"Pak Ustadz pernah cerita padaku, kalau keluarganya mementingkan perempuan yang salehah dan berbudi," ucap Adit. "Tu kan, kalau begitu jelas aku akan tertolak oleh keluarganya," potong Ani. "Tante diam dulu,dan keluarganya itu selalu yakin dan percaya sepenuhnya pada pilihan Pak Ustadz, gitu Tan," ucap Adit meyakinkan. "Karena keluarganya berpikir kalau perempuan yang dipilih Pak Ustadz wanita berkelas yang taat dan salehah kan," ucap Ani tak mau kalah. "Iya benar, dan nyatanya sekarang Tante orang yang seperti itu di mata Pak Ustadz terlepas dari masalalu Tante, kenyatanya sekarang tante sudah tobat dan berubah jauh lebih baik,iya kan? " bujuk Adit tak putus asa. "Kamu tau dari mana kalau keluarganya bakal nurut nurut aja begitu," ucap Ani tak percaya. "Udah di bilang Pak Ustadz yang cerita," ucap Adit keras. "Kenapa Pak Ustadz cerita begituan sama kamu?" tanya Ani masih tak puas. "Karena Pak Ustadz pernah suka," Adit berhenti berucap karena melihatku yang sedang mengisyratk
"Aku serius minta pendapatmu Sar," ucap Ani memohon. "Kalau menurutku InshaAllah Pak Ustadz akan bisa jadi imam yang baik ya, beliau akan membimbingmu untuk semakin dekat dengan Allah," ucapku jujur. "Jadi aku rasa jika kamu menikah dengannya itu akan membantumu menjadi semakin baik lagi," ucapku dengan semangat. "Lalu bagaimana dengan keluarganya, bagaimana jika setelah menikah keluarganya membenciku dan aku jadi menantu teraniaya," ucap Ani mendramatisir. "Tante gak usah samakan dengan sinetron, lebay Tante ah," ledek Adit. "Lagian nih, orang macam tante tuh gak mungkin teraniaya, yang ada Tante yang menganiaya," lanjut Adit sambil tertawa."Bener juga kamu Dit," ucap Ani seraya tertawa juga. "Aku rasa gak begitu lah An, inshaAllah, karena kamu sekarang sudah jadi baik maka mereka akan melihatmu dengan kebaikan itu," ucapku menyemangati. "Terus apa aku harus cari keluargaku nih, selain sulit, sepertinya aku malas," ucap Ani seraya menyandarkan tubuhnya di sofa. "Kamu gak bol
"Assalamu'alaikum Pak Ustadz ini tante Ani sama mamah sudah datang," ucap Adit mengantar kami mendekat ke Pak Ustadz. "Wa'alaikumussalam...Oh iya monggo silahkan duduk," ucap Pak Ustadz seraya duduk di karpet. "Saya permisi dulu ya Pak," ucap Adit sopan. "Oh iya Dit, jazakillah khoir," ucap Pak Ustadz. "Amiin... Assalamu'alaikum," ucap Adit berpamitan. "Wa'alaikumussalam..." jawab kami semua. "Mohon maaf Mbak Ani, saya kemarin lancang menyuruh Adit untuk menyampaikan keseriusan saya pada Anda, bukan saya menyepelekan hal penting itu sehingga saya menyuruh orang lain," ucap Pak Ustadz membuka obrolan. "Saya tidak menganggap begitu Ustadz, mamahnya Adit sudah memberi tau saya itu di lakukan untuk menghindari fitnah," jawabku sopan. "Syukurlah kalau Anda memahami hal itu, karena itu juga sekarang anak-anak belum saya suruh pulang, mereka melanjutkan tadarus secara mandiri di depan," lanjut Pak Ustadz seraya menunjuk area teras masjid. "Iya gak papa, saya paham," ucapku seraya m
"Kalau begitu InshaAllah secepatnya saya akan membawa keluarga untuk bersilaturahmi ke keluargamu, bukankah masa iddahmu sudah selesai?" tanya Pak Ustadz. "Bulan ini, bulan terahir masa iddah saya Ustadz," jawabku. "Masa iddah itu bukan tiga bulan setelah putusan cerai dari pengadilan Ani, tapi dari suamimu mengucap talak, benar begitu Pak Ustadz?" ucap Sari memastikan. "Iya benar, jadi masa iddah itu dihitung setelah suami mengucap kata talak," jawab Pak Ustadz sopan. "Iya saya tau, sebenarnya setelah mas Bagas mengucap talak pertama, kami sempat rujuk lagi," ucapku ragu."Karena waktu itu kami harus mengurus tentang sertifikat toko, untuk menghindari dosa maka kami rujuk lagi karna butuh sering bersama," lanjut ku dengan menunduk. "Katanya mas Bagas sudah konsultasi ke Pak Ustadz kalau belum tiga bulan maka rujuk hanya perlu diucap oleh suami setelah itu sah menjadi suami istri lagi," ucapku dengan memandang arah Pak Ustadz. "Iya itu benar, saya ingat waktu itu Pak Bagas perna
"Alhamdulillah semua berjalan lancar ya Sar, aku sangat bahagia," ucap Ani bersyukur. “Iyah selamat ya, sebentar lagi kamu akan menikah,” ucapku tulus. "Iya makasih ya Sar, yang paling membahagiakan adalah Ibunya Mas Efendi ternyata baik banget,” ucap Ani semangat. “Iya Alhamdulillah, mudah-mudahan kamu juga akan bisa jadi menantu idaman ya An,” ucapku seraya tertawa. “Aamiin, kalau Ibunya sebaik itu, menantunya sudah pasti baik dong,” ucap Ani bangga. “Tapi aku baru tau kalau ternyata Bapaknya sudah meninggal,jika masih hidup kan aku jadi punya bapak dan Ibu lagi," ucap Ani terlihat sedih. “Kamu gak boleh serakah An,” ledekku. “Iya kamu benar Sar, ada suami dan keluarga yang benar-benar bisa menerimaku dengan tulus saja sudah alhamdulillah,” ucap Ani seraya tersenyum lebar. “Apalagi mereka juga menyayangiku,itu pencapaian yang luar biasa buatku,” ucap Ani bahagia. "Iya Alhamdulillah, tapi kamu terlihat pucat, apa kamu sudah makan?" tanyaku khawatir. "Beberapa hari ini perut
"Sebelah mana yang sakit Sar?" tanya mas Bagas lembut. "Sini Mas," jawabku seraya menunjuk bagian kepala.Aku tak tau kenapa rasanya ingin sekali menangis, aku benar-benar cemas. Tapi aku tak tau apa yang membuatku begitu khawatir. Beberapa menit kemudian kami di panggil masuk ke ruang dokter. "Jadi begini Pak Bu,kami akan melakukan sesar pada Bu Anita karena Ibu Anita ini hamil tapi posisinya di luar rahim,” ucap dokter menjelaskan. “Karena ini akan membahayakan pasien, maka kami akan melakukan sesar sekarang juga," lanjut dokter menjelaskan. "Dok, apakah saya benar-benar hamil?" tanya Ani tak percaya sambil menangis. "Iya Anda hamil Bu tapi kehamilan Anda ada di luar rahim, dalam istilah medis disebut hamil ektopik, dan itu harus segera dikeluarkan karena akan membahayakan Anda sendiri," terang dokter dengan sopan. "Tapi saya ini punya kangker serviks Dok, kalau saya gugurkan kandungan saya ini belum tentu kapan waktu saya bisa hamil lagi, bisa jadi ini adalah kehamilan satu-
"Selamat malam saya dokter Adrian yang akan menangani Ibu Anita, apa Anda semua yang ada di sini adalah keluarga Ibu Anita?" tanya dokter sopan. "Iya Dok, kami semua keluarganya," jawab Pak Ustadz tak kalah sopan. "Jadi karena Ibu Anita bersikeras ingin mempertahankan kandungannya, maka kami para dokter akan mengupayakannya,” ucap dokter memberi harapan. "Terimakasih Dok, terimakasih banyak," ucap Ani lega dengan menangis. "Tapi setelah ini Ibu Anita akan menghabiskan waktunya di rumah sakit, Anda pasti merasakan sakit di perut Anda kan?" tanya dokter. "Iya benar Dok, tapi gak papa Dok, saya tahan kok," ucap Ani semangat. "Iya karena hal itu juga Anda akan lebih sering berbaring, dan mungkin tidak bisa melakukan banyak aktifitas, bisa di bilang sekarang rumah sakit adalah tempat tinggal Anda," ucap dokter ramah. "Iya gak papa Dok, saya gak masalah," jawab Ani tetap semangat. "Jadi kita akan pertahankan sampai tujuh bulan, setelah itu kita akan lakukan tindakan sesar untuk mela
Sekarang ke Anisa. "Rehan.. " teriaku dari gerbang sekolah ketika melihat Rehan menuju gerbang sekolah. "Bunda... " jawab Rehan seraya berlari ke arahku. Kami saling berpelukan, sudah hampir sebulan aku tidak ketemu Rehan.Sudah beberapa kali aku mengunjungi sekolahnya tapi kata gurunya Rehan ijin ada kepentingan keluarga. "Bunda kangen banget sayang," ucapku seraya menciumi kepala Rehan. "Rehan juga lumayan kangen," jawab Rehan seraya melepas pelukanku. "Kok lumayan si, gak kangen banget gitu, padahal bunda kangennya banget lho," ucapku dengan tersenyum lebar. "Bunda jangan apa-apa disamain kaya Bunda, setiap orang kan berbeda," ucap Rehan cuek. Deg! hatiku serasa dihantam bogem besar. Aku tau apa yang Rehan katakan benar tapi, ini benar-benar di luar nalarku.Aku pikir dia bakal seneng mendengar kata-kataku kemudian akan mengatakan hal yang sama denganku. Tak terasa aku menitikan air mataku. "Bunda jangan selalu nangis kalau ada sesuatu yang gak sesuai kemauan Bunda, Bunda
"Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go
"Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan
"Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T
"Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.
"Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa
"Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh
"Assalamu'alaikum mbak Sari gimana keadaanmu?" tanya Ardi masuk ruangan. "Wa'alaikumsalam Alhamdulillah baik Di, mas Bagas kasih tau kamu kalau aku di rumah sakit?" tanya mbak Sari. "Nggak Mbak, Tania merengek minta ke rumah Mbak Sari katanya pengin main sama tante Niar, waktu aku datang sepi, kata art nya Mbak lagi di rawat jadi aku langsung ke sini aja," jawabku jujur. "Tapi kalau di rumah sakit kan gak mungkin main, entar bisa di semprot sama pasien sebelah," jawab Niar sambil tertawa. "Ya gak papa gak main dulu nanti mainnya kalau tante Sari sudah sehat dan sudah di rumah," jawab Tania dengan logat lucunya. "Ini aku bawakan makanan buat mbak Sari buat Niar juga," ucapku seraya menyodorkan kantong makanan. "Aku sudah makan, makanan dari rumah sakit tadi Di, kalian aja makan kebetulan mbak Niar belum makan tuh," ucap mbak Sari. "Tapi kamu makan buahnya ya Sar, ini sudah aku kupasin," ucap Niar seraya menyodorkan buah yang sudah dipotong di piring. "Iya Mbak, ya sudah kalian
"Kok bayi si, Mbak Sari hamil lagi?" tanyaku tak percaya. "Iya Nis aku lagi hamil," jawab mbak Sari dengan tersenyum. "Kalau dia gak sedang hamil mana mungkin dia bertahan dengan kakamu yang kurang ajar itu," ucap mbak Niar emosi. "Jaga omonganmu Mbak, bagaimanapun mas Bagas itu suamiku, aku tetap gak terima kamu ngatain dia begitu," ucap mbak Sari terlihat emosi. "Iya Sar, maaf maaf, suasananya benar-benar membuatku gak bisa nahan emosi nih," jawab mbak Niar seraya cengengesan. "Alesan aja kamu Mbak, pokonya aku gak mau ya, denger kamu ngatain mas Bagas lagi," ucap mbak Sari tegas. "Iya Sari aku janji," jawab mbak Niar seraya nyengir. "Apakah Mbak Sari juga berniat untuk cerai sama mas Bagas?" tanyaku memastikan. "Ya waktu itu memang sempat terfikir untuk cerai, wanita mana yang tahan dimadu Nis," jawab mbak Sari dengan tertunduk."Tapi aku kan gak boleh egois, aku juga harus memikirkan bayiku ini, jadi aku coba berdamai dengan keadaan aku akan coba menerima takdir ini," ucap
"Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp