"Mas mau makan siang apa, nanti aku pesankan," ucapku ketika mobil hampir sampai rumah. "Belum juga sampai rumah An," jawab mas Bagas seraya mengulas senyum. Beberapa waktu terahir ini aku sangat bahagia. Mas Bagas memperlakukanku dengan sangat baik. "Andai saja bisa seperti ini selamanya," batinku. "Ah tidak tidak," ucapku dengan mengibas-ibaskan tanganku. "Apanya yang tidak An?" tanya mas Bagas bingung. "Nggak, ini pesan sekarang aja, biar nanti sampai rumah makanan juga sudah sampai ini udah lewat waktu makan siang kan, untung aja tadi kita sempat sholat zuhur dulu di rumah Nisa," jawabku gagap. "Iya untung tadi kamu ngingetin buat sholat dulu, kalo gak, keburu Bayu datang kita bisa kehabisan waktu zuhur," ucap mas Bagas semangat. "Makasih ya Mas udah ngajarin aku sholat," ucapku tulus. "Yang ngajarin tuh Pak Ustadz bukan aku," jawabnya seraya tertawa. "Tapi kan berkat petunjuk dari kamu," ucapku tak mau kalah. "Alhamdulillah, kalau bisa bermanfaat," ucapnya ikhlas. "K
"Jika itu akan membuatmu lebih baik maka akan ku berikan, ini masih menjadi kewajibanku untuk memenuhi hakmu," ucapnya seraya mengangkat daguku. Kemudian mendekatkan bibirnya pada bibirku.Sentuhan bibirnya terasa begitu lembut. Tangannya mulai membuka kancing kemejaku satu persatu tanpa melepas kecupannya di bibirku. Sekarang bibirnya turun ke leher dilanjutkan dengan kecupan kecupan kecil sampai ke dadaku, tanpa sadar akupun melenguh menikmati sapuan bibir dan lidahnya. Sementara tangan kananya menurunkan rokku, tangan kirinya terus membelai dadaku dengan lembut. Dengan cekatan mas Bagas membuka celananya dan kamipun melakukan penyatuan dengan penuh cinta.Tidak sampai disitu mas Bagas bahkan mengajakku dengan gaya permainan yang berbeda-beda membuat sensasi kenikmatan yang berbeda pula disetiap masing-masing posisi. Baru kali ini aku merasa diperlakukan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang oleh suamiku yang sebentar lagi akan pergi. Rasanya begitu sakit jika mengingat hal
"An aku minta keikhlasanmu ya, aku berdoa semoga segala yang terjadi pada kita, bisa kita rasakan sebagai hal terbaik yang Allah berikan untuk kita," ucap tulus mas Bagas. "Iya Mas, InshaAllah aku siap," ucapku dengan mengulas senyum. "Bismillahirrohmaanirrohiim... aku jatuhkan talakku kepada Anita anastia binti Surahman, karena Allah," ucap mas Bagas seraya memegang kepalaku. "Aku terima talakmu Mas," lirihku dengan menunduk. "Setelah ini kita masih bisa berteman kan Mas, apa kapan-kapan aku boleh berkunjung ke rumahmu?" tanyaku khawatir. Ada rasa tak rela, untukku melepaskan mas Bagas tapi aku tau ini yang terbaik. "Tentu saja An, kita harus tetap menjaga ikatan silaturahmi kita," jawab mas Bagas yakin seraya berjalan ke luar rumah. Aku mengikutinya berjalan mendekat ke motornya. "Makasih ya Mas, besok kita mulai urus perceraian kita ya, lalu kita lanjut urus sertifikat toko," ucapku basa-basi hanya ingin mengulur waktu agar mas Bagas tidak segera pergi. "Iya An," jawab mas
Setelah satu tahun berikutnya. "Sari dulu pernikahanmu dilakukan sangat biasa dan sekarang pesta pernikahanmu sungguh luar biasa,padahal sekarang sudah bukan perjaka sama perawan lagi" ucap Ibu Rina tetanggaku seraya cekikikan. "Sekarang kan Bagas sudah jadi orang sukses, tentu saja Bagas tidak mau hari bahagianya di lewati dengan biasa saja kan," Ibu tetangga yang lain ikut menimpali. "Iya Bu Alhamdulillah, karena saya sekarang di mampukan untuk membuat pesta, saya ingin memberikan yang terbaik untuk istri saya Bu," jawab mas Bagas sopan. "Padahal seingatku dulu usaha bagas juga sukses lho, bahkan termasuk usaha sablon yang besar dilingkungan kita kan ya," Ibu Lani ikut menimpali. "Ya anggap saja yang sekarang lebih sukses dari yang dulu Bu," jawab mas Bagas seraya tersenyum sopan. "Tuh kan Mas, aku bilang juga apa, gak perlu pesta-pesta aku malu," bisikku pada mas Bagas. "Gak papa aku ingin membangun keluarga baru yang semuanya dimulai dari awal dengan yang terbaik untukmu,ak
"Mas Bagas, selamat menempuh hidup baru ya," ucap Ardi serius seraya memeluk mas Bagas. Kami semua terdiam melihatnya. Tapi kemudian di susul dengan gelak tawa. "Kamu mengagetkanku saja Di," ucap mas Bagas dengan tertawa juga. "Tapi serius Mas, selamat ya, ingat jangan kamu sia-siakan lagi mbak Sari, karna jika itu terjadi kamu gak akan bisa dapatkan gantinya," ucap Ardi serius. "Tumben kamu ngomong bener Di," ledek mas Bagas. "Sepertinya aku sudah harus lebih sering ngomong Mas, biar gak lagi kehilangan masa indah berkeluarga," ucap Ardi haru. "Ayah... Tania boleh makan ini," ucap Tania manja seraya menunjukkan es krim coklat di tangannya. "Boleh dong sayang kenapa gak boleh," jawab Ardi seraya menggendong Tania. "Bunda selalu bilang Tania gak boleh makan es krim coklat nanti giginya jadi gak cantik trus nanti jadi gendut gak cantik," ucap Tania dengan logat lucunya. "Gak papa, selama Tania jadi orang baik Tania akan tetap cantik," ucap Ardi seraya mengusap kepala Tania. "B
Seminggu setelahnya. sampailah aku dan mas Bagas pulang dari Bali. Kami langsung menuju rumah Ibu karena anak-anak tinggal di sana bersama Nisa."Assalamu'alaikum... anak-anak.... aku pulang...." ucapku semangat seraya masuk rumah.Aku benar-benar tak sabar ingin bertemu mereka semua. "Mamah...... " ucap Rafif girang seraya lari ke arahku. "Rafif kangen Mamah," ucap Rafif seraya memelukku erat. "Mamah juga kangen banget, kaka mana Fif?" tanyaku dengan melepas pelukan Rafif. "Kaka main futsal lah, apalagi," jawab Rafif semangat. "Kalau sama papah kangen gak nih," ucap mas Bagas seraya berjongkok dan membuka lebar tangannya. "Kangen si tapi... kata mamah Papah sibuk gak boleh sama Papah dulu," ucap Rafif ragu. Mas Bagas langsung memeluk Rafif. "Enggak sayang, sekarang papah udah gak sibuk lagi, sekarang kita bisa bermain bersama terus," ucap Mas Bagas meyakinkan. "Beneran Pah?" tanya Rafif ragu seraya melepas pelukannya. Karena ke egoisanku, dulu Rafif sering nangis minta ketem
"Assalamu'alaikum... mana nih oleh-oleh buatku," ucap Anita seraya masuk rumah. Sekarang aku tinggal di rumah yang mas Bagas beli. Bukan rumah mewah tapi bagiku ini sangat indah dan nyaman karena isinya penuh dengan kedamaian. "Wa'alaikumussalam... tenang aja ada oleh-oleh buat semuanya kok,tapi sisa ya, salah sendiri kelamaan datangnya," ucapku seraya mengulas senyum."Sini duduk dulu biar aku buatkan minum," ucapku seraya melangkah ke dapur. "Minumnya yang banyak ya Sar, soalnya aku mau lama di sini, aku mau cerita banyak sama kamu," jawab Ani seraya duduk di sofa ruang tamu. "Nih minumnya mau cerita apa?" ucapku serapa meletakan teko berisi air sirup beserta gelasnya. "Widih bener-bener banyak," ucap Ani seraya tersenyum lebar. "Takutnya ceritanya gak selesai sampai besok pagi," ucapku dengan cekikikan. "Bisa jadi," jawab Ani dengan cekikikan juga. "Mas Bagas gak ada kan Sar?" tanya Ani seraya mengedarkan pandangannya ke semua sisi ruangan. "Gak ada lah, kalau siang gini
"itu aja sih yang mau aku ceritakan Sar," ucap Ani seraya nyengir kuda. "Katanya mau crita banyak banget lah kok cuma begitu," ledek ku. "Bukan cuma Sar, ini hal besar tau!" ucap Ani kesal. "Iya meski intinya sama, aku pikir beneran mau crita sampai besok pagi," ucapku sambil menahan tawa. "Tadi udah banyak banget dipikiranku yang mau aku ceritakan, tapi aku sekarang gak tau mau ngomong apa," ucap Ani bingung seraya nyengir. "Tante ada rasa suka gak sama Pak Ustadz?" tanya Adit memastikan. "Ya sekedar kagum ada sih, beliau sangat menghormatiku meskipun beliau tahu bagaimana keburukanku di masa lalu, tapi beliau terlihat tak pernah merendahkanku sedikitpun," jawab Ani bangga. "Terus terang aku merasa nyaman bersamanya, aku merasa dihormati,tidak seperti kebanyakan orang yang cuma cari muka di depanku," jawab Ani panjang lebar. "Kalau Pak Ustadz ngajakin nikah sama tante, tante mau gak?" tanya Adit. "Aku gak boleh terlalu gr Dit, itutuh ibarat pungguk merindukan rembulan Dit,"