Lantunan musik rileksasi sedikit menenangkan pikiran Elina yang kacau setelah pergulatan panasnya dengan Noah. Setiap detik pikirannya akan berubah apa lagi saat melihat tubuh suaminya itu.
Tok,tok.Elina menoleh ke arah pintu, tapi tak terdengar lagi suara Noah atau pun Sumi.Ceklek"Argh, kenapa kamu nggak mengetuk pintu!" Elina berteriak ketika tiba-tiba saja Noah membuka pintu kamar mandi."Maaf, aku pikir kamu pingsan. Lagi pula dari tadi aku mengetuk pintu tapi nggak ada jawaban dari dalam."Elina memutar bola matanya, dia lalu beranjak dari bathtub.Dengan santainya Elina berjalan dengan tubuh yang polos, dia sama sekali tak memperdulikan mata Noah yang terus menatapnya sampai dia kesulitan menelan saliva-nya."Tutup pintunya!" tutur Elina mengalihkan perhatian Noah.Brak!Noah memegang degup jantungnya seraya menoleh ke miliknya yang sudah berdiri tegap dan sesak di bawah sana. "Argh, sial!"Noah berlari kecil tanpa mengeluarkan suMata Elina tak lepas dari Noah yang sedang berbicara dengan kontraktor yang mengurus resort. Sesekali dia melihat ke layar ponsel yang berisi kontrak pernikahan mereka. "Bu Elina, ini kopinya," tutur Dina seraya mengambil payung yang sedang Elina bawa "Thanks.""Sama-sama. Apa Pak Noah masih belum selesai, kasian sepertinya dia berkeringat. Aku antar tisu dulu."Elina menahan tangan Dina. "Tetap di sini."Dina menyeruput kopi sedangkan Elina terus memandangi pria yang membuatnya gusar.Tak lama Noah berjalan menghampiri keduanya. Elina pun bergegas memberikan kopi yang dibelikan Dina. "Makasih.""Sama-sama," sela Dina.Elina memutar bola matanya kemudian berbalik meninggalkan mereka berdua. "Bu Elina tunggu."Mereka pun masuk ke dalam mobil yang mengantarkan mereka bertiga ke hotel.Sesampainya di tempat tujuan, Elina pun keluar lebih dulu di ikuti Noah dan Dina. "Terima kasih untuk hari ini, beristirahatlah."Dina tersenyum bahagia
Elina tertegun saat Noah meminta untuk memberitahu orang lain kalau mereka sudah menikah. Ada rasa ragu di hati Elina, mengingat dia tak ingin menyandang status janda setelah keduanya bercerai. "Aku akan pikirkan soal ini." "Kenapa, apa kamu malu kalau suamimu hanya menumpang hidup atau karena mungkin karena aku seorang anak pembantu?" Elina menelan saliva-nya, sebenarnya dia tak berpikir ke arah sana karena dia pikir itu urusan Noah bukan urusannya. "Karena aku nggak mau menyandang status janda," jelas Elina. Kini giliran Noah yang hanya diam. Keduanya saling menatap sebelum akhirnya Elina kembali bicara, "Mungkin status duda yang akan kamu sandang hanya isapan jempol berbeda dengan status janda yang akan aku sandang. Akan ada banyak orang yang mencemooh, menghina dan merendahkan aku karena status itu." Noah mengusap wajahnya dengan kasar lalu menyandarkan punggungnya di belakang. "Tandatangani berkas itu, kalau kamu nggak mau juga nggak masalah." Elina mengambil swe
Dering ponsel menggema di seisi kamar. Seina yang sedang terlelap pun menggeliat di bawah selimut lalu mengibaskannya. "Pagi," sapa Noah mencium bibir Elina.Mendapat morning kiss dari Noah membuat Elina tertegun seketika."Ayo, bangun. Dina sudah menunggu kita di bawah.""Hm, sebentar."Elina berlari ke dalam kamar mandi. Di tatap wajahnya di depan cermin sambil mengusap bibirnya dengan lembut. Hatinya berdesir saat membayangkan wajah Noah.Entah sejak kapan Elina menyukai Noah yang pasti dia tak ingin suaminya itu bersama wanita lain.Sementara itu, sambil menunggu Elina keluar dari kamar mandi Noah terus menatap layar ponselnya lalu—"Halo, Mr."[ ... ]"Terima kasih Mr, mungkin saya akan bicara dulu dengan atasan saya mengingat saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan."[Baiklah aku tunggu kabar baiknya.]Ceklek Noah terdiam saat melihat Elina keluar dari kamar mandi dengan melilitkan handuk di tubuhnya."Baik, segera a
"Eugh ...."Suara desahan menyambut pagi Noah. Tubuhnya terus terhuyung ketika Elina bergerak di atasnya.Elina mengerang nikmat setelah pelepasannya beriringan dengan Noah yang menyemprotkan cairan di rahimnya. Entah seperti kebutuhan, mereka akan melakukan hubungan itu setiap pagi atau malam hari."Pagi, Sayang," sapa Elina mengecup bibir Noah.Kali ini dia yang lebih dulu bangun dari pada suaminya. "Jam berapa sekarang?" tanya Noah."Sepertinya jam sembilan pagi," jawab Elina berjalan ke kamar mandi."Apa?"Mata Noah membelalak melihat jam yang ternyata baru menunjukkan pukul delapan pagi. Dia lalu memeriksa ponselnya terkejut saat melihat sebuah email masuk."Bagaimana ini, apa Elina akan melepaskan aku?" tutur Noah.Dia lalu mengambil pakaian yang berserakan di lantai sebelum akhirnya dia keluar dari dalam kamar.CeklekElina mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Noah, tapi pria itu sudah menghilang dari kamar mereka. Dia lalu memakai rok serta kemeja berwarna hitam."Pag
Suasana di rumah berubah menjadi mencekam, Elina sama sekali tak mempedulikan Noah dan bahkan menganggapnya tidak ada.Hal itu di rasakan Noah, dia merasa perubahan sikap Elina seperti kembali ke setelan awal."Apa kamu masih marah?"Elina berbalik membelakangi Noah, dia enggan berbicara atau menatap suaminya itu."Maaf sebelumnya aku nggak ngasih tau kamu soal ini.""Bukan urusanku, bukannya di kontrak kita sudah terlihat jelas nggak boleh mencampuri urusan masing-masing.""Lalu kenapa kamu mendiamkan aku seperti ini?"Suara Elina tercekat, ucapan Noah cukup membuatnya berpikir keras. Kenapa aku seperti ini?Entahlah Elina selalu kesal dengan semua yang tak sejalan dengan semua yang sudah dia rencanakan."Beri tahu aku apa yang harus aku lakukan agar kamu bersikap manis seperti kemarin?"Elina mengibas selimut dengan kasar. "Kamu terlalu berisik."Dia berjalan keluar tapi tangan Noah menahannya, memeluknya dari belakang. "Maaf, aku tahu kamu marah. Maafin aku, setelah ini aku janji
2 HARI BERLALU Elina terus memandangi layar ponselnya, tak ada panggilan atau pesan yang masuk dari Noah. Bahkan tak satu pun pesannya di balas oleh suaminya itu. Tok, tok. "Waktunya makan siang. Ibu mau makan apa?" tanya Dina seraya berjalan masuk ke dalam ruangan atasannya itu. "Aku ingin makan steak." "Lagi, perasaan dua hari ini kita makan steak terus," protes Dina. Elina mendelik menatap wanita yang ada di depannya. "Memangnya kenapa, aku yang ingin makan steak kenapa kamu yang terdengar bosan!" "Ma-maaf, jadi kita makan di mana?" tanya Dina mengalihkan kemarahan atasannya itu. Elina tak bergeming dia malah menyandarkan punggungnya di kursi. "Dina, apa menurutmu di Singapura nggak bisa menggunakan provider kita?" "Hah, maksudnya?" Elina menghela napasnya. "Noah sama sekali mengabaikan semua pesan dan panggilanku. Dia juga sama sekali tak berniat menghubungiku. Apa dia kecelakaan?" "Mana mungkin, kalau kecelakaan pasti sudah masuk berita. Mungkin alasan provi
Hari demi hari sudah Elina lewati tanpa Noah, kabar seolah di telan bumi.Sebenarnya Elina begitu khawatir dengan keadaan Noah apa lagi setelah kepergiannya tak ada kabar sama sekali."Kak Elina," sapa Intan.Elina melambaikan tangan lalu mempersilahkan adik iparnya itu masuk ke dalam mobil."Wah, repot-repot sampai jemput ke sekolah," tutur Intan.Elina hanya menyunggingkan senyum kembali fokus dengan kemudi. "Kamu mau makan apa?""Apa saja," jawabnya santai."Gimana kalau kita makan di mall saja?""Setuju."Tak lama mobil yang di kemudikan Elina berhenti di sebuah mall. Keduanya lalu masuk— mencari makan siang di sana."Kak Noah nggak ikut?" tanya Intan.Deg Elina diam, padahal dia menemui Intan karena ingin menanyakan soal Noah.Tak lama pesanan mereka pun datang, keduanya menikmati makan siang sembari menikmati alunan musik yang tersaji."Eeee, apa Noah nggak menghubungi kamu?"Intan menggeleng, "Nggak, mana mungkin dia menghubungiku. Lagi pula dia suka kabur-kaburan jadi kita n
DUA BULAN KEMUDIAN Suara musik rileksasi membangun mood Elina agar lebih baik. Setiap pagi sebelum berangkat kerja Elina pasti akan melakukan yoga terlebih dahulu. "Ini jusnya Non." "Hm, terima kasih, Bi." Elina beranjak dari duduknya— meminum jus buatan Sumi. "Mau Bibi buatkan sarapan apa?" "Aku ingin makan sandwich." "Iya, Non." Saat akan melangkah Sumi menoleh ke arah Elina. "Apa Den Noah nggak akan pulang." "Entah mungkin dia lupa jalan pulang. Tolong suruh Mang Ujang antar barang-barang Noah ke rumahnya," ujar Elina santai. "Memangnya Den Noah nggak akan ke sini lagi?" Elina terdiam sejenak sebelum akhirnya dia menjawab, "Iya, dia nggak akan pernah datang ke sini lagi." Setelah kepergian Sumi, Elina menyandarkan punggungnya di sofa. Sudah dua bulan berlalu tanpa kabar dari Noah, Elina pun tak ada niatan untuk mencari pria itu karena dia rasa Noah yang menginginkan berpisah darinya. Bahkan Elina sudah memblokir nomor Noah, Intan, Anni dan juga Budi. Seles
Elina tersenyum tak percaya melihat Noah dan Hardi ikut ke acara makan siang mereka. Mereka berdua melambaikan tangan seolah menyambut kedatangannya. "Sayang," panggil Noah yang langsung disahuti semua staf wanita yang ada di sana. Elina berjalan mendekati Noah yang sudah menggeser kursi untuknya. "Kalian sudah tahu kan kalau dia suamiku? Jadi jangan pernah berani membahasnya di grup kalian." Riuh seketika mereka tak percaya jika Elina tahu tentang grup yang mereka buat. "Sepertinya di grup kita ada mata-mata. Siapa dia?" ujar wanita berambut pendek. Namun, sedetik kemudian mereka menatap Dina dengan sini. Ya, mereka akhirnya tahu siapa yang selama ini membocorkan percakapan mereka di grup. "Ah, sial. Harusnya aku sadar saat dia menunjukkan foto pernikahan Pak Noah dan Bu Elina," sela wanita berambut panjang. Dina yang mendapatkan tatapan sini hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. "Minta perhatiannya." Elina berdiri menatap semua orang yang ada di sana. "Terima k
Semua staf divisi berkumpul di ruang meeting. Raut wajah bahagia tergambar jelas di sana setelah mengetahui Noah berinvestasi di perusahaan tempat mereka bekerja.Hampir semua staf di sana takut akan terkena PHK karena perusahaan mereka mulai goyah. Namun, Noah datang seperti sang penyelamat bagi mereka yang takut tak bisa lagi bekerja."Jadi Pak Noah yang membantu perusahaan ini?" ucap wanita berambut pendek begitu senang mendengarnya."Ternyata mereka benar pasangan ya. Wanita kaya, mapan dan mandiri menikahi pria yang mapan juga. Aku benar-benar iri," sahut wanita berambut panjang."Bukan kamu saja yang iri, hampir semua staf iri dengan Bu Elina karena mendapatkan pria tampan, mapan dan berkualitas," tukas Dina yang ikut menimpali ucapan staf yang ada di sana. Meski mereka harus patah hati karena pria pujaannya ternyata suami atasannya.CeklekHening, mereka hanya diam melihat Elina masuk ke ruangan tersebut. "Kita makan siang di luar.""Yey—" Seketika mereka berhenti bersorak sa
Noah tersenyum melihat Elina lahap memakan steak kesukaannya. Dia bahkan menggeser piringnya agar istrinya itu menghabiskan steak miliknya.Namun, Elina malah menggeser piring tersebut. "Aku sudah kenyang.""Benarkah." Dering ponsel mengalihkan perhatian keduanya. Noah menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut."Halo."[Noah, ini Paman. Kenapa kamu nggak menghubungiku?]Noah melihat nomor asing kemudian berucap, "Maaf, aku lupa."[Bagaimana soal investasi yang kita bahas kemarin, apa kamu berminat berinvestasi di perusahaanku?] Mata Noah melirik ke arah Elina. "Aku akan bicara dulu dengan istriku."[Istri ... Hei, kamu tak perlu bicara dengan Elina, dia pasti melarangmu berinvestasi di perusahaanku.]Mendengar kata istri cukup membuat Elina tersipu malu. Meski dia sering meminta pisah tetap saja pria itu lah yang ada di hatinya. Hanya saja Elina tak suka berbagi dan pencemburu. Dia ingin Noah hanya miliknya dan tak suka wanita manapun membahasnya."Maaf Paman, akan
Suara ketukan jemari teru terdengar dan semakin nyaring, Sonia yang berada di sana sudah mulai tak nyaman karena dia tahu seperti apa jika atasannya itu marah. Brak! "Suruh bagian keuangan memeriksa laporannya lagi." "Baik, Pak." Sonia mengambil dokumen yang dilempar Noah. "Begini Pak, hari ini Bu Elina nggak masuk ke kantor. Menurut informasi yang saya dapatkan dia juga nggak kembali ke apartemen dari kemarin." "Hm, aku tahu. Oh ya, gimana tentang artikel hubungan aku dan model itu apa bisa di take down?" "Maaf Pak, nggak bisa karena bukan satu orang yang menyebarkan artikel itu. Kenapa Bapak nggak klarifikasi saja, undang wartawan lalu beritahu mereka kalau anda sudah menikah. Aku yakin gosip itu akan menghilang dengan sendirinya dan mereka juga akan tahu jika Bu Elina istri Pak Noah." Ucapan Sonia ada benarnya juga, Noah tak ingin masalahnya berlarut bahkan Lilia sudah mulai mengusik pernikahannya. "Akan aku pikirkan lagi." "Baik, Pak. Permisi." Sepeninggal Sonia,
Dina merangkul lengan Elina ke ruang tunggu, sementara Noah masih harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu."Pak Noah berbeda sekali ya Bu."Elina menoleh ke arah Dina dengan tatapan sinis. "Maksudmu apa?""Lihat, proporsi tubuhnya benar-benar membuat hati berdesir. Pantas banyak perempuan yang suka sama Pak Noah apa lagi sekarang menjadi CEO. Definisi tampan, dewasa dan mapan."Bibir Keyla berkomat-kamit dia tak menyangka sekretarisnya sendiri memuji suaminya di depannya. "Apa kamu sedang memuji suamiku?""Apa, eee ... Itu, aku—""Tutup mulutmu, aku nggak suka wanita sepertimu memuji suamiku.""Aku bukan memujinya, aku hanya menggambarkan sosok Pak Noah dimata wanita lain itu saja," elaknya. "Tunggu, jadi Bu Elina nggak jadi bercerai?"Elina menatap punggung Noah yang sedang berbicara dengan staf administrasi. "Kita nggak bisa cerai apa lagi aku sedang hamil anaknya."Sudut bibir Dina terangkat. "Baguslah, aku lega melihat Bu Elina kembali ke Pak Noah, jadi usahaku nggak sia-
Hardi dan Chandra beradu pandang setelah kepergian Hardi. "Apa jalan pikiran kita sama?" tanya Heru."Sepertinya sama. Ayo, kita temui keponakan tercinta kita."Kedua beranjak dari kursi, keluar dari perusahaan Hardi untuk menemui Elina di rumah sakit.Dua puluh menit berjalan akhirnya mereka sampai di basement."Rapihkan penampilanmu kita akan bertemu CEO yang akan membantu bisnis kita.""Apa dia akan mengenali kita, bahkan saat keduanya menikah kita sama sekali nggak datang ke acara pernikahan mereka."Chandra menghentikan langkah kakinya. "Bilang saja kalau Hardi tak mengijinkan kita untuk menemuinya. Kali ini kita harus mendapatkan hati suami dari keponakan kita. Aku yakin selama Elina sakit dia akan mengambil alih perusahaannya."Heru mengangguk seraya kembali berjalan ke dalam rumah sakit."Permisi, ruang pasien atas nama Bu Elina di mana ya?""Baik, ditunggu sebentar Pak," jawab staf yang berada di bagian informasi. "Ibu Elina ada di ruang VIP 1 di lantai 3.""Oke, terima kasih
Elina menikmati makanannya dengan lahap sampai tak bersisa, bahkan Noah harus memesan lagi steak karena ibu hamil itu tak kunjung kenyang. "Masih mau pesan lagi?" tanya Noah melihat tujuh kotak makan yang ada di atas meja. "Aku kenyang, tolong bawa aku ke brankar." "Sebelum tidur bersihkan dulu tangan, gigi dan wajahmu." Elina berdecak lalu berjalan ke kamar mandi di papah Noah. Dengan telaten Noah membantu Elina menyikat gigi dan membersihkan wajahnya. Perhatian itu pun sedikit membuat hati Elina berdesir. Apa lagi Noah terus menatap wajahnya sambil tersenyum. "Selesai," tuturnya. Noah mengangkat tubuh Elina membawanya ke atas brankar. "Pulanglah, aku bisa sendiri." "Aku akan menemanimu. Bahkan selesai dari rumah sakit pun aku akan selalu bersamamu." Elina tak ingin berdebat lagi, sebenarnya dia hanya berbasa-basi karena sebenarnya dia ingin Noah selalu bersamanya. Noah menarik selimut untuk menutupi tubuh Elina. Dia lalu mengambil laptop kemudian duduk di sofa.
"Bayi?"Hardi sampah mengulang ucapan Noah karena terkejut dengan ucapannya. "Elina sedang hamil dan janin yang ada di dalam rahimnya itu anakku. Jadi, aku mohon jangan pisahkan kami."Hardi berdecak, "Anak, apa kamu pikir anakmu nanti akan mengakuimu? apa lagi kalau dia tahu Papahnya hanya seorang anak pembantu. Lagi pula apa kamu yakin Elina masih mau denganmu?""Aku akan berusaha mendapatkan dia lagi."Hardi menyeringai seolah menyepelekan ucapan pria yang ada di depannya. "Saat ini Elina sedang dekat dengan seorang CEO ternama.""Apa CEO ternama itu tahu kalau Elina sudah menikah? Ah ... apa jadinya kalau dia tahu Elina sedang hamil? Ini akan menjadi berita besar seorang CEO Subagja Grup belum menikah tapi sedang hamil."Hardi tak bisa berkutik. "Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan Elina. Harusnya kamu bersyukur Elina sudah membuatmu seperti sekarang ini."Noah mengangguk sembari melipat kedua tangannya di dada. "Maka dari itu, sebagai u
Elina mengusap perutnya yang sudah mulai menonjol di bagian bawah. Selama ini dia pikir hanya masalah pencernaan ternyata ada janin yang hidup di rahimnya."Apa kamu akan terus merahasiakan ini dariku?" tanya Noah.Bagaimana Elina merahasiakan kehamilannya sementara dia sendiri tidak tahu kalau sedang hamil."Aku lelah, aku nggak mau berdebat denganmu." Elina memalingkan wajahnya tak ingin menatap Noah.Entah dia harus bahagia atau sedih karena tak terpikirkan olehnya akan mengandung janin dari Noah."Permisi," ucap seorang suster membuka pintu. Dia masuk bersama seorang dokter yang akan memeriksa keadaan Elina. "Selamat, siang Bu Elina. Saya izin sebentar untuk memeriksa keadaan Ibu."Elina membiarkan dokter itu memeriksa, tubuhnya terasa lemah hanya untuk bergerak."Syukurlah keadaan Ibu semakin membaik. Untuk kedepannya jangan minum alkohol lagi karena itu berbahaya bagi janin.""Maaf Dok, apa dia baik-baik saja?" tanya Elina."Bu Elina mengalami pendarahan karena meminum alkohol