"Dagingnya sekilo ya Bu," ucapku pada penjual Daging di pasar. "Iya Bu, sebentar saya siapkan," jawab penjual ramah. "Ahirnya bisa kebeli tu daging," ucap salah satu pembeli yang ternyata adalah Nisa. Aku masih diam tak menghiroukannya. “Setelah di tinggal suami jadi budeg sekarang,” ucap Nisa sambil menghalangi jalanku. “Eh ada orang ternyata, aku pikir ada suara tanpa rupa, setelah berhasil menjebak orang sekarang tempat nongkrongnya bukan Mall lagi tapi pasar rupanya,” sindirku. "Mbak Sari gak ngucapin trimakasih padaku," ucap Nisa padaku. "Untuk apa?karna telah berhasil menunjukan sifat aslinya?" kataku cuek. "Kalo aku gak buat mas Bagas nikah sama mbak Ani, mana kebeli itu daging mbak, jangankan sekilo daging, telor aja kadang ada kadang nggak," ejek Nisa sinis. "Maaf ya Nisa, sayangnya aku beli daging ini bukan dari pemberiannya mas Bagas," jawabku tegas. "Oh iya, apakah mbak Sari sudah dapat laki-laki kaya lagi, kasihan dia nasibnya akan sial seperti kakaku," ucap Nis
Tentang Anisa"Halo mas Bayu, lagi ngapain si, lama banget angkat telponnya!" bentakku dari sambungan telepon. "Ngapain lagi, ya ngurusin bisnis lah, gimana si kamu!" jawab mas Bayu ketus. "Iya tapi di mana sekarang?" desakku. "Di hotel ketemu rekan?" jawabnya. "Hotel mana?" tanyaku lagi. "Mau ngapain si kamu, aneh banget!" jawab mas Bayu keras. "Aku mau nyusul ke situ, aku pengen jalan-jalan," rengekku beralasan. "Ya udah besok kita jalan-jalan ya, kamu pengin ke mana?" jawab Mas Bayu mulai melunak. "Aku maunya sekarang Mas!" aku terus memaksa. "Gak usah ribet lah, aku lagi sibuk banget nih," ucap mas Bayu mulai meninggi lagi. "Tinggal kasih tau alamat hotelnya biar aku nyusul ke situ susah amat!" ujarku terus memaksa. "Kamu ada-ada aja, udah besok aja," jawab mas Bayu. "Mas itu suara apaan mas," tanyaku berbisik."Apa?Sudahlah, gak usah bikin masalah, aku sibuk udahan ya!" bentak mas Bayu lalu mematikan panggilan secara sepihak. Kok tadi kaya ada suara mendesah gitu ya,
"Mau kemana Mas? gak sarapan dulu?" tanyaku pada mas Bayu yang terlihat buru-buru. "Ketemu distributor," jawab Mas Bayu sambil memakai sepatunya. "Katanya mau ngajak aku jalan-jalan," ucapku merajuk. "Ya makanya aku buat ketemu pagi, biar nanti siang kita bisa pergi jalan-jalan," jawabnya sambil berjalan ke luar. "Ya Baiklah," jawabku sambil menuju ke kamar. Aku segera mengambil tas dan bergegas mengikuti Mas Bayu. Mas Bayu menuju hotel dan..itukan mbak Sinta apa benar mereka ada main di belakangku."Mas Bayu ngapain di sini sama mbak Sinta?" tanyaku pada mas Bayu dan mbak Sinta dihalaman parkir hotel. "Ya aku kan sudah bilang mau ketemu distributor kebetulan mbak Sinta ini perantarannya," kata mas Bayu sambil tersenyum pada mbak Sinta. "Iya nih Nis, aku juga pengen belajar bisnis, bosen jadi karyawan terus, kamu ada perlu di sini juga?" tanya mbak Sinta. "Nggak.. tadi aku pengen keluar aja jalan-jalan malah liat kalian di sini jadi aku samperin aja,boleh nggak aku gabung sam
"Hussy udah yuk katanya mau ke kafe," ucap mbak Sari sambil menarik tangan si mbak lalu beranjak pergi. Kenapa dia bilang begitu, kalau suamiku dengan kaka iparnya berarti mbak Sinta, gak mungkin yang dimaksud mbak Sari kan. Apa benar mereka tau tentang mas Bayu yah, aku harus memastikan. Sebaiknya aku menunggu mereka keluar dari kafe agar aku bisa bicara dengan mbak itu tanpa ada mbak Sari.Tadi dia bilang limabelas menit,aku rasa itu tidak terlalu lama gak papa lah aku tunggu demi kepastian. 10 menit berlalu, meski bosan aku tak akan menyerah. Ah itu dia keluar.Setelah mereka berpisah aku langsung kejar si mbak. Setelah dia menepikan motornya, akupun menepikan mobilku. “Maaf mbak kamu siapanya mbak Sari, apa kamu kenal suamiku?” tanyaku sopan. “Namaku Niar, aku tetangga Sari ketika dia tinggal di rumah yang dulu, kalau suamimu aku gak kenal,” jawabnya sopan. “Lalu kenapa kamu tadi bahas masalah suamiku, apa ada hubungannya juga sama mbak Sari?” tanyaku penasaran. “Gimana c
Kembali ke Sari"Permisi Pak, saya mau antar makanan untuk Adit, katanya latian di sini?" tanyaku pada pengurus futsal Adit. "Ooh iya benar, silahkan masuk saja Bu," jawab Pak pelatih. "Kalau saya titip saja di sini boleh Pak, nanti tolong sampaikan ke Adit kue ini untuknya dan teman-temannya," pintaku sopan. "Ooh gitu ya tentu saja boleh, Ibu ini siapa maaf? " tanya Pak pelatih dengan sopan. "Saya mamahnya Adit Pak, nama saya Sari," jawabku sopan. "Ooh mamahnya, saya Seno pelatih futsalnya," ucap Pak Seno seraya mengulurkan tangan. "Saya sudah dengar banyak tentang anda dari Adit," jawabku seraya menjabat tangannya. "Kalau Ibu tidak buru-buru bisakah kita bicara sebentar?" ucap Pak Seno sambil menunjuk kursi di ruang tunggu. "Apakah ada masalah dengan Adit Pak?" tanyaku khawatir. "Nggak kok Bu, bukan masalah mari sambil duduk Bu," jawab Pak Seno sambil berjalan ke arah kursi. Dan akupun mengikutinya duduk. "Jadi begini Bu, dua minggu lagi akan ada pertandingan besar tingkat
"Dit untuk acara pertandingan lusa Ibu kamu jadi mendampingi kan?" tanya Pak Seno setelah selesai latihan. "Iya Pak inshaAllah jadi," jawabku semangat. "Ibu kamu naik apa ke sana?" tanya Pak Seno terlihat cemas. "Kemungkinan naik bis pak," jawabku. "Apa gak repot, ngajak adik kamu juga kan?" tanyanya memastikan. "Gak lah Pak udah biasa kok," jawabku meyakinkan. "Tapi tempatnya gak terlewati jalur bis lho, jadi nanti butuh jalan kaki atau cari ojeg lagi buat sampai ketempatnya," kata Pak Seno menjelaskan. "Yah gimana lagi, gak mungkin juga bareng saya di mobil kan, karna mobilnya juga sudah penuh sama anak-anak tim," terangku."Kalaupun jalan kaki kan jauh dari tempat pemberhentian bis, ikut mobil saya keberatan gak Dit?" kata Pak Seno memberi tawaran. "Nanti ngrepotin bapak, gak usah lah Pak," tolakku sopan. "Ya gak repot sekalian ambil nasi bok yang buat makan siang kan," kata Pak Seno memberi alasan. "Ya nanti saya sampaikan ke mamah, gimana menurut mamah," jawabku sopan.
"Alhamdulillah selamat ya anak-anak, selamat untuk kemenangan kita semua," ucap Pak Seno di acara sukuran kemenangan. "Sekarang mari kita nikmati makanan enak dari koki tim kita, ini dia Mamahnya Adit," Ucap Pak Seno sambil bertepuk tangan seraya memandangku. Di ikuti dengan tepuk tangan dan sorak anak-anak. "Beneran nih Pak, mamahnya Adit jadi koki tim kita, waah... bisa gagal diet nih saya," ucap salah satu teman Adit sambil tertawa. Diikuti dengan riuh tawa teman-teman yang lain. "Pastikan dulu Pak, Mamahnya Adit bersedia gak menerima jabatan koki tim," teriak teman Adit. Sorak dan tawa anak-anak terus bergema selama acara, Rafifpun terlihat begitu menikmati acaranya. "Bagaimana Mamahnya Adit, ini ada pertanyaan dari anggota tim," kata Pak Seno sambil tersenyum. "Alhamdulillah kalau kalian suka masakan saya, saya senang bisa memenuhi pesanan kalian dan tidak mengecewakan," ucapku bahagia. "Kalau begitu saya permisi pulang ya Pak," ucapku pada Pak Seno. "Lho acaranya kan b
"Adit ngobrol dulu yuk sebentar," kata Pak Ustadz setelah selesai ngaji"Iya Pak Ustadz saya siap mendengarkan," kataku segera menghampiri Pak Ustadz. "Namanya ngobrol itu bukan cuma mendengarkan Adit," kata Pak Ustadz seraya tersenyum. "Iya Ustadz saya jawab kalo bisa," jawabku seraya tertawa. "Apa kamu pernah merasa kesulitan karena tidak bersama papahmu lagi?" tanya Pak Ustadz membuka obrolan. "Tentu saja ada Ustadz, melihat mamah kerepotan memikirkan dan mengerjakan segala hal di rumah, itu adalah rasa sulit yang amat besar, apalagi jika saya tidak mampu membantu," ucapku sambil menarik nafas dalam. "Tapi kamu kan selalu membantu mamahmu,dan mamahmu pasti bangga punya anak sepertimu," ucap Pak Ustadz memuji. "Tapi tetap saja terasa kurang Ustadz, meski mamah tidak pernah mengeluh saya tau betul kalau hati dan pikirannya lelah dan kacau," ucapku seraya menghapus air mataku. "Kalau ada orang yang serius mencintai mamahmu, apa kamu akan mendukung mamahmu untuk menikah lagi?" t