menunjukkan wajah yang seolah meledek Elina."Kamu tenang saja, Paman sudah memperkenalkan Noah sebagai karyawan baru di sini dan Noah kamu harus bekerja keras untuk membantu istrimu.""Iya, Paman," jawab Noah."Baiklah, kalian berkerja samalah dengan baik. Paman menunggu gebrakan bar
Jam makan siang pun tiba, Elina mengambil brosur makanan yang akan dia pesan. Terbiasa sendiri membuat Elina malas keluar hanya untuk makan siang bersama sekretaris atau staf lainnya. Tok, tok. "Permisi." "Masuk." Dina menyembulkan kepalanya dari balik pintu lalu mendekat ke meja Elina. "Mau makan siang apa?" Mata Elina masih fokus ke menu makanan yang ada di tangannya. "Aku bosan makan ini, kamu mau makan di mana?" tanya Elina memastikan restoran mana yang akan Dina kunjungi. "Aku mau makan di kantin." "Di kantin bawah, memangnya ada menu makanan apa saja?" selidik Elina. Dina berpikir sejenak, "Entahlah, aku ke kantin hanya ingin makan siang dengan Noah." "Apa?" Dina melipat bibirnya, dengan tidak sopannya dia menyebut nama suami atasannya itu dengan sebutan Noah. "Maaf, maksudku Pak Noah." Dina mendekati Elina. "Di grup para staf di setiap divisi sedang membicarakan Pak Noah. Namanya jadi trending topik di grup, aku sengaja ke kantin untuk menyelidiki dan men
Noah terus berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Elina yang sudah jam sepuluh malam tapi tak kunjung datang.Padahal dia sudah ada rencana mengajaknya makan malam sesuai permintaan Hardi. "Den, belum tidur?" tanya suami saat dia bangun ada bayangan sosok hitam mondar-mandir di sana. "Belum Bi, aku sedang menunggu Elina maksudku istriku.""Oh, Non Elina kadang pulang pagi, dia selalu lembur di kantornya. Tenang saja Non Elina anak yang baik dia tidak pernah ke hiburan malam atau acara lainnya tanpa mengabariku. Jadi kalau tidak ada kabar seperti ini dia pasti masih di kantor karena sibuk mengurusi pekerjanya. Kenapa tidak di jemput saja?""Eeee, itu karena ...." Bagaimana mungkin Noah memberi tahu Sumi jika keduanya merahasiakan pernikahan mereka di kantor. "Aku akan menghubunginya.""Hm, baiklah. Bibi ke kamar dulu ya."Noah mengangguk lalu mendekati jendela hanya untuk memastikan jika orang yang dia tunggu datang secara tiba-tiba dan benar saja terdengar s
Tok, tok, tok.Elina membuka penutup mata saat mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Perlahan dia beranjak dari ranjang untuk membuka pintu."Selamat pagi, Non. Sudah jam sepuluh, waktunya kerja.""Hm, makasih Bi. Elina menoleh ke atas sofa sudah tidak ada Noah di sana. "Noah sudah kerja?""Iya Non, seperti biasa Den Noah berangkat pagi katanya naik angkutan umum suka desak-desakan kalau telat."Elina hanya mengangguk berniat menutup pintu kamarnya. Namun, Sumi menghalangi pintu. "Non tidak kasian sama Den Noah, dia harus berangkat pagi dan pulang malam karena tidak punya kendaraan."Elina memutar bola matanya. "Dia harus mandiri, biar tau susahnya mencari uang."Setelah mengatakan itu Elina melempar pintu kamar membuat Sumi bingung."Menikah tapi terlihat asing," gumamnya berlalu menjauh dari kamar Elina.Sedangkan di dalam kamar, Elina memikirkan apa yang di katakan Sumi. Elina lalu membuka ponselnya mengirim pesan ke seseorang.[Bawa mobilku ke kantor.]Setelah mengirimkan
Suara dentingan piring dan sendok terus beradu tanpa ada sela pembicaraan.Elina hanya diam memperhatikan Chandra yang sedang makan siang sementara dirinya hanya memesan kopi sambil menunggu dia selesai makan."Kamu nggak makan?" tanya Chandra."Aku sudah kenyang. Apa berkas dokumen yang aku minta sudah di siapkan?" Tiba-tiba saja Chandra berhenti mengunyah lalu menyimpan sendok di atas piring."Apa kamu yakin akan tetap menarik investasimu?""Yakin, bukannya Paman juga akan menarik saham paman yang ada di perusahaanku. Aku sudah mempersiapkan semuanya dan Paman hanya tinggal tanda tangan saja."Chandra melihat ke sekeliling seolah mengalihkan perhatian Elina. Namun, Elina sama sekali tak bergeming— malah mengeluarkan map yang ada di tasnya."Silahkan di tanda tangani. Aku akan menemui asisten Paman dan membicarakan semuanya. Dia tahu kan berapa investasiku di perusahaan Paman?"Setelah mengatakan itu Elina beranjak dari kursinya. "Tunggu Elina, apa kamu yakin akan menarik semuanya?
Elina memarkirkan mobilnya di depan rumah orang tua Noah. Sejenak dia hanya diam di dalam mobil saat melihat mobil Noah sudah terparkir di depan rumahnya. Ada sedikit rasa ragu di hati Elina, sehingga dia memilih untuk menyalakan mobilnya dan kembali pulang ke rumah.Namun, saat dia akan memasang selt belt ... "Argh!!!"Elina menjerit sejadi-jadinya saat melihat wajah Anna yang menempel di kaca mobilnya seolah sedang mencari keberadaannya. Mau tidak mau Elina pun membuka kaca mobil untuk menghampiri mertuanya itu. "Non Elina masih di sini. Ayo, masuk!""Ak-aku baru sampai. Kalian habis dari mana?" tanya Elina basa-basi saat melihat Intan dan Anna membawa plastik di kedua tangannya. Intan lalu mendekati Elina, menyerahkan satu kantong plastik agar dia bawa. Setelah itu dia melingkarkan tangannya di lengan Elina. "Ayo, Kak kita masuk!" Elina tak bisa berkutik, dia mengikuti Intan ke dalam rumah mereka. "Taaarrraaa ... Liat aku bawa siapa?""Waaaah,
Elina tersenyum tak percaya melihat Noah dan Hardi ikut ke acara makan siang mereka. Mereka berdua melambaikan tangan seolah menyambut kedatangannya. "Sayang," panggil Noah yang langsung disahuti semua staf wanita yang ada di sana. Elina berjalan mendekati Noah yang sudah menggeser kursi untuknya. "Kalian sudah tahu kan kalau dia suamiku? Jadi jangan pernah berani membahasnya di grup kalian." Riuh seketika mereka tak percaya jika Elina tahu tentang grup yang mereka buat. "Sepertinya di grup kita ada mata-mata. Siapa dia?" ujar wanita berambut pendek. Namun, sedetik kemudian mereka menatap Dina dengan sini. Ya, mereka akhirnya tahu siapa yang selama ini membocorkan percakapan mereka di grup. "Ah, sial. Harusnya aku sadar saat dia menunjukkan foto pernikahan Pak Noah dan Bu Elina," sela wanita berambut panjang. Dina yang mendapatkan tatapan sini hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. "Minta perhatiannya." Elina berdiri menatap semua orang yang ada di sana. "Terima k
Semua staf divisi berkumpul di ruang meeting. Raut wajah bahagia tergambar jelas di sana setelah mengetahui Noah berinvestasi di perusahaan tempat mereka bekerja.Hampir semua staf di sana takut akan terkena PHK karena perusahaan mereka mulai goyah. Namun, Noah datang seperti sang penyelamat bagi mereka yang takut tak bisa lagi bekerja."Jadi Pak Noah yang membantu perusahaan ini?" ucap wanita berambut pendek begitu senang mendengarnya."Ternyata mereka benar pasangan ya. Wanita kaya, mapan dan mandiri menikahi pria yang mapan juga. Aku benar-benar iri," sahut wanita berambut panjang."Bukan kamu saja yang iri, hampir semua staf iri dengan Bu Elina karena mendapatkan pria tampan, mapan dan berkualitas," tukas Dina yang ikut menimpali ucapan staf yang ada di sana. Meski mereka harus patah hati karena pria pujaannya ternyata suami atasannya.CeklekHening, mereka hanya diam melihat Elina masuk ke ruangan tersebut. "Kita makan siang di luar.""Yey—" Seketika mereka berhenti bersorak sa
Noah tersenyum melihat Elina lahap memakan steak kesukaannya. Dia bahkan menggeser piringnya agar istrinya itu menghabiskan steak miliknya.Namun, Elina malah menggeser piring tersebut. "Aku sudah kenyang.""Benarkah." Dering ponsel mengalihkan perhatian keduanya. Noah menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut."Halo."[Noah, ini Paman. Kenapa kamu nggak menghubungiku?]Noah melihat nomor asing kemudian berucap, "Maaf, aku lupa."[Bagaimana soal investasi yang kita bahas kemarin, apa kamu berminat berinvestasi di perusahaanku?] Mata Noah melirik ke arah Elina. "Aku akan bicara dulu dengan istriku."[Istri ... Hei, kamu tak perlu bicara dengan Elina, dia pasti melarangmu berinvestasi di perusahaanku.]Mendengar kata istri cukup membuat Elina tersipu malu. Meski dia sering meminta pisah tetap saja pria itu lah yang ada di hatinya. Hanya saja Elina tak suka berbagi dan pencemburu. Dia ingin Noah hanya miliknya dan tak suka wanita manapun membahasnya."Maaf Paman, akan
Suara ketukan jemari teru terdengar dan semakin nyaring, Sonia yang berada di sana sudah mulai tak nyaman karena dia tahu seperti apa jika atasannya itu marah. Brak! "Suruh bagian keuangan memeriksa laporannya lagi." "Baik, Pak." Sonia mengambil dokumen yang dilempar Noah. "Begini Pak, hari ini Bu Elina nggak masuk ke kantor. Menurut informasi yang saya dapatkan dia juga nggak kembali ke apartemen dari kemarin." "Hm, aku tahu. Oh ya, gimana tentang artikel hubungan aku dan model itu apa bisa di take down?" "Maaf Pak, nggak bisa karena bukan satu orang yang menyebarkan artikel itu. Kenapa Bapak nggak klarifikasi saja, undang wartawan lalu beritahu mereka kalau anda sudah menikah. Aku yakin gosip itu akan menghilang dengan sendirinya dan mereka juga akan tahu jika Bu Elina istri Pak Noah." Ucapan Sonia ada benarnya juga, Noah tak ingin masalahnya berlarut bahkan Lilia sudah mulai mengusik pernikahannya. "Akan aku pikirkan lagi." "Baik, Pak. Permisi." Sepeninggal Sonia,
Dina merangkul lengan Elina ke ruang tunggu, sementara Noah masih harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu."Pak Noah berbeda sekali ya Bu."Elina menoleh ke arah Dina dengan tatapan sinis. "Maksudmu apa?""Lihat, proporsi tubuhnya benar-benar membuat hati berdesir. Pantas banyak perempuan yang suka sama Pak Noah apa lagi sekarang menjadi CEO. Definisi tampan, dewasa dan mapan."Bibir Keyla berkomat-kamit dia tak menyangka sekretarisnya sendiri memuji suaminya di depannya. "Apa kamu sedang memuji suamiku?""Apa, eee ... Itu, aku—""Tutup mulutmu, aku nggak suka wanita sepertimu memuji suamiku.""Aku bukan memujinya, aku hanya menggambarkan sosok Pak Noah dimata wanita lain itu saja," elaknya. "Tunggu, jadi Bu Elina nggak jadi bercerai?"Elina menatap punggung Noah yang sedang berbicara dengan staf administrasi. "Kita nggak bisa cerai apa lagi aku sedang hamil anaknya."Sudut bibir Dina terangkat. "Baguslah, aku lega melihat Bu Elina kembali ke Pak Noah, jadi usahaku nggak sia-
Hardi dan Chandra beradu pandang setelah kepergian Hardi. "Apa jalan pikiran kita sama?" tanya Heru."Sepertinya sama. Ayo, kita temui keponakan tercinta kita."Kedua beranjak dari kursi, keluar dari perusahaan Hardi untuk menemui Elina di rumah sakit.Dua puluh menit berjalan akhirnya mereka sampai di basement."Rapihkan penampilanmu kita akan bertemu CEO yang akan membantu bisnis kita.""Apa dia akan mengenali kita, bahkan saat keduanya menikah kita sama sekali nggak datang ke acara pernikahan mereka."Chandra menghentikan langkah kakinya. "Bilang saja kalau Hardi tak mengijinkan kita untuk menemuinya. Kali ini kita harus mendapatkan hati suami dari keponakan kita. Aku yakin selama Elina sakit dia akan mengambil alih perusahaannya."Heru mengangguk seraya kembali berjalan ke dalam rumah sakit."Permisi, ruang pasien atas nama Bu Elina di mana ya?""Baik, ditunggu sebentar Pak," jawab staf yang berada di bagian informasi. "Ibu Elina ada di ruang VIP 1 di lantai 3.""Oke, terima kasih
Elina menikmati makanannya dengan lahap sampai tak bersisa, bahkan Noah harus memesan lagi steak karena ibu hamil itu tak kunjung kenyang. "Masih mau pesan lagi?" tanya Noah melihat tujuh kotak makan yang ada di atas meja. "Aku kenyang, tolong bawa aku ke brankar." "Sebelum tidur bersihkan dulu tangan, gigi dan wajahmu." Elina berdecak lalu berjalan ke kamar mandi di papah Noah. Dengan telaten Noah membantu Elina menyikat gigi dan membersihkan wajahnya. Perhatian itu pun sedikit membuat hati Elina berdesir. Apa lagi Noah terus menatap wajahnya sambil tersenyum. "Selesai," tuturnya. Noah mengangkat tubuh Elina membawanya ke atas brankar. "Pulanglah, aku bisa sendiri." "Aku akan menemanimu. Bahkan selesai dari rumah sakit pun aku akan selalu bersamamu." Elina tak ingin berdebat lagi, sebenarnya dia hanya berbasa-basi karena sebenarnya dia ingin Noah selalu bersamanya. Noah menarik selimut untuk menutupi tubuh Elina. Dia lalu mengambil laptop kemudian duduk di sofa.
"Bayi?"Hardi sampah mengulang ucapan Noah karena terkejut dengan ucapannya. "Elina sedang hamil dan janin yang ada di dalam rahimnya itu anakku. Jadi, aku mohon jangan pisahkan kami."Hardi berdecak, "Anak, apa kamu pikir anakmu nanti akan mengakuimu? apa lagi kalau dia tahu Papahnya hanya seorang anak pembantu. Lagi pula apa kamu yakin Elina masih mau denganmu?""Aku akan berusaha mendapatkan dia lagi."Hardi menyeringai seolah menyepelekan ucapan pria yang ada di depannya. "Saat ini Elina sedang dekat dengan seorang CEO ternama.""Apa CEO ternama itu tahu kalau Elina sudah menikah? Ah ... apa jadinya kalau dia tahu Elina sedang hamil? Ini akan menjadi berita besar seorang CEO Subagja Grup belum menikah tapi sedang hamil."Hardi tak bisa berkutik. "Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan Elina. Harusnya kamu bersyukur Elina sudah membuatmu seperti sekarang ini."Noah mengangguk sembari melipat kedua tangannya di dada. "Maka dari itu, sebagai u
Elina mengusap perutnya yang sudah mulai menonjol di bagian bawah. Selama ini dia pikir hanya masalah pencernaan ternyata ada janin yang hidup di rahimnya."Apa kamu akan terus merahasiakan ini dariku?" tanya Noah.Bagaimana Elina merahasiakan kehamilannya sementara dia sendiri tidak tahu kalau sedang hamil."Aku lelah, aku nggak mau berdebat denganmu." Elina memalingkan wajahnya tak ingin menatap Noah.Entah dia harus bahagia atau sedih karena tak terpikirkan olehnya akan mengandung janin dari Noah."Permisi," ucap seorang suster membuka pintu. Dia masuk bersama seorang dokter yang akan memeriksa keadaan Elina. "Selamat, siang Bu Elina. Saya izin sebentar untuk memeriksa keadaan Ibu."Elina membiarkan dokter itu memeriksa, tubuhnya terasa lemah hanya untuk bergerak."Syukurlah keadaan Ibu semakin membaik. Untuk kedepannya jangan minum alkohol lagi karena itu berbahaya bagi janin.""Maaf Dok, apa dia baik-baik saja?" tanya Elina."Bu Elina mengalami pendarahan karena meminum alkohol