แชร์

Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!
Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!
ผู้แต่ง: Sri Pulungan

Bab 1

ผู้เขียน: Sri Pulungan
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-03-27 09:53:38

"Garis dua?" gumamku lirih saat menatap test pack di tangan yang gemetar.

Senyumku merekah perlahan. Tanganku terangkat, mengusap perutku yang masih rata. Rasanya seperti mimpi. Setelah penantian panjang, akhirnya ada kehidupan kecil yang tumbuh di dalam rahimku. Aku membayangkan reaksi mas Arfan, apakah ia akan terkejut? Atau justru menangis haru, seperti di video-video kejutan kehamilan yang sering aku tonton?

Dengan hati-hati, kusimpan test pack itu di laci meja rias. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan kami yang keempat. Aku sudah menyiapkan semuanya: dekorasi sederhana di ruang makan, hidangan favorit Arfan, dan kue kecil bertuliskan "Happy 4th Anniversary." Malam ini, aku akan memberinya kabar paling bahagia dalam hidup kami.

Namun, tiba-tiba ponselku berdering. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Aku sempat ragu, tapi rasa penasaran mengalahkan keraguanku.

“Halo?” sapaku hati-hati.

Tak ada jawaban. Hanya suara napas berat di ujung sana, sebelum akhirnya terdengar suara pria, berat dan tegas.

“Kami dari rumah sakit. Cepat datang. Suami Ibu dalam kondisi sekarat.”

Dunia seketika berhenti. Jantungku berdenyut keras. Jemariku mencengkeram ponsel erat-erat.

"Apa maksud Anda? Siapa ini?" tanyaku terguncang.

Namun, sambungan sudah terputus.

Aku berdiri terpaku. Tubuhku mendadak terasa dingin. Ini pasti salah paham. Suamiku baik-baik saja, bukan? Baru tadi pagi kami berbicara, dan dia mengatakan akan pulang tepat waktu untuk merayakan ulang tahun pernikahan kami.

Tanpa berpikir panjang, aku meraih kunci mobil dan berlari keluar. Langit malam tampak gelap, seolah mencerminkan ketakutanku yang semakin menyesakkan dada.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, pikiranku dipenuhi berbagai kemungkinan. Kecelakaan? Serangan jantung? Atau sesuatu yang lebih buruk? Aku menggeleng, mencoba menepis pikiran-pikiran buruk itu.

Setibanya di rumah sakit, aku langsung menuju bagian informasi. "Suamiku... suamiku dibawa ke sini. Namanya Arfan," ucapku tergesa-gesa.

Perawat di balik meja tampak ragu sebelum menunjuk ke arah ruang gawat darurat. "Dia ada di sana, tapi..."

Aku tak menunggu perawat itu menyelesaikan kalimatnya. Dengan langkah gemetar, aku berlari ke arah yang ditunjukkan. Saat aku sampai, seorang dokter baru saja keluar dari ruangan dengan wajah serius.

"Keluarga pasien?" tanyanya.

Aku mengangguk cepat. "Saya istrinya. Apa yang terjadi? Bagaimana kondisi suami saya?"

Dokter itu menghela napas. "Kami sudah melakukan yang terbaik. Suami Anda mengalami kecelakaan serius—mobilnya ditabrak dari samping. Dia kehilangan banyak darah dan..."

Aku menahan napas, menunggu kelanjutannya.

"Dia dalam kondisi kritis. Kami butuh persetujuan Anda untuk tindakan operasi segera."

Dunia terasa runtuh di hadapanku. Aku baru saja hendak memberinya kabar bahagia, tapi sekarang... aku dihadapkan pada ketakutan terbesar dalam hidupku.

Tanganku gemetar saat menandatangani surat persetujuan operasi. "Tolong... selamatkan dia," bisikku dengan suara nyaris tak terdengar.

Dokter mengangguk sebelum kembali masuk ke ruang operasi. Aku jatuh terduduk di kursi tunggu, air mata yang kutahan akhirnya jatuh.

Aku menatap kosong ke arah pintu ruang operasi yang tertutup rapat. Waktu seakan berjalan begitu lambat, setiap detik terasa seperti satu abad. Dalam hatiku, aku terus berdoa, memohon agar Arfan bisa selamat.

Aku ingin dia tetap di sisiku. Aku ingin dia tahu bahwa aku mengandung anak kami. Aku ingin dia melihat bayi kami lahir dan tumbuh bersama kami.

Air mataku semakin deras mengalir. Aku memeluk perutku yang masih rata, berusaha mencari ketenangan.

Tiba-tiba, seseorang duduk di sampingku. Aku menoleh dan melihat seorang pria paruh baya dengan wajah penuh simpati.

"Ibu istri Arfan?" tanyanya pelan.

Aku mengangguk, masih terisak.

"Saya Pak Rudi, polisi yang menangani kecelakaan suami ibu," lanjutnya.

Jantungku mencelos. Polisi?

"Ada yang ingin saya tanyakan, tapi saya mengerti kalau ibu masih syok. Jika ibu siap, tolong hubungi saya," katanya sambil menyerahkan kartu namanya.

Aku menatap kartu itu dengan tangan gemetar. "Apa yang sebenarnya terjadi pada suami saya, Pak?" tanyaku dengan suara serak.

Pak Rudi menghela napas. "Kami masih menyelidiki, tapi ada sesuatu yang janggal. Mobil suami ibu ditabrak oleh sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi.”

Aku menatap Pak Rudi dengan dada berdegup kencang. "Maksudnya... ini bukan kecelakaan biasa?" tanyaku, nyaris berbisik.

Pak Rudi tampak ragu sejenak sebelum mengangguk. "Ada kemungkinan begitu, Bu. Truk itu langsung kabur setelah kejadian, dan berdasarkan rekaman CCTV, terlihat seperti disengaja."

Darahku seolah membeku. Disengaja? ulangku dalam hati, hampir tak percaya.

"Kami belum bisa memastikan sepenuhnya, tapi dari rekaman yang kami lihat, truk itu tidak berusaha menghindar atau mengerem sebelum menabrak mobil suami ibu," jelasnya dengan nada serius.

Aku merasa lemas. Ini bukan sekadar kecelakaan, seseorang mungkin sengaja mencelakai Arfan. Tapi siapa?

Sebelum aku bisa mengajukan lebih banyak pertanyaan, pintu ruang operasi terbuka. Seorang dokter keluar dengan wajah letih. Aku langsung berdiri, nafasku tercekat.

"Dokter, bagaimana suami saya?" tanyaku dengan suara bergetar.

Dokter menatapku sejenak sebelum menghela napas. "Operasi berjalan lancar, tapi kondisi suami Anda masih kritis. Dia mengalami cedera parah di kepala dan pendarahan dalam yang cukup serius."

Aku menutup mulut, menahan isak tangis.

"Kami akan memindahkannya ke ICU. Dua puluh empat jam kedepan akan sangat menentukan," lanjut dokter itu.

Aku mengangguk lemah. Setidaknya Arfan masih hidup. Itu satu-satunya harapan yang bisa kupeluk saat ini.

Setelah Arfan dipindahkan ke ICU, aku diizinkan untuk melihatnya sebentar. Melihat tubuhnya yang terbaring lemah dengan selang dan alat medis yang menempel di mana-mana membuat hatiku semakin hancur.

Aku menggenggam tangannya yang dingin, menempelkan telapak tanganku ke punggung tangannya.

"Sayang, aku di sini," bisikku, menahan air mata yang terus menggenang.

Aku ingin memberitahunya tentang bayi kami, tentang kehidupan kecil yang tumbuh di dalam rahimku. Aku ingin dia tahu bahwa dia harus bertahan—untukku, untuk bayi kami.

Namun, saat itu juga, sebuah ketakutan baru muncul di benakku. Jika ini bukan kecelakaan biasa, ada seseorang di luar sana yang ingin mencelakai Arfan.

Dan jika mereka belum berhasil... apakah mereka akan mencoba lagi?

Aku mengeratkan genggamanku pada tangan Arfan yang dingin. Dalam hati, aku berjanji akan mencari tahu siapa yang melakukan ini. Aku tak akan diam saja.

Tapi sebelum aku bisa berpikir lebih jauh, suara lirih terdengar dari depan pintu.

"Arfan... apa yang terjadi padamu, Nak?"

Aku menoleh. Itu suara ibu mertuaku.

Dan saat tatapannya bertemu denganku, wajahnya dipenuhi kemarahan.

"Dasar perempuan pembawa sial! Kalau terjadi sesuatu pada anakku, aku tidak akan memaafkanmu!"

Aku tertegun, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Mataku menatap ibu mertuaku yang berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh amarah dan kesedihan.

"Ibu..." suaraku lirih, nyaris tak terdengar.

Namun, tatapan ibu mertuaku semakin tajam. Ia melangkah mendekat, tangannya terkepal di sisi tubuhnya. "Sejak Arfan menikah denganmu, hidupnya selalu penuh masalah! Dan sekarang... dia terbaring seperti ini! Ini semua salahmu!" suaranya bergetar, matanya basah oleh air mata.

Aku menelan ludah, mencoba memahami rasa sakit yang dirasakannya. Aku juga hancur. Aku juga takut kehilangan Arfan. Tapi dituduh sebagai penyebabnya? Hatiku terasa ditusuk.

"Ibu, saya juga ingin Arfan selamat. Saya tidak menginginkan semua ini terjadi..." suaraku bergetar.

"Kalau benar begitu, kenapa justru ada masalah terus? Kenapa sejak menikah denganmu, Arfan selalu dalam bahaya?" suaranya meninggi.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 2

    Aku menatap ibu mertuaku dengan dada sesak. Air matanya mengalir deras, tapi sorot penuh kebencian itu seolah mengiris hatiku. Aku ingin berteriak bahwa aku juga kehilangan, bahwa aku mencintai Arfan lebih dari apapun. Tapi di matanya, aku hanya pembawa sial."Ibu, aku mohon... jangan menyalahkanku," suaraku hampir berbisik, berusaha tetap tenang meski tubuhku gemetar. "Aku juga ingin Mas Arfan selamat. Aku mencintainya, Bu..."Namun, ibu mertuaku tak mau mendengar. Dengan mata yang menyala amarah, ia menudingku."Kalau kau benar-benar mencintainya, kenapa sejak kau masuk ke dalam hidupnya, selalu ada masalah? Kenapa hidupnya justru penuh musibah setelah menikah denganmu?"Aku ingin menjawab, ingin mengatakan bahwa aku pun bertanya-tanya siapa yang tega mencelakai suamiku. Tapi sebelum aku sempat berbicara, suara tegas menghentikan kami."Ibu, cukup."Aku menoleh dan melihat seorang pria yang baru saja memasuki ruang ICU. Pak Rudi."Ibu boleh marah, boleh bersedih, tapi ini bukan saat

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 3

    "Baik, di mana saya bisa menemui Bapak?" tanyaku tegas. "Datang saja ke kantor polisi," jawabnya. Aku mengangguk, meski tahu Pak Rudi tidak bisa melihatnya. Setelah menutup telepon, aku menatap rumah sakit di depanku. Perasaan campur aduk memenuhi dadaku. Aku ingin kembali masuk, ingin berada di sisi Mas Arfan, tapi kata-kata ibu mertuaku masih menggema di kepalaku. Aku telah diusir, dan jika aku nekat kembali, mereka tidak akan membiarkanku mendekat. Tanganku refleks menyentuh perutku. Aku tidak bisa tinggal diam. Jika ada seseorang yang memang ingin mencelakai suamiku, aku harus mengetahui kebenarannya. Dengan langkah cepat, aku menuju pinggir jalan dan menghentikan taksi pertama yang melintas. Begitu duduk di dalamnya, aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Namun, jantungku terus berdebar kencang, dan rasa cemas tak kunjung surut. Perjalanan terasa begitu lama, seolah waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Namun akhirnya, aku tiba di kantor polisi. Pak R

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 4

    Aku duduk di depan rumah sakit, menatap kosong ke arah lalu lintas yang ramai. Sudah tiga hari berlalu, dan Mas Arfan masih belum sadar. Namun, yang lebih menyakitkan adalah ibu mertuaku yang terus melarangku untuk menemuinya. Setiap kali aku mencoba masuk, para pengawal selalu menghadang dengan alasan yang sama, "Perintah Ibu." Aku tahu ibu mertuaku tidak pernah menyukaiku, tapi aku tak menyangka ia bisa setega ini. Aku menghela nafas panjang, berusaha menenangkan diri. Aku harus menemukan cara untuk menemui Mas Arfan, apapun resikonya. Aku tidak bisa terus menunggu sementara kebenaran tentang kecelakaannya masih menggantung di udara. Ponselku bergetar. Aku segera meraihnya dan melihat nama Pak Rudi di layar. Tanpa ragu, aku menjawab. "Ada kabar, Pak?" tanyaku langsung. "Kami sudah menemukan sopir itu. Setelah penyelidikan, tidak ada hal-hal yang mencurigakan." Aku terdiam sejenak, mencerna kata-kata Pak Rudi. "Tidak ada yang mencurigakan?" ulangku, memastikan aku tidak salah

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 5

    Aku keluar dari rumah sakit dengan hati penuh kecamuk. Besok pagi, Mas Arfan akan dibawa pergi, dan aku harus mencari cara untuk mencegahnya. Aku tahu, melawan ibu mertuaku secara langsung adalah hal yang mustahil, pengaruh dan kekuasaannya terlalu besar. Namun, aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus berani. Aku harus menemuinya. Dengan langkah tegas, aku menuju rumah keluarga suamiku, tempat ibu mertuaku tinggal. Aku sadar, ini langkah berisiko. Sejak awal pernikahan, ia tak pernah menyukaiku, dan setelah kecelakaan yang menimpa Mas Arfan, kebenciannya semakin jelas. Di depan gerbang rumah megah itu, aku menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu. Seorang pelayan membukakan pintu, menatapku dengan ragu. "Saya ingin bertemu dengan Ibu," kataku, berusaha terdengar tegas meskipun hatiku berdebar kencang. Pelayan itu tampak bimbang, tapi sebelum sempat menjawab, suara dingin dari dalam rumah terdengar. "Biarkan dia masuk." Aku menegakkan tubuh dan melangkah masuk ke ruang ta

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 6

    Aku berdiri terpaku, dada sesak seolah dihimpit beban berat. Jika benar yang dikatakan ibu mertua, maka aku harus bertindak sekarang. Aku tidak bisa membiarkan Mas Arfan melupakan aku begitu saja.Aku mengangkat wajah, menatapnya dengan penuh tekad. “Aku tidak akan menyerah,” kataku tegas.Ibu mertuaku hanya terkekeh kecil, nadanya penuh ejekan. “Dan apa yang bisa kau lakukan? Kau hanya wanita biasa tanpa kekuasaan dan pengaruh. Bahkan jika kau mencoba menghentikanku, kau tak akan berhasil.”Aku mengepalkan tangan, menahan gemetar yang menjalar di tubuhku. Aku tahu ibu mertuaku bukan sekadar mengancam, dia benar-benar bisa melakukan semua yang ia katakan. Tapi aku masih punya satu harapan.“Aku ingin menemui Mas Arfan,” ujarku mantap.Tatapannya mengeras. “Tidak mungkin. Dia berada di bawah pengawasan ketat. Bahkan kau pun tak akan bisa mendekatinya. Lagi pula, dia belum sadar. Ia tidak akan mendengarkanmu. Lebih baik kau menyerah sekarang. Jika kau pergi, aku akan membawanya berobat

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 7

    Beberapa hari telah berlalu. Aku tak tahu pasti bagaimana keadaan mas Arfan sekarang. Setelah malam itu, aku benar-benar menepati janjiku: aku pergi. Tanpa kabar, tanpa pesan, tanpa kunjungan. Hanya doa yang kupanjatkan setiap malam—semoga Mas Arfan selamat… dan bahagia, meski tanpaku.Aku menatap kosong ke luar jendela saat matahari mulai turun perlahan. Langit senja terbakar oleh semburat jingga, seperti harapan yang samar… namun tetap ada. Meski aku tak tahu kemana masa depan akan membawaku, aku tahu satu hal: aku tidak sendiri lagi.Tangan kiriku membelai perut yang mulai terasa hangat, seolah ada kehidupan kecil yang mulai berdenyut di sana. Anugerah ini… adalah bagian dari Mas Arfan. Dan aku akan menjaganya, sepenuh hati.“Nak, mungkin Ayahmu tak akan ada di sisimu saat kau tumbuh nanti… tapi Ibu janji, kau akan tumbuh dikelilingi cinta.”Sebuah ketukan pelan di pintu menyadarkanku dari lamunan. Aku menoleh. Tak ada yang kukenal di tempat ini. Lalu siapa…?Perlahan kubuka pintu.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-09
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 8

    Aku tak langsung menjawab. Tubuhku masih gemetar, pikiranku kalut. Aurel? Di sini? Malam-malam begini?“Nafeeza… Aku tahu kamu hamil,” suaranya terdengar dari balik pintu, tenang namun menekan.Darahku seolah berhenti mengalir. Bagaimana bisa dia tahu? Siapa yang memberitahunya?“Nafeeza, aku tidak akan membiarkanmu melahirkan anak Mas Arfan.”Tubuhku membeku. Kata-katanya menusuk seperti sembilu. Tidak akan membiarkanku melahirkan anak Mas Arfan? Jadi benar, dia datang bukan untuk menolongku.Tanganku refleks memeluk perutku. Jantungku berdetak kencang, seperti hendak meledak. Pikiran, ketakutan, dan firasat buruk menyerbu sekaligus, menyesakkan dada.“Apa maksudmu…?” tanyaku pelan dengan suara parau, berusaha menahan tubuh yang bergetar.Tak ada jawaban. Hening. Hanya terdengar tarikan napas berat dari balik pintu, terputus-putus, seolah ia sendiri tengah menahan sesuatu.“Kamu sebodoh itu, Nafeeza? Arfan sekarang koma... dan besar kemungkinan dia akan kehilangan ingatannya. Dia aka

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-09
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 9

    Dokter dan perawat saling berpandangan saat nama itu disebut.Mereka tahu, nama tersebut tak tercantum dalam daftar kontak darurat pasien. Namun satu hal menjadi jelas: wanita bernama Nafeeza itu sangat berarti bagi pria ini. Teramat penting.Di luar ruangan, seorang pria bersetelan rapi sedang berbicara dalam bahasa Inggris yang kaku dengan seorang dokter. Ia adalah orang kepercayaan Bu Yuliana, ibu kandung Arfan. Ditugaskan khusus untuk menjaga Arfan.“Dia menyebut nama seseorang,” kata dokter.“Siapa?” tanya pria itu.“Nafeeza.”Pria itu terdiam. Matanya menyipit, rahangnya mengeras.“Kalau boleh tahu, siapa Nafeeza?”“Tidak penting,” sahutnya singkat.****Sementara itu, di Tanah Air…Bus malam melaju tenang menembus udara dingin menuju Bandung. Nafeeza menyandarkan kepala ke jendela, menatap kosong ke luar. Jalanan gelap dan sepi, hanya lampu-lampu jalan yang melintas cepat, seperti bayangan kenangan.Ia memejamkan mata, namun wajah Aurel kembali muncul. Kata-katanya masih terngi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-10

บทล่าสุด

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 16

    Rafa menepuk bahu Arfan pelan. “Terima kasih… karena telah memilih sisi yang benar.”Dari ujung lorong, suara langkah cepat tim medis mulai terdengar. Nafeeza berdiri perlahan, menggenggam tangan Rafa erat.“Terima kasih… sudah bertahan,” ucap Rafa padanya.Nafeeza mengangguk pelan, masih terisak. “Kalau bukan karena kamu, mungkin Danis sudah tak punya harapan.”Rafa tersenyum tipis. “Kita belum selesai. Sekarang, waktunya menyelamatkan dia.”Pintu ruang operasi terbuka. Dua perawat mendorong ranjang tempat Danis berbaring. Wajah kecil itu pucat, tubuhnya dipenuhi selang, dan napasnya tersengal. Nafeeza menunduk, mengecup kening anaknya, menahan tangis yang nyaris pecah.“Kamu harus kuat, Nak… Mama di sini, Mama nggak akan ke mana-mana,” bisiknya.Rafa memberi isyarat, dan tim medis segera membawa Danis masuk ke ruang operasi. Pintu tertutup dengan suara berat yang membuat Nafeeza tersentak. Kini tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu… dan berdoa.Arfan masih berdiri di lorong, m

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 15

    Perawat yang baru kembali dari ruang administrasi menghentikan langkahnya. Ia tampak ragu, menatap Nafeeza, lalu beralih kepada Rafa. Ketegangan yang membeku membuat waktu terasa melambat.“Arfan,” Nafeeza akhirnya bersuara. Suaranya pelan namun penuh ketegasan. “Kau tidak punya hak menghentikan ini!”“Siapa bilang aku tak punya hak? Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Kalau kalian nekat membantu anak itu, bersiaplah, rumah sakit ini bisa tutup!”Perawat itu menunduk ketakutan, melangkah mundur perlahan. Nafeeza menatap Arfan dengan mata memerah. Namun sorotnya tajam, tak lagi takut, tak lagi ragu.“Siapa Anda? Berani sekali bicara begitu!” seru Rafa, tatapannya menusuk.Arfan mendongak, menatap Rafa dengan sorot penuh gengsi dan kemarahan. “Aku donatur terbesar rumah sakit ini. Tanpa aku, semuanya bisa ambruk dalam semalam, termasuk kamu, Dokter, atau siapa pun kamu.”Namun Rafa tidak mundur. Ia berdiri tegak, bahkan melangkah lebih dekat.“Aku di sini bukan untuk tunduk pada an

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 14

    Jantung Nafeeza seolah berhenti berdetak sejenak. Ia menatap layar ponselnya dengan mata membelalak, lalu tanpa pikir panjang, ia langsung berlari. Sepatu hak tingginya tak lagi ia pedulikan, hingga akhirnya terlepas di tengah jalan. Nafeeza terus berlari dengan kaki telanjang, menyusuri trotoar malam yang dingin dan kasar. Hanya satu hal memenuhi pikirannya: Danis.Putranya.Darah daging yang selama ini menjadi alasan ia bertahan hidup di tengah kerasnya dunia.Sementara itu, di dalam mobil mewah yang terparkir tak jauh dari bar, Arfan duduk diam dengan tatapan kosong. Di sampingnya, Randy tampak gelisah.“Fan… gue tahu lo syok. Tapi tadi lo kelewatan,” ucap Randy hati-hati.Arfan tak menjawab. Dalam benaknya, wajah Nafeeza terus berputar. Bukan Nafeeza yang tadi di bar, melainkan Nafeeza yang dulu, yang tersenyum hangat setiap pagi, yang selalu menyambutnya pulang dengan pelukan. Ia menarik napas dalam-dalam, tapi rasanya seperti menelan bara api.“Arfan, lo denger gak sih?” seru R

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 13

    Nafeeza perlahan mengangkat wajahnya. Cahaya remang bar memperjelas kelelahan di matanya, pipi tirusnya, dan luka batin yang tak mampu ia sembunyikan.“Kamu mengenalnya, Bos?” tanya salah satu teman Arfan.Arfan tidak langsung menjawab. Pandangannya terpaku pada Nafeeza, seakan dunia di sekitarnya berubah menjadi sunyi.Nafeeza mengerjap pelan, mencoba berdiri tegak meski tubuhnya gemetar. Ia merasa seluruh dirinya ditelanjangi oleh tatapan-tatapan asing yang mulai memperhatikan mereka.“Apa kamu mengenalnya, Bos?” ulang temannya, kali ini dengan nada penasaran, menangkap ketegangan aneh di antara keduanya.Arfan menarik napas dalam, lalu mengalihkan pandangan sejenak.“Dia... hanya seseorang dari masa lalu,” jawabnya datar. Namun nada suaranya terdengar berat, seperti menahan badai yang siap meledak.Temannya tertawa kecil, tidak menyadari betapa rapuh suasana itu.“Wah, mantan, ya? Selera lo dulu beda banget, Fan. Dari istri model ke..”“Diam,” potong Arfan. Suaranya dingin dan mema

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 12

    Dengan senyum palsu dan langkah gontai, Nafeeza kembali ke dapur kafe setelah insiden memalukan itu.Suara riuh pengunjung masih terdengar di belakangnya, namun hatinya telah hancur berkeping-keping. Tangannya gemetar saat mencoba menata ulang gelas dan piring yang pecah. Manajer sempat melirik tajam, tetapi tidak mengatakan apa-apa, mungkin karena menyadari siapa yang barusan mempermalukannya.Beberapa jam kemudian, setelah shiftnya berakhir, Nafeeza berjalan pulang ke rumah sakit. Malam sudah larut. Langit mendung, dan udara dingin menusuk hingga ke tulang. Hujan rintik-rintik mulai turun saat ia tiba di ruang rawat Danis. Di dalam, Bibi Rara tertidur di kursi, sementara Danis masih terbaring lemah, namun senyumnya merekah saat melihat sang ibu datang.“Mama…” gumam Danis pelan.Nafeeza segera mendekat, menggenggam tangan kecil itu, menahan air mata yang hendak jatuh. “Iya, Nak. Mama di sini…”Danis menatap langit-langit. “Tadi aku mimpi ketemu Papa. Dia marah…”Nafeeza tercekat. “P

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 11

    Lima tahun kemudian…“Ada apa, Bi?” tanya Nafeeza cemas lewat sambungan telepon. Tangannya masih menggenggam nampan berisi pesanan, napasnya tersengal, wajahnya pucat. Di tengah kesibukannya sebagai pelayan di sebuah kafe kecil di pinggiran Kota Bandung, kabar itu membuat jantungnya berdegup tak karuan.“Danis pingsan, Bu,” jawab Bibi Rara panik dari seberang. Suaranya tergesa, diiringi isak tangis anak-anak di latar belakang.Nafeeza nyaris menjatuhkan nampan dari tangannya. “Sekarang di mana? Sudah dibawa ke klinik?”“Sudah… Kami di klinik dekat rumah. Tapi, Bu... dokter bilang Danis harus segera dibawa ke rumah sakit besar. Sepertinya ada masalah lagi dengan jantungnya…”Waktu seolah melambat.Danis. Putra kecilnya. Satu-satunya alasan Nafeeza bertahan hidup selama lima tahun terakhir. Anak yang lahir dari cinta yang tak pernah padam, cinta antara dirinya dan Arfan.Tanpa pikir panjang, Nafeeza melepas apron dan berlari keluar kafe sambil berseru ke arah manajer, “Saya harus pergi!

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 10

    Zurich, pagi hari…Bu Yuliana tiba dengan jet pribadi. Begitu mendarat, ia langsung menuju rumah sakit tempat Arfan dirawat. Saat memasuki kamar, matanya menatap putranya yang kini terjaga.“Arfan, Nak… Ibu disini,” bisiknya.Arfan menoleh, mengerjap. Namun tak ada senyum. Hanya tatapan kosong yang mencoba mengenali sosok di depannya.“Siapa… Anda?” tanyanya pelan.Wajah Bu Yuliana mengeras. Ia menoleh cepat ke arah dokter.“Kenapa dia tidak mengenal saya?”Dokter menjelaskan dengan hati-hati. Arfan kemungkinan mengalami amnesia parsial pasca-kecelakaan. Beberapa ingatan penting menghilang, namun bisa pulih perlahan.Namun satu hal membuat dokter heran:“Satu-satunya nama yang terus ia sebut sejak sadar adalah ‘Nafeeza’.”Wajah Bu Yuliana memucat.“Tidak mungkin…” desisnya. “Anak itu hanya… pengganggu. Dia bukan siapa-siapa!”Ia memutar tubuh, menatap tajam orang kepercayaannya.“Cari gadis itu! Apapun caranya. Kalau perlu, habisi dia.”****Siang hari, kamar rumah sakit.Arfan duduk

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 9

    Dokter dan perawat saling berpandangan saat nama itu disebut.Mereka tahu, nama tersebut tak tercantum dalam daftar kontak darurat pasien. Namun satu hal menjadi jelas: wanita bernama Nafeeza itu sangat berarti bagi pria ini. Teramat penting.Di luar ruangan, seorang pria bersetelan rapi sedang berbicara dalam bahasa Inggris yang kaku dengan seorang dokter. Ia adalah orang kepercayaan Bu Yuliana, ibu kandung Arfan. Ditugaskan khusus untuk menjaga Arfan.“Dia menyebut nama seseorang,” kata dokter.“Siapa?” tanya pria itu.“Nafeeza.”Pria itu terdiam. Matanya menyipit, rahangnya mengeras.“Kalau boleh tahu, siapa Nafeeza?”“Tidak penting,” sahutnya singkat.****Sementara itu, di Tanah Air…Bus malam melaju tenang menembus udara dingin menuju Bandung. Nafeeza menyandarkan kepala ke jendela, menatap kosong ke luar. Jalanan gelap dan sepi, hanya lampu-lampu jalan yang melintas cepat, seperti bayangan kenangan.Ia memejamkan mata, namun wajah Aurel kembali muncul. Kata-katanya masih terngi

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 8

    Aku tak langsung menjawab. Tubuhku masih gemetar, pikiranku kalut. Aurel? Di sini? Malam-malam begini?“Nafeeza… Aku tahu kamu hamil,” suaranya terdengar dari balik pintu, tenang namun menekan.Darahku seolah berhenti mengalir. Bagaimana bisa dia tahu? Siapa yang memberitahunya?“Nafeeza, aku tidak akan membiarkanmu melahirkan anak Mas Arfan.”Tubuhku membeku. Kata-katanya menusuk seperti sembilu. Tidak akan membiarkanku melahirkan anak Mas Arfan? Jadi benar, dia datang bukan untuk menolongku.Tanganku refleks memeluk perutku. Jantungku berdetak kencang, seperti hendak meledak. Pikiran, ketakutan, dan firasat buruk menyerbu sekaligus, menyesakkan dada.“Apa maksudmu…?” tanyaku pelan dengan suara parau, berusaha menahan tubuh yang bergetar.Tak ada jawaban. Hening. Hanya terdengar tarikan napas berat dari balik pintu, terputus-putus, seolah ia sendiri tengah menahan sesuatu.“Kamu sebodoh itu, Nafeeza? Arfan sekarang koma... dan besar kemungkinan dia akan kehilangan ingatannya. Dia aka

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status