"Nisa cepat ke rumah sakit,", ucap mas Bagas dari sambungan telepon dengan panik. "Iya Mas, aku ke sana sekarang," jawabku segera tanpa bertanya apa-apa lagi. Aku segera memanggil taksi untuk mengantarku. Aku sengaja menggunakan taksi karna takut gak fokus menyetir mobil. "Gimana Mas? Ibu kenapa?" tanyaku panik pada mas Bagas begitu sampai di rumah sakit. "Kamu yang ikhlas ya, Ibu sudah tak ada," ucap mas Bagas lemah. "Inalillahi Ibu... " teriakku seraya berlari ke ruangan Ibu di rawat. "Yang sabar ya Bu, Mudah-mudahan Almarhumah husnul khotimah," ucap salah satu perawat menenangkanku. "Sabar Nisa, kapanpun waktunya kita semua yang bernyawa pasti akan kembali pada Rabbnya," ucap mas Bagas seraya merangkul pundakku dan membimbing ke tempat duduk. "Ibu meninggal gara-gara aku," batinku. Aku tak berani bicara apa-apa pada mas Bagas aku hanya menangis dengan mengamati perawat yang sedang menyiapkan jenazah Ibu untuk di bawa pulang. "Sudah Nis, kuatkan dirimu, sekarang ayo kita s
"Aku pamit dulu Nis," ucap mbak Sari setelah selesai acara pengajian. "Bentar Mbak aku mau bicara," ucapku seraya menahan tangannya. Akhirnya mbak Sari pun kembali duduk di karpet di sebelahku. "Mas Bagas sini sebentar," panggilku pelan takut mbak Ani mendengar. "Iya Nis," jawab mas Bagas seraya duduk bersamaku dan mbak Sari. "Aku mau minta maaf pada kalian gara-gara aku hubungan kalian jadi hancur, sebenarnya apapun yang aku katakan tantang mbak Sari itu gak benar Mas, itu semua rekayasaku agar kalian bisa pisah," ucapku tulus sembari menangis. "Kamu kenapa lakukan itu pada kami Nis, memangnya apa salah Sari sampai kamu berbuat seburuk itu?" tanya mas Bagas terlihat kecewa. "Maaf Mas, aku dulu tidak suka mbak Sari karena aku pikir mbak Sari cuma ngincar hartamu, karena mbak Sari miskin, aku minta maaf aku benar-benar menyesal," lanjutku dengan terus menangis. "Kamu tau akibat dari perbuatanmu Nis, pernikahanku hancur," ucap mas Bagas emosi. "Sudahlah Mas, segala sesuatu yan
"Ayo kita makan...." ucap mas Bagas semangat ketika ayam goreng telah siap di hidangkan. "Ayooo..." ucap Adit dan Rafif antusias. "Ayo makan yang banyak Mah, sekarang kamu agak kurusan," ucap mas Bagas seraya menatapku dalam. Kenapa aku jadi grogi gini melihat tatapannya, "Astaghfirullah," lirihku. "Kenapa Mah, gak enak ayamnya?" tanya mas Bagas seraya tersenyum padaku. "Gak, enak kok enak," ucapku gagap. Dan membuatku batuk karena tersedak. "Hati-hati Mah, pelan-pelan," ucap mas Bagas seraya menepuk-nepuk punggungku pelan. Aku menggeser tubuhku, aku khawatir mas Bagas terlalu berlebihan padaku padahal kami sudah bukan suami istri lagi. Dan mas Bagas pun tanggap. "Maaf Sar, maaf," ucap mas Bagas seraya menghentikan aktifitasnya dan menggeser duduknya sedikit menjauh dariku.Anak-anak masih terus makan tanpa menghiraukan kami. "Mah Rafif ngantuk," kata Rafif seraya mengucek-ucek matanya. "Makannya habiskan dulu Fif," jawabku. "Tapi sudah kenyang Mah, sudah ngantuk juga," Re
"Assalamu'alaikum," ucapku sembari melangkah masuk ke dalam rumah Ibu. "Wa'alaikumussalam..." jawab Anita yang sedang duduk di sofa ruang tamu. "Kok kamu sendirian, Nisa mana?" tanyaku seraya duduk di sofa berhadapan dengan Ani. "Setelah pulang dari makan ayam Nisa langsung tidur, kayaknya capek banget dia," jawab Ani seraya menunjuk arah kamar. "Kamu gak tidur, atau mau pulang aja tidur di rumah?" tanyaku memberi tawaran. "Kita mau pulang aja Mas? gak nginep sini dulu barang semalam, kasihan Nisa sendirian?" tanya Ani. "Ya terserah kamu aja, kalau mau pulang kita pulang, kalau mau di sini aku juga gak masalah di sini juga ada beberapa kamar kosong," jawabku. “Bayu belum pulang?” tanyaku seraya mengedarkan pandangan. “Belum, Nisa bilang Bayu akan pulang malam,” jawab Ani. "Kamu kenapa pulang ke sini Mas, gak nginep?" tanya Ani heran. "Nginep di mana?" tanyaku dengan mengangkat bahu. "Nginep di rumah lamamu lah bareng Sari," ucap Ani heran. "Ya nggak lah, mana boleh An," ja
"Aku tak ada niat untuk menghalangimu Mas, tapi tetap saja, ini adalah pertama kalinya aku akan di talak,” ucap Ani sedih. “Selama ini aku yang selalu menceraikan suami-suamiku," lanjut Ani seraya tersenyum tapi matanya berkaca. "Maafkan aku An, aku tidak bisa berbuat banyak untukmu," ucapku tulus. "Justru semua ini terjadi karna salahku Mas, jadi tak perlu berfikir untuk minta maaf," ucap Ani dengan menarik nafas dalam seraya tersenyum. "Sari waktu mendengar kata talakmu pasti dia sangat sakit hati Mas, dan sakitnya jauh dari pada yang ku rasakan sekarang," lanjutnya dengan menunduk. "Itulah yang membuatku bersikap dingin padamu An, aku benar-benar tak tega melihat Sari waktu itu," ucapku seraya mengusap wajahku kasar. "Sebenarnya selama ini setiap laki-laki yang jadi suamikupun tidak ada yang benar-benar mencintaiku, tapi aku sama sekali tak sakit hati," ucap Ani dengan bangga seraya tersenyum lebar. "Tapi bukan maksudku gak mau di cerai olehmu ya Mas, sungguh aku ingin melih
"Bayu sendiri pernah menyampaikan untuk bercerai belum Nis," tanya mas Bagas serius. "Waktu awal aku tau kejadiannya dan aku bahas masalah cerai dia gak mau komentar apa-apa tentang cerai, dia malah mengancamku akan menjual tokonya," jawabku menjelaskan. "Sampai sekarang kamu belum pernah membahasnya lagi?" tanya mas Bagas tegas. "Belum, entahlah dia sepertinya tak mau bercerai tapi, intinya dia cuma mau enaknya sendiri aja Mas," jawabku bingung. "Kalau begitu kamu harus segera menegaskan semuanya," ujar mas Bagas tegas. "Kalau di lihat dari perlakuannya ke kamu,maaf ya Nis, kayaknya dia udah gak menginginkanmu lagi ya, harusnya dia akan mudah untuk di ajak cerai kan," ujar mbak Ani. "Iya gak papa kok Mbak,aku tau kok, entahlah, aku sadar betul dia sudah sama sekali tak ada cinta lagi buatku,” jawabku jujur. “Atau mungkin saja dari awal menikah dia gak pernah cinta, tapi aku sendiri bingung kenapa dia masih mempertahankanku," jawabku bingung. "Bahkan diapun membebaskanku menge
"Eh masih pada di sini rupanya," ucap mas Bayu masuk rumah. "Masuk rumah tuh ya ucap salam Mas," sindirku. "Aku pikir gak ada orang, karna biasanya kamu selalu tidur, kalau gak tidur pasti juga pergi entah ke mana," jawab mas Bayu asal. "Ada orang atau gak ada, masuk rumah itu harus tetap ucap salam Mas," jawabku emosi. "Iya iya Assalamu'alaikum Anisa, Mas Bagas, Mbak Anita," ucap Bayu seraya menyeringai. Rasanya benar-benar ingin ku tampar mukanya. "Gak salam dikomentari, kasih salam dicuekin maunya apa coba," sindir mas Bayu. "Iya Bay wa'alaikumussalam.. " jawab mas Bagas datar. "Ayo An, kita pulang sekarang," ucap mas Bagas seraya bangkit dari duduknya. "Gak mau ngobrol-ngobrol dulu Mas, kita kan sudah lama gak ketemu," kata mas Bayu basa-basi. "Aku masih ada urusan," jawab mas Bagas singkat. "Urusan perceraian yah?" sindir mas Bagas. Mas Bagas hanya menoleh sekilas tanpa menjawab apa-apa. "Ayo Mas buruan," ucap mbak Ani seraya berjalan cepat menuju mobil. "Kamu harus
"Mas mau makan siang apa, nanti aku pesankan," ucapku ketika mobil hampir sampai rumah. "Belum juga sampai rumah An," jawab mas Bagas seraya mengulas senyum. Beberapa waktu terahir ini aku sangat bahagia. Mas Bagas memperlakukanku dengan sangat baik. "Andai saja bisa seperti ini selamanya," batinku. "Ah tidak tidak," ucapku dengan mengibas-ibaskan tanganku. "Apanya yang tidak An?" tanya mas Bagas bingung. "Nggak, ini pesan sekarang aja, biar nanti sampai rumah makanan juga sudah sampai ini udah lewat waktu makan siang kan, untung aja tadi kita sempat sholat zuhur dulu di rumah Nisa," jawabku gagap. "Iya untung tadi kamu ngingetin buat sholat dulu, kalo gak, keburu Bayu datang kita bisa kehabisan waktu zuhur," ucap mas Bagas semangat. "Makasih ya Mas udah ngajarin aku sholat," ucapku tulus. "Yang ngajarin tuh Pak Ustadz bukan aku," jawabnya seraya tertawa. "Tapi kan berkat petunjuk dari kamu," ucapku tak mau kalah. "Alhamdulillah, kalau bisa bermanfaat," ucapnya ikhlas. "K