"Mas Bagas, selamat menempuh hidup baru ya," ucap Ardi serius seraya memeluk mas Bagas. Kami semua terdiam melihatnya. Tapi kemudian di susul dengan gelak tawa. "Kamu mengagetkanku saja Di," ucap mas Bagas dengan tertawa juga. "Tapi serius Mas, selamat ya, ingat jangan kamu sia-siakan lagi mbak Sari, karna jika itu terjadi kamu gak akan bisa dapatkan gantinya," ucap Ardi serius. "Tumben kamu ngomong bener Di," ledek mas Bagas. "Sepertinya aku sudah harus lebih sering ngomong Mas, biar gak lagi kehilangan masa indah berkeluarga," ucap Ardi haru. "Ayah... Tania boleh makan ini," ucap Tania manja seraya menunjukkan es krim coklat di tangannya. "Boleh dong sayang kenapa gak boleh," jawab Ardi seraya menggendong Tania. "Bunda selalu bilang Tania gak boleh makan es krim coklat nanti giginya jadi gak cantik trus nanti jadi gendut gak cantik," ucap Tania dengan logat lucunya. "Gak papa, selama Tania jadi orang baik Tania akan tetap cantik," ucap Ardi seraya mengusap kepala Tania. "B
Seminggu setelahnya. sampailah aku dan mas Bagas pulang dari Bali. Kami langsung menuju rumah Ibu karena anak-anak tinggal di sana bersama Nisa."Assalamu'alaikum... anak-anak.... aku pulang...." ucapku semangat seraya masuk rumah.Aku benar-benar tak sabar ingin bertemu mereka semua. "Mamah...... " ucap Rafif girang seraya lari ke arahku. "Rafif kangen Mamah," ucap Rafif seraya memelukku erat. "Mamah juga kangen banget, kaka mana Fif?" tanyaku dengan melepas pelukan Rafif. "Kaka main futsal lah, apalagi," jawab Rafif semangat. "Kalau sama papah kangen gak nih," ucap mas Bagas seraya berjongkok dan membuka lebar tangannya. "Kangen si tapi... kata mamah Papah sibuk gak boleh sama Papah dulu," ucap Rafif ragu. Mas Bagas langsung memeluk Rafif. "Enggak sayang, sekarang papah udah gak sibuk lagi, sekarang kita bisa bermain bersama terus," ucap Mas Bagas meyakinkan. "Beneran Pah?" tanya Rafif ragu seraya melepas pelukannya. Karena ke egoisanku, dulu Rafif sering nangis minta ketem
"Assalamu'alaikum... mana nih oleh-oleh buatku," ucap Anita seraya masuk rumah. Sekarang aku tinggal di rumah yang mas Bagas beli. Bukan rumah mewah tapi bagiku ini sangat indah dan nyaman karena isinya penuh dengan kedamaian. "Wa'alaikumussalam... tenang aja ada oleh-oleh buat semuanya kok,tapi sisa ya, salah sendiri kelamaan datangnya," ucapku seraya mengulas senyum."Sini duduk dulu biar aku buatkan minum," ucapku seraya melangkah ke dapur. "Minumnya yang banyak ya Sar, soalnya aku mau lama di sini, aku mau cerita banyak sama kamu," jawab Ani seraya duduk di sofa ruang tamu. "Nih minumnya mau cerita apa?" ucapku serapa meletakan teko berisi air sirup beserta gelasnya. "Widih bener-bener banyak," ucap Ani seraya tersenyum lebar. "Takutnya ceritanya gak selesai sampai besok pagi," ucapku dengan cekikikan. "Bisa jadi," jawab Ani dengan cekikikan juga. "Mas Bagas gak ada kan Sar?" tanya Ani seraya mengedarkan pandangannya ke semua sisi ruangan. "Gak ada lah, kalau siang gini
"itu aja sih yang mau aku ceritakan Sar," ucap Ani seraya nyengir kuda. "Katanya mau crita banyak banget lah kok cuma begitu," ledek ku. "Bukan cuma Sar, ini hal besar tau!" ucap Ani kesal. "Iya meski intinya sama, aku pikir beneran mau crita sampai besok pagi," ucapku sambil menahan tawa. "Tadi udah banyak banget dipikiranku yang mau aku ceritakan, tapi aku sekarang gak tau mau ngomong apa," ucap Ani bingung seraya nyengir. "Tante ada rasa suka gak sama Pak Ustadz?" tanya Adit memastikan. "Ya sekedar kagum ada sih, beliau sangat menghormatiku meskipun beliau tahu bagaimana keburukanku di masa lalu, tapi beliau terlihat tak pernah merendahkanku sedikitpun," jawab Ani bangga. "Terus terang aku merasa nyaman bersamanya, aku merasa dihormati,tidak seperti kebanyakan orang yang cuma cari muka di depanku," jawab Ani panjang lebar. "Kalau Pak Ustadz ngajakin nikah sama tante, tante mau gak?" tanya Adit. "Aku gak boleh terlalu gr Dit, itutuh ibarat pungguk merindukan rembulan Dit,"
"Pak Ustadz pernah cerita padaku, kalau keluarganya mementingkan perempuan yang salehah dan berbudi," ucap Adit. "Tu kan, kalau begitu jelas aku akan tertolak oleh keluarganya," potong Ani. "Tante diam dulu,dan keluarganya itu selalu yakin dan percaya sepenuhnya pada pilihan Pak Ustadz, gitu Tan," ucap Adit meyakinkan. "Karena keluarganya berpikir kalau perempuan yang dipilih Pak Ustadz wanita berkelas yang taat dan salehah kan," ucap Ani tak mau kalah. "Iya benar, dan nyatanya sekarang Tante orang yang seperti itu di mata Pak Ustadz terlepas dari masalalu Tante, kenyatanya sekarang tante sudah tobat dan berubah jauh lebih baik,iya kan? " bujuk Adit tak putus asa. "Kamu tau dari mana kalau keluarganya bakal nurut nurut aja begitu," ucap Ani tak percaya. "Udah di bilang Pak Ustadz yang cerita," ucap Adit keras. "Kenapa Pak Ustadz cerita begituan sama kamu?" tanya Ani masih tak puas. "Karena Pak Ustadz pernah suka," Adit berhenti berucap karena melihatku yang sedang mengisyratk
"Aku serius minta pendapatmu Sar," ucap Ani memohon. "Kalau menurutku InshaAllah Pak Ustadz akan bisa jadi imam yang baik ya, beliau akan membimbingmu untuk semakin dekat dengan Allah," ucapku jujur. "Jadi aku rasa jika kamu menikah dengannya itu akan membantumu menjadi semakin baik lagi," ucapku dengan semangat. "Lalu bagaimana dengan keluarganya, bagaimana jika setelah menikah keluarganya membenciku dan aku jadi menantu teraniaya," ucap Ani mendramatisir. "Tante gak usah samakan dengan sinetron, lebay Tante ah," ledek Adit. "Lagian nih, orang macam tante tuh gak mungkin teraniaya, yang ada Tante yang menganiaya," lanjut Adit sambil tertawa."Bener juga kamu Dit," ucap Ani seraya tertawa juga. "Aku rasa gak begitu lah An, inshaAllah, karena kamu sekarang sudah jadi baik maka mereka akan melihatmu dengan kebaikan itu," ucapku menyemangati. "Terus apa aku harus cari keluargaku nih, selain sulit, sepertinya aku malas," ucap Ani seraya menyandarkan tubuhnya di sofa. "Kamu gak bol
"Assalamu'alaikum Pak Ustadz ini tante Ani sama mamah sudah datang," ucap Adit mengantar kami mendekat ke Pak Ustadz. "Wa'alaikumussalam...Oh iya monggo silahkan duduk," ucap Pak Ustadz seraya duduk di karpet. "Saya permisi dulu ya Pak," ucap Adit sopan. "Oh iya Dit, jazakillah khoir," ucap Pak Ustadz. "Amiin... Assalamu'alaikum," ucap Adit berpamitan. "Wa'alaikumussalam..." jawab kami semua. "Mohon maaf Mbak Ani, saya kemarin lancang menyuruh Adit untuk menyampaikan keseriusan saya pada Anda, bukan saya menyepelekan hal penting itu sehingga saya menyuruh orang lain," ucap Pak Ustadz membuka obrolan. "Saya tidak menganggap begitu Ustadz, mamahnya Adit sudah memberi tau saya itu di lakukan untuk menghindari fitnah," jawabku sopan. "Syukurlah kalau Anda memahami hal itu, karena itu juga sekarang anak-anak belum saya suruh pulang, mereka melanjutkan tadarus secara mandiri di depan," lanjut Pak Ustadz seraya menunjuk area teras masjid. "Iya gak papa, saya paham," ucapku seraya m
"Kalau begitu InshaAllah secepatnya saya akan membawa keluarga untuk bersilaturahmi ke keluargamu, bukankah masa iddahmu sudah selesai?" tanya Pak Ustadz. "Bulan ini, bulan terahir masa iddah saya Ustadz," jawabku. "Masa iddah itu bukan tiga bulan setelah putusan cerai dari pengadilan Ani, tapi dari suamimu mengucap talak, benar begitu Pak Ustadz?" ucap Sari memastikan. "Iya benar, jadi masa iddah itu dihitung setelah suami mengucap kata talak," jawab Pak Ustadz sopan. "Iya saya tau, sebenarnya setelah mas Bagas mengucap talak pertama, kami sempat rujuk lagi," ucapku ragu."Karena waktu itu kami harus mengurus tentang sertifikat toko, untuk menghindari dosa maka kami rujuk lagi karna butuh sering bersama," lanjut ku dengan menunduk. "Katanya mas Bagas sudah konsultasi ke Pak Ustadz kalau belum tiga bulan maka rujuk hanya perlu diucap oleh suami setelah itu sah menjadi suami istri lagi," ucapku dengan memandang arah Pak Ustadz. "Iya itu benar, saya ingat waktu itu Pak Bagas perna