Suasana di rumah berubah menjadi mencekam, Elina sama sekali tak mempedulikan Noah dan bahkan menganggapnya tidak ada.Hal itu di rasakan Noah, dia merasa perubahan sikap Elina seperti kembali ke setelan awal."Apa kamu masih marah?"Elina berbalik membelakangi Noah, dia enggan berbicara atau menatap suaminya itu."Maaf sebelumnya aku nggak ngasih tau kamu soal ini.""Bukan urusanku, bukannya di kontrak kita sudah terlihat jelas nggak boleh mencampuri urusan masing-masing.""Lalu kenapa kamu mendiamkan aku seperti ini?"Suara Elina tercekat, ucapan Noah cukup membuatnya berpikir keras. Kenapa aku seperti ini?Entahlah Elina selalu kesal dengan semua yang tak sejalan dengan semua yang sudah dia rencanakan."Beri tahu aku apa yang harus aku lakukan agar kamu bersikap manis seperti kemarin?"Elina mengibas selimut dengan kasar. "Kamu terlalu berisik."Dia berjalan keluar tapi tangan Noah menahannya, memeluknya dari belakang. "Maaf, aku tahu kamu marah. Maafin aku, setelah ini aku janji
2 HARI BERLALU Elina terus memandangi layar ponselnya, tak ada panggilan atau pesan yang masuk dari Noah. Bahkan tak satu pun pesannya di balas oleh suaminya itu. Tok, tok. "Waktunya makan siang. Ibu mau makan apa?" tanya Dina seraya berjalan masuk ke dalam ruangan atasannya itu. "Aku ingin makan steak." "Lagi, perasaan dua hari ini kita makan steak terus," protes Dina. Elina mendelik menatap wanita yang ada di depannya. "Memangnya kenapa, aku yang ingin makan steak kenapa kamu yang terdengar bosan!" "Ma-maaf, jadi kita makan di mana?" tanya Dina mengalihkan kemarahan atasannya itu. Elina tak bergeming dia malah menyandarkan punggungnya di kursi. "Dina, apa menurutmu di Singapura nggak bisa menggunakan provider kita?" "Hah, maksudnya?" Elina menghela napasnya. "Noah sama sekali mengabaikan semua pesan dan panggilanku. Dia juga sama sekali tak berniat menghubungiku. Apa dia kecelakaan?" "Mana mungkin, kalau kecelakaan pasti sudah masuk berita. Mungkin alasan provi
Hari demi hari sudah Elina lewati tanpa Noah, kabar seolah di telan bumi.Sebenarnya Elina begitu khawatir dengan keadaan Noah apa lagi setelah kepergiannya tak ada kabar sama sekali."Kak Elina," sapa Intan.Elina melambaikan tangan lalu mempersilahkan adik iparnya itu masuk ke dalam mobil."Wah, repot-repot sampai jemput ke sekolah," tutur Intan.Elina hanya menyunggingkan senyum kembali fokus dengan kemudi. "Kamu mau makan apa?""Apa saja," jawabnya santai."Gimana kalau kita makan di mall saja?""Setuju."Tak lama mobil yang di kemudikan Elina berhenti di sebuah mall. Keduanya lalu masuk— mencari makan siang di sana."Kak Noah nggak ikut?" tanya Intan.Deg Elina diam, padahal dia menemui Intan karena ingin menanyakan soal Noah.Tak lama pesanan mereka pun datang, keduanya menikmati makan siang sembari menikmati alunan musik yang tersaji."Eeee, apa Noah nggak menghubungi kamu?"Intan menggeleng, "Nggak, mana mungkin dia menghubungiku. Lagi pula dia suka kabur-kaburan jadi kita n
DUA BULAN KEMUDIAN Suara musik rileksasi membangun mood Elina agar lebih baik. Setiap pagi sebelum berangkat kerja Elina pasti akan melakukan yoga terlebih dahulu. "Ini jusnya Non." "Hm, terima kasih, Bi." Elina beranjak dari duduknya— meminum jus buatan Sumi. "Mau Bibi buatkan sarapan apa?" "Aku ingin makan sandwich." "Iya, Non." Saat akan melangkah Sumi menoleh ke arah Elina. "Apa Den Noah nggak akan pulang." "Entah mungkin dia lupa jalan pulang. Tolong suruh Mang Ujang antar barang-barang Noah ke rumahnya," ujar Elina santai. "Memangnya Den Noah nggak akan ke sini lagi?" Elina terdiam sejenak sebelum akhirnya dia menjawab, "Iya, dia nggak akan pernah datang ke sini lagi." Setelah kepergian Sumi, Elina menyandarkan punggungnya di sofa. Sudah dua bulan berlalu tanpa kabar dari Noah, Elina pun tak ada niatan untuk mencari pria itu karena dia rasa Noah yang menginginkan berpisah darinya. Bahkan Elina sudah memblokir nomor Noah, Intan, Anni dan juga Budi. Seles
Noah merentangkan kedua tangannya sambil menghirup udara Ibu Kota setelah dua bulan berada di luar negeri.Notif pesan pun terus berdering, entah berapa puluh pesan yang masuk ke ponselnya karena selama di Amerika Noah tak pernah mengaktifkan ponselnya itu."Permisi Pak, mobilnya sudah siap.""Iya, makasih."Noah masuk ke dalam mobil seraya memeriksa pesan yang masuk. Sudut bibirnya terangkat saat melihat nama Wife mengirimkan banyak pesan untuknya. Satu persatu Noah membalas pesan Elina hingga akhirnya jemarinya terhenti saat melihat pesan terakhir yang Elina kirim.[Kontrak kita sudah berakhir, kita bercerai saja. Aku nggak mau melihat wajahmu lagi, entah kamu hidup atau mati jangan pernah menunjukkan wajahmu lagi di depanku.]"Pak tolong antarkan aku ke gedung Subagja Grup."Tak lama mobil yang di kemudikan Noah sampai di depan lobi kantor Elina. Dia pun bergegas keluar, tetapi sekuriti menahannya. "Maaf Pak, Anda ingin bertemu siapa?""Aku karyawan di sini, aku ingin menemui Bu
Noah tertunduk lesu saat melihat toko roti milik orang tuanya ramai pembeli.Seketika kata-kata Hardi terngiang lagi saat dia mengatakan jika toko roti itu sebagai bentuk kompensasi karena dia sudah mau menikah dengan Elina."Dasar bodoh," gumamnya. Noah keluar dari dalam mobil lalu berjalan masuk ke toko roti."Kak Noah," ucap Intan terkejut dengan kehadirannya. Hal itu rupanya menarik atensi Anna dan Budi yang sedang melayani pelanggan. Namun, sedetik kemudian keduanya memalingkan wajahnya berpura-pura tak melihatnya.Satu jam berlalu Intan menutup toko mereka sedangkan Budi, Anna dan Noah duduk di meja yang sama tetapi tak ada yang mulai bicara."Maaf," tutur Noah. Hanya itu yang keluar dari mulutnya.Anna berdiri lalu melayangkan pukulan ke bahu Noah dengan kasar. "Dasar anak nggak tau diri, pergi nggak bilang-bilang, nggak ngasih kabar, beraninya kamu datang lagi ke sini!""Mah, udah Mah," ujar Budi menghalangi Anna yang terus memukul putranya. Noah yang mendapatkan perlakuan
Semua mata tertuju pada sosok pria yang sedang berjalan melewati mereka. "Woaaaah, apa dia CEO baru di sini?" bisik wanita berambut pendek."Hm, aku dengar dia dipilih langsung oleh pusat untuk mengurus XXX di tiga negara, Indonesia, Singapura dan Malaysia," jelas wanita berambut panjang."Siapa namanya, apa dia sudah menikah?" "Namanya Noah, aku dengar dia masih lajang," sahutnya."Benarkah?"Mereka kembali fokus ke punggung Noah yang semakin lama menghilang dari pandangan mereka. Tepat saat pintu lift terbuka, Noah keluar lebih dulu di ikuti sekretarisnya yang bernama Sonia."Permisi, Pak. Ini ruangan Pak Noah," ujar Sonia membuka pintu ruangan."Terima kasih.""Sama-sama, jika Anda butuh sesuatu beritahu saya.""Hm," gumam Noah lalu masuk ke dalam ruangannya.Mata Noah melihat ke sekeliling. Tangannya mengusap papan nama yang bertuliskan nama serta jabatannya."Aku akan kembali mengejarmu, Elina," gumam Noah memegang erat papan namanya.Tok, tok, tok."Permisi Pak, ada meeting d
Alunan musik mengalun indah mengiringi kebisuan yang terjadi antara Elina dan Noah. Keduanya hanya diam seolah tak tahu harus memulai dari mana.Drrrettttt Ponsel Elina bergetar mengalihkan kecanggungan mereka berdua. Segera dia angkat panggilan dari Dina."Halo, Din. Ada apa?"[Jangan lupa nanti sore ada acara sama Azka.]"Hm, aku tahu." Elina mematikan panggilannya— berinisiatif memulai percakapan dengan Noah. "Kalau nggak ada yang mau dibicarakan aku pergi.""Tu-tunggu." Noah mencoba menahan. Elina pun kembali duduk di kursinya. "Maaf."Elina menatap kedua mata Noah lalu memalingkan wajahnya. "Aku sudah mengirimkan semua barang-barangmu ke rumah Bi Anna. Ah ... aku lupa, berapa nomor rekeningmu? Aku belum membayar kompensasi setelah perceraian.""Apa pernikahan kita sudah nggak bisa di perbaiki lagi?""Nggak, semuanya sudah selesai. Bukannya aku sudah pernah bilang soal batas waktu pernikahan kita? Sepertinya kamu lupa karena kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri dan pacarmu."
Elina tersenyum tak percaya melihat Noah dan Hardi ikut ke acara makan siang mereka. Mereka berdua melambaikan tangan seolah menyambut kedatangannya. "Sayang," panggil Noah yang langsung disahuti semua staf wanita yang ada di sana. Elina berjalan mendekati Noah yang sudah menggeser kursi untuknya. "Kalian sudah tahu kan kalau dia suamiku? Jadi jangan pernah berani membahasnya di grup kalian." Riuh seketika mereka tak percaya jika Elina tahu tentang grup yang mereka buat. "Sepertinya di grup kita ada mata-mata. Siapa dia?" ujar wanita berambut pendek. Namun, sedetik kemudian mereka menatap Dina dengan sini. Ya, mereka akhirnya tahu siapa yang selama ini membocorkan percakapan mereka di grup. "Ah, sial. Harusnya aku sadar saat dia menunjukkan foto pernikahan Pak Noah dan Bu Elina," sela wanita berambut panjang. Dina yang mendapatkan tatapan sini hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. "Minta perhatiannya." Elina berdiri menatap semua orang yang ada di sana. "Terima k
Semua staf divisi berkumpul di ruang meeting. Raut wajah bahagia tergambar jelas di sana setelah mengetahui Noah berinvestasi di perusahaan tempat mereka bekerja.Hampir semua staf di sana takut akan terkena PHK karena perusahaan mereka mulai goyah. Namun, Noah datang seperti sang penyelamat bagi mereka yang takut tak bisa lagi bekerja."Jadi Pak Noah yang membantu perusahaan ini?" ucap wanita berambut pendek begitu senang mendengarnya."Ternyata mereka benar pasangan ya. Wanita kaya, mapan dan mandiri menikahi pria yang mapan juga. Aku benar-benar iri," sahut wanita berambut panjang."Bukan kamu saja yang iri, hampir semua staf iri dengan Bu Elina karena mendapatkan pria tampan, mapan dan berkualitas," tukas Dina yang ikut menimpali ucapan staf yang ada di sana. Meski mereka harus patah hati karena pria pujaannya ternyata suami atasannya.CeklekHening, mereka hanya diam melihat Elina masuk ke ruangan tersebut. "Kita makan siang di luar.""Yey—" Seketika mereka berhenti bersorak sa
Noah tersenyum melihat Elina lahap memakan steak kesukaannya. Dia bahkan menggeser piringnya agar istrinya itu menghabiskan steak miliknya.Namun, Elina malah menggeser piring tersebut. "Aku sudah kenyang.""Benarkah." Dering ponsel mengalihkan perhatian keduanya. Noah menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut."Halo."[Noah, ini Paman. Kenapa kamu nggak menghubungiku?]Noah melihat nomor asing kemudian berucap, "Maaf, aku lupa."[Bagaimana soal investasi yang kita bahas kemarin, apa kamu berminat berinvestasi di perusahaanku?] Mata Noah melirik ke arah Elina. "Aku akan bicara dulu dengan istriku."[Istri ... Hei, kamu tak perlu bicara dengan Elina, dia pasti melarangmu berinvestasi di perusahaanku.]Mendengar kata istri cukup membuat Elina tersipu malu. Meski dia sering meminta pisah tetap saja pria itu lah yang ada di hatinya. Hanya saja Elina tak suka berbagi dan pencemburu. Dia ingin Noah hanya miliknya dan tak suka wanita manapun membahasnya."Maaf Paman, akan
Suara ketukan jemari teru terdengar dan semakin nyaring, Sonia yang berada di sana sudah mulai tak nyaman karena dia tahu seperti apa jika atasannya itu marah. Brak! "Suruh bagian keuangan memeriksa laporannya lagi." "Baik, Pak." Sonia mengambil dokumen yang dilempar Noah. "Begini Pak, hari ini Bu Elina nggak masuk ke kantor. Menurut informasi yang saya dapatkan dia juga nggak kembali ke apartemen dari kemarin." "Hm, aku tahu. Oh ya, gimana tentang artikel hubungan aku dan model itu apa bisa di take down?" "Maaf Pak, nggak bisa karena bukan satu orang yang menyebarkan artikel itu. Kenapa Bapak nggak klarifikasi saja, undang wartawan lalu beritahu mereka kalau anda sudah menikah. Aku yakin gosip itu akan menghilang dengan sendirinya dan mereka juga akan tahu jika Bu Elina istri Pak Noah." Ucapan Sonia ada benarnya juga, Noah tak ingin masalahnya berlarut bahkan Lilia sudah mulai mengusik pernikahannya. "Akan aku pikirkan lagi." "Baik, Pak. Permisi." Sepeninggal Sonia,
Dina merangkul lengan Elina ke ruang tunggu, sementara Noah masih harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu."Pak Noah berbeda sekali ya Bu."Elina menoleh ke arah Dina dengan tatapan sinis. "Maksudmu apa?""Lihat, proporsi tubuhnya benar-benar membuat hati berdesir. Pantas banyak perempuan yang suka sama Pak Noah apa lagi sekarang menjadi CEO. Definisi tampan, dewasa dan mapan."Bibir Keyla berkomat-kamit dia tak menyangka sekretarisnya sendiri memuji suaminya di depannya. "Apa kamu sedang memuji suamiku?""Apa, eee ... Itu, aku—""Tutup mulutmu, aku nggak suka wanita sepertimu memuji suamiku.""Aku bukan memujinya, aku hanya menggambarkan sosok Pak Noah dimata wanita lain itu saja," elaknya. "Tunggu, jadi Bu Elina nggak jadi bercerai?"Elina menatap punggung Noah yang sedang berbicara dengan staf administrasi. "Kita nggak bisa cerai apa lagi aku sedang hamil anaknya."Sudut bibir Dina terangkat. "Baguslah, aku lega melihat Bu Elina kembali ke Pak Noah, jadi usahaku nggak sia-
Hardi dan Chandra beradu pandang setelah kepergian Hardi. "Apa jalan pikiran kita sama?" tanya Heru."Sepertinya sama. Ayo, kita temui keponakan tercinta kita."Kedua beranjak dari kursi, keluar dari perusahaan Hardi untuk menemui Elina di rumah sakit.Dua puluh menit berjalan akhirnya mereka sampai di basement."Rapihkan penampilanmu kita akan bertemu CEO yang akan membantu bisnis kita.""Apa dia akan mengenali kita, bahkan saat keduanya menikah kita sama sekali nggak datang ke acara pernikahan mereka."Chandra menghentikan langkah kakinya. "Bilang saja kalau Hardi tak mengijinkan kita untuk menemuinya. Kali ini kita harus mendapatkan hati suami dari keponakan kita. Aku yakin selama Elina sakit dia akan mengambil alih perusahaannya."Heru mengangguk seraya kembali berjalan ke dalam rumah sakit."Permisi, ruang pasien atas nama Bu Elina di mana ya?""Baik, ditunggu sebentar Pak," jawab staf yang berada di bagian informasi. "Ibu Elina ada di ruang VIP 1 di lantai 3.""Oke, terima kasih
Elina menikmati makanannya dengan lahap sampai tak bersisa, bahkan Noah harus memesan lagi steak karena ibu hamil itu tak kunjung kenyang. "Masih mau pesan lagi?" tanya Noah melihat tujuh kotak makan yang ada di atas meja. "Aku kenyang, tolong bawa aku ke brankar." "Sebelum tidur bersihkan dulu tangan, gigi dan wajahmu." Elina berdecak lalu berjalan ke kamar mandi di papah Noah. Dengan telaten Noah membantu Elina menyikat gigi dan membersihkan wajahnya. Perhatian itu pun sedikit membuat hati Elina berdesir. Apa lagi Noah terus menatap wajahnya sambil tersenyum. "Selesai," tuturnya. Noah mengangkat tubuh Elina membawanya ke atas brankar. "Pulanglah, aku bisa sendiri." "Aku akan menemanimu. Bahkan selesai dari rumah sakit pun aku akan selalu bersamamu." Elina tak ingin berdebat lagi, sebenarnya dia hanya berbasa-basi karena sebenarnya dia ingin Noah selalu bersamanya. Noah menarik selimut untuk menutupi tubuh Elina. Dia lalu mengambil laptop kemudian duduk di sofa.
"Bayi?"Hardi sampah mengulang ucapan Noah karena terkejut dengan ucapannya. "Elina sedang hamil dan janin yang ada di dalam rahimnya itu anakku. Jadi, aku mohon jangan pisahkan kami."Hardi berdecak, "Anak, apa kamu pikir anakmu nanti akan mengakuimu? apa lagi kalau dia tahu Papahnya hanya seorang anak pembantu. Lagi pula apa kamu yakin Elina masih mau denganmu?""Aku akan berusaha mendapatkan dia lagi."Hardi menyeringai seolah menyepelekan ucapan pria yang ada di depannya. "Saat ini Elina sedang dekat dengan seorang CEO ternama.""Apa CEO ternama itu tahu kalau Elina sudah menikah? Ah ... apa jadinya kalau dia tahu Elina sedang hamil? Ini akan menjadi berita besar seorang CEO Subagja Grup belum menikah tapi sedang hamil."Hardi tak bisa berkutik. "Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan Elina. Harusnya kamu bersyukur Elina sudah membuatmu seperti sekarang ini."Noah mengangguk sembari melipat kedua tangannya di dada. "Maka dari itu, sebagai u
Elina mengusap perutnya yang sudah mulai menonjol di bagian bawah. Selama ini dia pikir hanya masalah pencernaan ternyata ada janin yang hidup di rahimnya."Apa kamu akan terus merahasiakan ini dariku?" tanya Noah.Bagaimana Elina merahasiakan kehamilannya sementara dia sendiri tidak tahu kalau sedang hamil."Aku lelah, aku nggak mau berdebat denganmu." Elina memalingkan wajahnya tak ingin menatap Noah.Entah dia harus bahagia atau sedih karena tak terpikirkan olehnya akan mengandung janin dari Noah."Permisi," ucap seorang suster membuka pintu. Dia masuk bersama seorang dokter yang akan memeriksa keadaan Elina. "Selamat, siang Bu Elina. Saya izin sebentar untuk memeriksa keadaan Ibu."Elina membiarkan dokter itu memeriksa, tubuhnya terasa lemah hanya untuk bergerak."Syukurlah keadaan Ibu semakin membaik. Untuk kedepannya jangan minum alkohol lagi karena itu berbahaya bagi janin.""Maaf Dok, apa dia baik-baik saja?" tanya Elina."Bu Elina mengalami pendarahan karena meminum alkohol