"An aku minta keikhlasanmu ya, aku berdoa semoga segala yang terjadi pada kita, bisa kita rasakan sebagai hal terbaik yang Allah berikan untuk kita," ucap tulus mas Bagas. "Iya Mas, InshaAllah aku siap," ucapku dengan mengulas senyum. "Bismillahirrohmaanirrohiim... aku jatuhkan talakku kepada Anita anastia binti Surahman, karena Allah," ucap mas Bagas seraya memegang kepalaku. "Aku terima talakmu Mas," lirihku dengan menunduk. "Setelah ini kita masih bisa berteman kan Mas, apa kapan-kapan aku boleh berkunjung ke rumahmu?" tanyaku khawatir. Ada rasa tak rela, untukku melepaskan mas Bagas tapi aku tau ini yang terbaik. "Tentu saja An, kita harus tetap menjaga ikatan silaturahmi kita," jawab mas Bagas yakin seraya berjalan ke luar rumah. Aku mengikutinya berjalan mendekat ke motornya. "Makasih ya Mas, besok kita mulai urus perceraian kita ya, lalu kita lanjut urus sertifikat toko," ucapku basa-basi hanya ingin mengulur waktu agar mas Bagas tidak segera pergi. "Iya An," jawab mas
Setelah satu tahun berikutnya. "Sari dulu pernikahanmu dilakukan sangat biasa dan sekarang pesta pernikahanmu sungguh luar biasa,padahal sekarang sudah bukan perjaka sama perawan lagi" ucap Ibu Rina tetanggaku seraya cekikikan. "Sekarang kan Bagas sudah jadi orang sukses, tentu saja Bagas tidak mau hari bahagianya di lewati dengan biasa saja kan," Ibu tetangga yang lain ikut menimpali. "Iya Bu Alhamdulillah, karena saya sekarang di mampukan untuk membuat pesta, saya ingin memberikan yang terbaik untuk istri saya Bu," jawab mas Bagas sopan. "Padahal seingatku dulu usaha bagas juga sukses lho, bahkan termasuk usaha sablon yang besar dilingkungan kita kan ya," Ibu Lani ikut menimpali. "Ya anggap saja yang sekarang lebih sukses dari yang dulu Bu," jawab mas Bagas seraya tersenyum sopan. "Tuh kan Mas, aku bilang juga apa, gak perlu pesta-pesta aku malu," bisikku pada mas Bagas. "Gak papa aku ingin membangun keluarga baru yang semuanya dimulai dari awal dengan yang terbaik untukmu,ak
"Mas Bagas, selamat menempuh hidup baru ya," ucap Ardi serius seraya memeluk mas Bagas. Kami semua terdiam melihatnya. Tapi kemudian di susul dengan gelak tawa. "Kamu mengagetkanku saja Di," ucap mas Bagas dengan tertawa juga. "Tapi serius Mas, selamat ya, ingat jangan kamu sia-siakan lagi mbak Sari, karna jika itu terjadi kamu gak akan bisa dapatkan gantinya," ucap Ardi serius. "Tumben kamu ngomong bener Di," ledek mas Bagas. "Sepertinya aku sudah harus lebih sering ngomong Mas, biar gak lagi kehilangan masa indah berkeluarga," ucap Ardi haru. "Ayah... Tania boleh makan ini," ucap Tania manja seraya menunjukkan es krim coklat di tangannya. "Boleh dong sayang kenapa gak boleh," jawab Ardi seraya menggendong Tania. "Bunda selalu bilang Tania gak boleh makan es krim coklat nanti giginya jadi gak cantik trus nanti jadi gendut gak cantik," ucap Tania dengan logat lucunya. "Gak papa, selama Tania jadi orang baik Tania akan tetap cantik," ucap Ardi seraya mengusap kepala Tania. "B
Seminggu setelahnya. sampailah aku dan mas Bagas pulang dari Bali. Kami langsung menuju rumah Ibu karena anak-anak tinggal di sana bersama Nisa."Assalamu'alaikum... anak-anak.... aku pulang...." ucapku semangat seraya masuk rumah.Aku benar-benar tak sabar ingin bertemu mereka semua. "Mamah...... " ucap Rafif girang seraya lari ke arahku. "Rafif kangen Mamah," ucap Rafif seraya memelukku erat. "Mamah juga kangen banget, kaka mana Fif?" tanyaku dengan melepas pelukan Rafif. "Kaka main futsal lah, apalagi," jawab Rafif semangat. "Kalau sama papah kangen gak nih," ucap mas Bagas seraya berjongkok dan membuka lebar tangannya. "Kangen si tapi... kata mamah Papah sibuk gak boleh sama Papah dulu," ucap Rafif ragu. Mas Bagas langsung memeluk Rafif. "Enggak sayang, sekarang papah udah gak sibuk lagi, sekarang kita bisa bermain bersama terus," ucap Mas Bagas meyakinkan. "Beneran Pah?" tanya Rafif ragu seraya melepas pelukannya. Karena ke egoisanku, dulu Rafif sering nangis minta ketem
"Assalamu'alaikum... mana nih oleh-oleh buatku," ucap Anita seraya masuk rumah. Sekarang aku tinggal di rumah yang mas Bagas beli. Bukan rumah mewah tapi bagiku ini sangat indah dan nyaman karena isinya penuh dengan kedamaian. "Wa'alaikumussalam... tenang aja ada oleh-oleh buat semuanya kok,tapi sisa ya, salah sendiri kelamaan datangnya," ucapku seraya mengulas senyum."Sini duduk dulu biar aku buatkan minum," ucapku seraya melangkah ke dapur. "Minumnya yang banyak ya Sar, soalnya aku mau lama di sini, aku mau cerita banyak sama kamu," jawab Ani seraya duduk di sofa ruang tamu. "Nih minumnya mau cerita apa?" ucapku serapa meletakan teko berisi air sirup beserta gelasnya. "Widih bener-bener banyak," ucap Ani seraya tersenyum lebar. "Takutnya ceritanya gak selesai sampai besok pagi," ucapku dengan cekikikan. "Bisa jadi," jawab Ani dengan cekikikan juga. "Mas Bagas gak ada kan Sar?" tanya Ani seraya mengedarkan pandangannya ke semua sisi ruangan. "Gak ada lah, kalau siang gini
"itu aja sih yang mau aku ceritakan Sar," ucap Ani seraya nyengir kuda. "Katanya mau crita banyak banget lah kok cuma begitu," ledek ku. "Bukan cuma Sar, ini hal besar tau!" ucap Ani kesal. "Iya meski intinya sama, aku pikir beneran mau crita sampai besok pagi," ucapku sambil menahan tawa. "Tadi udah banyak banget dipikiranku yang mau aku ceritakan, tapi aku sekarang gak tau mau ngomong apa," ucap Ani bingung seraya nyengir. "Tante ada rasa suka gak sama Pak Ustadz?" tanya Adit memastikan. "Ya sekedar kagum ada sih, beliau sangat menghormatiku meskipun beliau tahu bagaimana keburukanku di masa lalu, tapi beliau terlihat tak pernah merendahkanku sedikitpun," jawab Ani bangga. "Terus terang aku merasa nyaman bersamanya, aku merasa dihormati,tidak seperti kebanyakan orang yang cuma cari muka di depanku," jawab Ani panjang lebar. "Kalau Pak Ustadz ngajakin nikah sama tante, tante mau gak?" tanya Adit. "Aku gak boleh terlalu gr Dit, itutuh ibarat pungguk merindukan rembulan Dit,"
"Pak Ustadz pernah cerita padaku, kalau keluarganya mementingkan perempuan yang salehah dan berbudi," ucap Adit. "Tu kan, kalau begitu jelas aku akan tertolak oleh keluarganya," potong Ani. "Tante diam dulu,dan keluarganya itu selalu yakin dan percaya sepenuhnya pada pilihan Pak Ustadz, gitu Tan," ucap Adit meyakinkan. "Karena keluarganya berpikir kalau perempuan yang dipilih Pak Ustadz wanita berkelas yang taat dan salehah kan," ucap Ani tak mau kalah. "Iya benar, dan nyatanya sekarang Tante orang yang seperti itu di mata Pak Ustadz terlepas dari masalalu Tante, kenyatanya sekarang tante sudah tobat dan berubah jauh lebih baik,iya kan? " bujuk Adit tak putus asa. "Kamu tau dari mana kalau keluarganya bakal nurut nurut aja begitu," ucap Ani tak percaya. "Udah di bilang Pak Ustadz yang cerita," ucap Adit keras. "Kenapa Pak Ustadz cerita begituan sama kamu?" tanya Ani masih tak puas. "Karena Pak Ustadz pernah suka," Adit berhenti berucap karena melihatku yang sedang mengisyratk
"Aku serius minta pendapatmu Sar," ucap Ani memohon. "Kalau menurutku InshaAllah Pak Ustadz akan bisa jadi imam yang baik ya, beliau akan membimbingmu untuk semakin dekat dengan Allah," ucapku jujur. "Jadi aku rasa jika kamu menikah dengannya itu akan membantumu menjadi semakin baik lagi," ucapku dengan semangat. "Lalu bagaimana dengan keluarganya, bagaimana jika setelah menikah keluarganya membenciku dan aku jadi menantu teraniaya," ucap Ani mendramatisir. "Tante gak usah samakan dengan sinetron, lebay Tante ah," ledek Adit. "Lagian nih, orang macam tante tuh gak mungkin teraniaya, yang ada Tante yang menganiaya," lanjut Adit sambil tertawa."Bener juga kamu Dit," ucap Ani seraya tertawa juga. "Aku rasa gak begitu lah An, inshaAllah, karena kamu sekarang sudah jadi baik maka mereka akan melihatmu dengan kebaikan itu," ucapku menyemangati. "Terus apa aku harus cari keluargaku nih, selain sulit, sepertinya aku malas," ucap Ani seraya menyandarkan tubuhnya di sofa. "Kamu gak bol