"Kalau begitu InshaAllah secepatnya saya akan membawa keluarga untuk bersilaturahmi ke keluargamu, bukankah masa iddahmu sudah selesai?" tanya Pak Ustadz. "Bulan ini, bulan terahir masa iddah saya Ustadz," jawabku. "Masa iddah itu bukan tiga bulan setelah putusan cerai dari pengadilan Ani, tapi dari suamimu mengucap talak, benar begitu Pak Ustadz?" ucap Sari memastikan. "Iya benar, jadi masa iddah itu dihitung setelah suami mengucap kata talak," jawab Pak Ustadz sopan. "Iya saya tau, sebenarnya setelah mas Bagas mengucap talak pertama, kami sempat rujuk lagi," ucapku ragu."Karena waktu itu kami harus mengurus tentang sertifikat toko, untuk menghindari dosa maka kami rujuk lagi karna butuh sering bersama," lanjut ku dengan menunduk. "Katanya mas Bagas sudah konsultasi ke Pak Ustadz kalau belum tiga bulan maka rujuk hanya perlu diucap oleh suami setelah itu sah menjadi suami istri lagi," ucapku dengan memandang arah Pak Ustadz. "Iya itu benar, saya ingat waktu itu Pak Bagas perna
"Alhamdulillah semua berjalan lancar ya Sar, aku sangat bahagia," ucap Ani bersyukur. “Iyah selamat ya, sebentar lagi kamu akan menikah,” ucapku tulus. "Iya makasih ya Sar, yang paling membahagiakan adalah Ibunya Mas Efendi ternyata baik banget,” ucap Ani semangat. “Iya Alhamdulillah, mudah-mudahan kamu juga akan bisa jadi menantu idaman ya An,” ucapku seraya tertawa. “Aamiin, kalau Ibunya sebaik itu, menantunya sudah pasti baik dong,” ucap Ani bangga. “Tapi aku baru tau kalau ternyata Bapaknya sudah meninggal,jika masih hidup kan aku jadi punya bapak dan Ibu lagi," ucap Ani terlihat sedih. “Kamu gak boleh serakah An,” ledekku. “Iya kamu benar Sar, ada suami dan keluarga yang benar-benar bisa menerimaku dengan tulus saja sudah alhamdulillah,” ucap Ani seraya tersenyum lebar. “Apalagi mereka juga menyayangiku,itu pencapaian yang luar biasa buatku,” ucap Ani bahagia. "Iya Alhamdulillah, tapi kamu terlihat pucat, apa kamu sudah makan?" tanyaku khawatir. "Beberapa hari ini perut
"Sebelah mana yang sakit Sar?" tanya mas Bagas lembut. "Sini Mas," jawabku seraya menunjuk bagian kepala.Aku tak tau kenapa rasanya ingin sekali menangis, aku benar-benar cemas. Tapi aku tak tau apa yang membuatku begitu khawatir. Beberapa menit kemudian kami di panggil masuk ke ruang dokter. "Jadi begini Pak Bu,kami akan melakukan sesar pada Bu Anita karena Ibu Anita ini hamil tapi posisinya di luar rahim,” ucap dokter menjelaskan. “Karena ini akan membahayakan pasien, maka kami akan melakukan sesar sekarang juga," lanjut dokter menjelaskan. "Dok, apakah saya benar-benar hamil?" tanya Ani tak percaya sambil menangis. "Iya Anda hamil Bu tapi kehamilan Anda ada di luar rahim, dalam istilah medis disebut hamil ektopik, dan itu harus segera dikeluarkan karena akan membahayakan Anda sendiri," terang dokter dengan sopan. "Tapi saya ini punya kangker serviks Dok, kalau saya gugurkan kandungan saya ini belum tentu kapan waktu saya bisa hamil lagi, bisa jadi ini adalah kehamilan satu-
"Selamat malam saya dokter Adrian yang akan menangani Ibu Anita, apa Anda semua yang ada di sini adalah keluarga Ibu Anita?" tanya dokter sopan. "Iya Dok, kami semua keluarganya," jawab Pak Ustadz tak kalah sopan. "Jadi karena Ibu Anita bersikeras ingin mempertahankan kandungannya, maka kami para dokter akan mengupayakannya,” ucap dokter memberi harapan. "Terimakasih Dok, terimakasih banyak," ucap Ani lega dengan menangis. "Tapi setelah ini Ibu Anita akan menghabiskan waktunya di rumah sakit, Anda pasti merasakan sakit di perut Anda kan?" tanya dokter. "Iya benar Dok, tapi gak papa Dok, saya tahan kok," ucap Ani semangat. "Iya karena hal itu juga Anda akan lebih sering berbaring, dan mungkin tidak bisa melakukan banyak aktifitas, bisa di bilang sekarang rumah sakit adalah tempat tinggal Anda," ucap dokter ramah. "Iya gak papa Dok, saya gak masalah," jawab Ani tetap semangat. "Jadi kita akan pertahankan sampai tujuh bulan, setelah itu kita akan lakukan tindakan sesar untuk mela
Sekarang ke Anisa. "Rehan.. " teriaku dari gerbang sekolah ketika melihat Rehan menuju gerbang sekolah. "Bunda... " jawab Rehan seraya berlari ke arahku. Kami saling berpelukan, sudah hampir sebulan aku tidak ketemu Rehan.Sudah beberapa kali aku mengunjungi sekolahnya tapi kata gurunya Rehan ijin ada kepentingan keluarga. "Bunda kangen banget sayang," ucapku seraya menciumi kepala Rehan. "Rehan juga lumayan kangen," jawab Rehan seraya melepas pelukanku. "Kok lumayan si, gak kangen banget gitu, padahal bunda kangennya banget lho," ucapku dengan tersenyum lebar. "Bunda jangan apa-apa disamain kaya Bunda, setiap orang kan berbeda," ucap Rehan cuek. Deg! hatiku serasa dihantam bogem besar. Aku tau apa yang Rehan katakan benar tapi, ini benar-benar di luar nalarku.Aku pikir dia bakal seneng mendengar kata-kataku kemudian akan mengatakan hal yang sama denganku. Tak terasa aku menitikan air mataku. "Bunda jangan selalu nangis kalau ada sesuatu yang gak sesuai kemauan Bunda, Bunda
"Rehan, bunda minta maaf ya, kadang-kadang bunda marah-marah, Rehan mau gak maafin bunda?" ucapku mengiba. "Iya Bunda, Rehan maafin kok," ucap Rehan seraya melanjutkan makannya. "Rehan mau gak tinggal sama bunda lagi, bunda sedih kalau jauh sama Rehan," ucapku memohon. "Kalau Rehan tinggal sama Bunda nanti giliran Ayah yang jadi sedih, Rehan juga nanti dosa kalau bikin Ayah sedih," ucap Rehan tampak berfikir. Aku bingung harus berkata apa, rasanya benar-benar ingin menangis tapi aku masih berusaha menguatkan diri. "Bunda tinggal bareng aja ya sama Ayah, biar baik semuanya, biar Rehan gak punya dosa sama Ayah atau Bunda, Bunda mau?" tanya Rehan memberi penawaran. "Tapi Bunda gak bisa ninggalin rumah nenek," ucapku beralasan. "Ooh, Bunda maunya tetap tinggal di rumah nenek?" tanya Rehan tampak berfikir. "Iyah..." jawabku seraya menganggukan kepala. "Rehan... " panggil Bayu seraya mendekat ke arah kami duduk. "Ayah sini Yah, Ayah mau es krim juga?" tanya Rehan antusias. "Nggak
"Rehan mau makan malam apa?" tanyaku pada Rehan dengan semangat. "Makan apem Bun, Rehan belum pernah makan apem," jawab Rehan semangat. "Apem? apem apa?" tanyaku bingung. "Bunda gak tau apem? apa Bunda juga gak pernah makan apem?" ucap Rehan kecewa. "Memangnya Rehan pernah liat apem di mana?" tanyaku penasaran. "Rehan belum pernah liat Bun, biasanya tante Arimbi yang nawarin Ayah buat makan malam apem,” jawab Rehan menjelaskan. “Kata Ayah apem lebih enak, karna itu Ayah akan langsung meninggalkan meja makan dan pergi bersama tante Arimbi untuk makan malam apem," lanjut Rehan dengan polosnya. "Jadi Rehan ditinggal dan makan sendirian? Ayah jahat ya," ucapku coba mempengaruhi. "Nggak Bun, Ayah bilang makan apem bisa membuat tenaga Ayah selalu kuat dan sehat,” ucap Rehan membela ayahnya. “Karna Ayah selalu sibuk dengan pekerjaan maka Ayah perlu makan apem biar tetep bisa terus kerja, biar punya banyak uang buat Rehan," ucap Rehan menjelaskan. "Ayah biasanya pergi ke mana buat m
"Assalamu'alaikum Mbak Sari... " ucap Nisa seraya masuk Rumah. "Wa'alaikumussalam... duduk Nis" jawabku seraya berjalan menuju sofa ruang tamu. "Mbak gak jualan? tumben, dulu katanya gak akan ada kata libur," ledek Nisa menggodaku. "Aku lagi gak mood nih," jawabku lesu. "Wah keren seorang Mbak Sari bisa bad mood," ucap Nisa seraya tertawa. "Kamu pikir aku malaikat atau bahkan robot?" ucapku pura-pura merajuk. "Ya gak gitu Mbak, dulu kan Mbak Sari semangat banget, kaya gak ada kata capek," ucap Nisa. "Semuanya demi anak-anak Nis, sekarang kan aku gak sendiri ada Bapaknya anak-anak juga jadi aku bisa sedikit istirahat," ucapku seraya menyandarkan badan ke sofa. "Iya benar, demi anak-anak pasti akan kita lakukan apapun ya Mbak," ucap Nisa tampak sedih. "Kamu masih belum ketemu Rehan?" tanyaku khawatir. "Udah kok, semalam Rehan nginep di rumah, ini juga dari nganter dia sekolah," ucap Nisa lemes. "Trus kenapa gak semangat gitu, mestinya seneng dong udah ditungguin dari kemarin