Hari demi hari sudah Elina lewati tanpa Noah, kabar seolah di telan bumi.Sebenarnya Elina begitu khawatir dengan keadaan Noah apa lagi setelah kepergiannya tak ada kabar sama sekali."Kak Elina," sapa Intan.Elina melambaikan tangan lalu mempersilahkan adik iparnya itu masuk ke dalam mobil."Wah, repot-repot sampai jemput ke sekolah," tutur Intan.Elina hanya menyunggingkan senyum kembali fokus dengan kemudi. "Kamu mau makan apa?""Apa saja," jawabnya santai."Gimana kalau kita makan di mall saja?""Setuju."Tak lama mobil yang di kemudikan Elina berhenti di sebuah mall. Keduanya lalu masuk— mencari makan siang di sana."Kak Noah nggak ikut?" tanya Intan.Deg Elina diam, padahal dia menemui Intan karena ingin menanyakan soal Noah.Tak lama pesanan mereka pun datang, keduanya menikmati makan siang sembari menikmati alunan musik yang tersaji."Eeee, apa Noah nggak menghubungi kamu?"Intan menggeleng, "Nggak, mana mungkin dia menghubungiku. Lagi pula dia suka kabur-kaburan jadi kita n
DUA BULAN KEMUDIAN Suara musik rileksasi membangun mood Elina agar lebih baik. Setiap pagi sebelum berangkat kerja Elina pasti akan melakukan yoga terlebih dahulu. "Ini jusnya Non." "Hm, terima kasih, Bi." Elina beranjak dari duduknya— meminum jus buatan Sumi. "Mau Bibi buatkan sarapan apa?" "Aku ingin makan sandwich." "Iya, Non." Saat akan melangkah Sumi menoleh ke arah Elina. "Apa Den Noah nggak akan pulang." "Entah mungkin dia lupa jalan pulang. Tolong suruh Mang Ujang antar barang-barang Noah ke rumahnya," ujar Elina santai. "Memangnya Den Noah nggak akan ke sini lagi?" Elina terdiam sejenak sebelum akhirnya dia menjawab, "Iya, dia nggak akan pernah datang ke sini lagi." Setelah kepergian Sumi, Elina menyandarkan punggungnya di sofa. Sudah dua bulan berlalu tanpa kabar dari Noah, Elina pun tak ada niatan untuk mencari pria itu karena dia rasa Noah yang menginginkan berpisah darinya. Bahkan Elina sudah memblokir nomor Noah, Intan, Anni dan juga Budi. Seles
Noah merentangkan kedua tangannya sambil menghirup udara Ibu Kota setelah dua bulan berada di luar negeri.Notif pesan pun terus berdering, entah berapa puluh pesan yang masuk ke ponselnya karena selama di Amerika Noah tak pernah mengaktifkan ponselnya itu."Permisi Pak, mobilnya sudah siap.""Iya, makasih."Noah masuk ke dalam mobil seraya memeriksa pesan yang masuk. Sudut bibirnya terangkat saat melihat nama Wife mengirimkan banyak pesan untuknya. Satu persatu Noah membalas pesan Elina hingga akhirnya jemarinya terhenti saat melihat pesan terakhir yang Elina kirim.[Kontrak kita sudah berakhir, kita bercerai saja. Aku nggak mau melihat wajahmu lagi, entah kamu hidup atau mati jangan pernah menunjukkan wajahmu lagi di depanku.]"Pak tolong antarkan aku ke gedung Subagja Grup."Tak lama mobil yang di kemudikan Noah sampai di depan lobi kantor Elina. Dia pun bergegas keluar, tetapi sekuriti menahannya. "Maaf Pak, Anda ingin bertemu siapa?""Aku karyawan di sini, aku ingin menemui Bu
Noah tertunduk lesu saat melihat toko roti milik orang tuanya ramai pembeli.Seketika kata-kata Hardi terngiang lagi saat dia mengatakan jika toko roti itu sebagai bentuk kompensasi karena dia sudah mau menikah dengan Elina."Dasar bodoh," gumamnya. Noah keluar dari dalam mobil lalu berjalan masuk ke toko roti."Kak Noah," ucap Intan terkejut dengan kehadirannya. Hal itu rupanya menarik atensi Anna dan Budi yang sedang melayani pelanggan. Namun, sedetik kemudian keduanya memalingkan wajahnya berpura-pura tak melihatnya.Satu jam berlalu Intan menutup toko mereka sedangkan Budi, Anna dan Noah duduk di meja yang sama tetapi tak ada yang mulai bicara."Maaf," tutur Noah. Hanya itu yang keluar dari mulutnya.Anna berdiri lalu melayangkan pukulan ke bahu Noah dengan kasar. "Dasar anak nggak tau diri, pergi nggak bilang-bilang, nggak ngasih kabar, beraninya kamu datang lagi ke sini!""Mah, udah Mah," ujar Budi menghalangi Anna yang terus memukul putranya. Noah yang mendapatkan perlakuan
Semua mata tertuju pada sosok pria yang sedang berjalan melewati mereka. "Woaaaah, apa dia CEO baru di sini?" bisik wanita berambut pendek."Hm, aku dengar dia dipilih langsung oleh pusat untuk mengurus XXX di tiga negara, Indonesia, Singapura dan Malaysia," jelas wanita berambut panjang."Siapa namanya, apa dia sudah menikah?" "Namanya Noah, aku dengar dia masih lajang," sahutnya."Benarkah?"Mereka kembali fokus ke punggung Noah yang semakin lama menghilang dari pandangan mereka. Tepat saat pintu lift terbuka, Noah keluar lebih dulu di ikuti sekretarisnya yang bernama Sonia."Permisi, Pak. Ini ruangan Pak Noah," ujar Sonia membuka pintu ruangan."Terima kasih.""Sama-sama, jika Anda butuh sesuatu beritahu saya.""Hm," gumam Noah lalu masuk ke dalam ruangannya.Mata Noah melihat ke sekeliling. Tangannya mengusap papan nama yang bertuliskan nama serta jabatannya."Aku akan kembali mengejarmu, Elina," gumam Noah memegang erat papan namanya.Tok, tok, tok."Permisi Pak, ada meeting d
Alunan musik mengalun indah mengiringi kebisuan yang terjadi antara Elina dan Noah. Keduanya hanya diam seolah tak tahu harus memulai dari mana.Drrrettttt Ponsel Elina bergetar mengalihkan kecanggungan mereka berdua. Segera dia angkat panggilan dari Dina."Halo, Din. Ada apa?"[Jangan lupa nanti sore ada acara sama Azka.]"Hm, aku tahu." Elina mematikan panggilannya— berinisiatif memulai percakapan dengan Noah. "Kalau nggak ada yang mau dibicarakan aku pergi.""Tu-tunggu." Noah mencoba menahan. Elina pun kembali duduk di kursinya. "Maaf."Elina menatap kedua mata Noah lalu memalingkan wajahnya. "Aku sudah mengirimkan semua barang-barangmu ke rumah Bi Anna. Ah ... aku lupa, berapa nomor rekeningmu? Aku belum membayar kompensasi setelah perceraian.""Apa pernikahan kita sudah nggak bisa di perbaiki lagi?""Nggak, semuanya sudah selesai. Bukannya aku sudah pernah bilang soal batas waktu pernikahan kita? Sepertinya kamu lupa karena kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri dan pacarmu."
Jantung Elina berdegup dengan kencang saat dia berpapasan dengan Noah. Serasa atmosfer di seluruh ruangan menjadi dingin dan mencekam. Bahkan Noah sama sekali tak menoleh, menganggapnya tidak ada."Sampai sini saja," tutur Azka menghentikan langkahnya. Dia mendekatkan tubuhnya, memegang bahu Elina dengan lembut. "Masuklah, aku nggak mau sakitmu tambah parah.""Hm, hati-hati di jalan."Azka melambaikan tangan, seraya senyuman Elina yang sedikit demi sedikit memudar. Tanpa dia sadari seseorang sedang perhatikan interaksi keduanya. Elina pun masuk ke dalam lift menuju apartemennya."Lantai tujuh," gumam Noah yang ternyata sedari tadi diam-diam memata-matai istrinya itu.Bohong jika Noah tak cemburu melihat Elina bersama pria lain. Meski pun dia sadar pernikahannya tak bisa lagi di perbaiki.Sementara itu, Elina merebahkan tubuhnya dia atas ranjang. Bayangan wajah Noah memenuhi pikirannya. Elina benar-benar merindukan sentuhan dari pria yang selama ini dia nantikan kehadirannya.Dddrrrr
Jantung Elina berdegup dengan kencang saat melihat Noah berjalan ke arahnya. Penampilan pria itu begitu berbeda tak seperti saat terakhir Elina lihat. "Malam semua," sapa Noah. Mata Elina fokus ke sosok wanita yang berdiri di samping Noah.Dia lalu menjabat tangan satu persatu CEO yang ada di sana, tapi tepat saat berada di depan Elina dia malah menarik tangannya seolah tak ingin menyapanya."Ini Nona Elina, dia CEO Subagja," ucap pria tua yang memang bekerja sama dengan bisnis Elina."Kita sudah saling kenal, jadi tak perlu saling memperkenalkan diri," sela Elina. "Benarkah, kalian masih sangat muda pantaslah berkenalan di luar acara ini," sahut pria itu menetralkan suasana."Kalau begitu aku pergi dulu, silahkan dilanjutkan."Elina pun menjauh merasakan sesak di dada saat melihat wanita yang bersama Noah. "Ternyata benar wanita itu kekasih Noah," gumamnya."Bu, ini minumannya," tutur Dina menyerahkan air putih untuk atasannya itu.Tanpa pikir panjang Elina meneguk minumannya hing