Beranda / Romansa / Suami yang Kuperjuangkan / Bab 68 Penuh berita bagus

Share

Bab 68 Penuh berita bagus

Penulis: Azfa arroyyan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kembali ke Sari

"Permisi Pak, saya mau antar makanan untuk Adit, katanya latian di sini?" tanyaku pada pengurus futsal Adit.

"Ooh iya benar, silahkan masuk saja Bu," jawab Pak pelatih.

"Kalau saya titip saja di sini boleh Pak, nanti tolong sampaikan ke Adit kue ini untuknya dan teman-temannya," pintaku sopan.

"Ooh gitu ya tentu saja boleh, Ibu ini siapa maaf? " tanya Pak pelatih dengan sopan.

"Saya mamahnya Adit Pak, nama saya Sari," jawabku sopan.

"Ooh mamahnya, saya Seno pelatih futsalnya," ucap Pak Seno seraya mengulurkan tangan.

"Saya sudah dengar banyak tentang anda dari Adit," jawabku seraya menjabat tangannya.

"Kalau Ibu tidak buru-buru bisakah kita bicara sebentar?" ucap Pak Seno sambil menunjuk kursi di ruang tunggu.

"Apakah ada masalah dengan Adit Pak?" tanyaku khawatir.

"Nggak kok Bu, bukan masalah mari sambil duduk Bu," jawab Pak Seno sambil berjalan ke arah kursi. Dan akupun mengikutinya duduk.

"Jadi begini Bu, dua minggu lagi akan ada pertandingan besar tingkat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 69 Bersama Pak Seno

    "Dit untuk acara pertandingan lusa Ibu kamu jadi mendampingi kan?" tanya Pak Seno setelah selesai latihan. "Iya Pak inshaAllah jadi," jawabku semangat. "Ibu kamu naik apa ke sana?" tanya Pak Seno terlihat cemas. "Kemungkinan naik bis pak," jawabku. "Apa gak repot, ngajak adik kamu juga kan?" tanyanya memastikan. "Gak lah Pak udah biasa kok," jawabku meyakinkan. "Tapi tempatnya gak terlewati jalur bis lho, jadi nanti butuh jalan kaki atau cari ojeg lagi buat sampai ketempatnya," kata Pak Seno menjelaskan. "Yah gimana lagi, gak mungkin juga bareng saya di mobil kan, karna mobilnya juga sudah penuh sama anak-anak tim," terangku."Kalaupun jalan kaki kan jauh dari tempat pemberhentian bis, ikut mobil saya keberatan gak Dit?" kata Pak Seno memberi tawaran. "Nanti ngrepotin bapak, gak usah lah Pak," tolakku sopan. "Ya gak repot sekalian ambil nasi bok yang buat makan siang kan," kata Pak Seno memberi alasan. "Ya nanti saya sampaikan ke mamah, gimana menurut mamah," jawabku sopan.

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 70 Tembakan Pak Seno

    "Alhamdulillah selamat ya anak-anak, selamat untuk kemenangan kita semua," ucap Pak Seno di acara sukuran kemenangan. "Sekarang mari kita nikmati makanan enak dari koki tim kita, ini dia Mamahnya Adit," Ucap Pak Seno sambil bertepuk tangan seraya memandangku. Di ikuti dengan tepuk tangan dan sorak anak-anak. "Beneran nih Pak, mamahnya Adit jadi koki tim kita, waah... bisa gagal diet nih saya," ucap salah satu teman Adit sambil tertawa. Diikuti dengan riuh tawa teman-teman yang lain. "Pastikan dulu Pak, Mamahnya Adit bersedia gak menerima jabatan koki tim," teriak teman Adit. Sorak dan tawa anak-anak terus bergema selama acara, Rafifpun terlihat begitu menikmati acaranya. "Bagaimana Mamahnya Adit, ini ada pertanyaan dari anggota tim," kata Pak Seno sambil tersenyum. "Alhamdulillah kalau kalian suka masakan saya, saya senang bisa memenuhi pesanan kalian dan tidak mengecewakan," ucapku bahagia. "Kalau begitu saya permisi pulang ya Pak," ucapku pada Pak Seno. "Lho acaranya kan b

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 71 Tembakan Pak Ustadz Efendi

    "Adit ngobrol dulu yuk sebentar," kata Pak Ustadz setelah selesai ngaji"Iya Pak Ustadz saya siap mendengarkan," kataku segera menghampiri Pak Ustadz. "Namanya ngobrol itu bukan cuma mendengarkan Adit," kata Pak Ustadz seraya tersenyum. "Iya Ustadz saya jawab kalo bisa," jawabku seraya tertawa. "Apa kamu pernah merasa kesulitan karena tidak bersama papahmu lagi?" tanya Pak Ustadz membuka obrolan. "Tentu saja ada Ustadz, melihat mamah kerepotan memikirkan dan mengerjakan segala hal di rumah, itu adalah rasa sulit yang amat besar, apalagi jika saya tidak mampu membantu," ucapku sambil menarik nafas dalam. "Tapi kamu kan selalu membantu mamahmu,dan mamahmu pasti bangga punya anak sepertimu," ucap Pak Ustadz memuji. "Tapi tetap saja terasa kurang Ustadz, meski mamah tidak pernah mengeluh saya tau betul kalau hati dan pikirannya lelah dan kacau," ucapku seraya menghapus air mataku. "Kalau ada orang yang serius mencintai mamahmu, apa kamu akan mendukung mamahmu untuk menikah lagi?" t

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 72 Surprise

    "Dalam rangka apa nih, pake makan-makan, emang siapa yang ulang taun," tanya Ibu. "Bukan acara ulang taun Bu, cuma ingin memberi surprise aja," ucapku pada semua orang yang datang. "Surprise untuk siapa Nisa?" tanya Ibu lagi. "Buat mas Bayu dan mbak Sinta?" jawabku seraya menampilkan senyum sinis pada mas Bayu dan mbak Sinta. Kulihat mereka saling pandang dan tampak bingung. "Bagas sama Ani gak datang Nis?" tanya Ibu kecewa. "Nggak Bu mereka memang tidak di undang, ini khusus untuk kita saja," jawabku. "Ya sudah ayo mana surprisenya? Ibu sudah tidak sabar," ucap Ibu girang. "Ini liat Bu," kata mas Ardi sambil menunjukan layar hpnya. "Astaghfirullah... apa maksudnya ini Sinta! Bayu!" bentak Ibu. Mas Bayu dan mbak Sinta hanya saling menatap tanpa berucap apa-apa. "Bisa-bisanya kalian melakukan hal sehina ini, benar-benar memalukan!" bentak Ibu sambil menggebrak meja. "Jelaskan pada Ibu sekarang, apa maksudnya ini! ucap Ibu sambil menuding mas Bayu lalu mbak Sinta. "Jelaskan

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 73 Hanya memuji bukan mencintai

    "Kamu apa-apaan si Bay, selama ini kamu begitu memujaku, kenapa sekarang jadi begini, kamu kan gak bisa sehari saja tanpa bercinta denganku," ucap mbak Sinta emosi. "Bukankah kamu yang selalu mengajakku mbak," jawab Bayu tenang. "Aku kan begitu bermaksud untuk memenuhi segala keinginanmu,kebutuhanmu," ucap mbak Sinta dengan suara bergetar. “Aku juga sudah memberikan segala keinginanmu kan, kamu pikir berapa uang yang sudah ku keluarkan untukmu,” jawab mas Bayu. “Aku bahkan tidak pernah memintanya, dan aku menerimanya karna ku pikir kamu memberi karna mencintaiku,dan aku menerima cintamu,” kata mbak Sinta mencak-mencak. "Selama ini aku gak pernah bilang cinta kan, aku hanya memujimu bukan mencintaimu apalagi ingin menikahimu," ucap mas Bayu masih tetap tenang. "Sudahlah, terserah apapun yang akan kalian lakukan,aku sudah tidak perduli, ceraikan saja aku Mas!" ucapku pada mas Bayu. "Ya sudah, kalau itu yang kamu inginkan,aku akan pergi dan besok aku akan mengosongkan toko dan aka

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 74 Minta tolong ke siapa lagi

    "Mbak Ani, mbak Ani bisa tolong aku kan," kataku berteriak sambil berlari mendekat ke meja mbak Ani di toko kain miliknya. "Gak usah teriak-teriak Nisa tolong apa?" tanyanya masih sibuk dengan laptopnya. "Pinjemin aku 100 juta mbak?" ucapku memohon. "100 juta? uang semua tuh? buat apa emang?" tanyanya dengan terkejut. "Ya uanglah masa daun 100 juta,Eh, gak 100 tapi dilebihkan buat ngurus ganti nama juga, 100nya buat bayar ke Bayu," kataku lagi. "Bayar ke Bayu, bayar apa?" tanya mbak Ani heran. "Mas Bayu mau menjual tokonya ke orang lain, jadi aku mau bayarin tokonya, biar tetap jadi milikku," ucapku menjelaskan. "Toko yang di rumahmu itu? Emang itu bukan atas namamu, lalu ngapain juga Bayu menjualnya?" ucap mbak Ani heran. "Iya Mbak bukan atas namaku, kami mau bercerai makanya aku butuh uang buat bayarin tuh toko," kataku mengiba. "Bayarin, ngapain, itu juga bakal jadi harta gono gini Nisa, ngapain repot - repot bayarin," kata mbak Ani sambil tersenyum remeh. "Kalau aja bisa

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 75 Cabut kembali kata-katamu

    "Kalian sudah mulai urus perceraiannya?" tanya mbak Ani datar. "Belum lah mba, baru juga kemarin kita ribut, kata talak aja belum keluar dari Bayu," jawabku sesenggukan. "Lalu apa yang kamu maksud dengan bercerai?" tanya mbak Ani heran. "Aku minta cerai, trus Bayu bilang dia akan pergi dengan mengosongkan toko dan menjual bangunannya," jawabku menjelaskan. "Saranku si mending kamu minta maaf aja deh Nis, cabut kembali kata-katamu dan minta balikan aja sama Bayu," ucap mbak Ani tanpa beban. "Masa si Mbak, mau ditaruh di mana mukaku," jawabku hampir berteriak. "Dari pada kamu tak ada penghasilan, ditambah lagi kalau kamu gak bisa nyicil bank ntar rumahmu di sita, trus mau apa kamu?" kata mbak Ani tanpa beban. "Kalau di sita aku tinggal di sini aja bareng di rumah mbak Ani, untuk sementara aku numpang hidup ya, aku akan bantu-bantu mbak Ani deh," kataku memberi penawaran. "Gak bisa Nisa, gak ada yang seperti itu," ucap mbak Ani tegas. "Gak ada gimana, aku bahkan bantu mbak Ani s

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 76 Pak Ustadz atau Pak Seno

    Kembali ke Sari. "Mah, kalau misal ada laki-laki yang melamar, apa Mamah mau menikah lagi?" tanya Adit tampak ragu. "Gak tau juga Dit, Mamah belum kepikiran tentang itu,kenapa kamu tanya begitu,kamu mau punya Bapak sambung?" tanyaku penasaran. "Sebenarnya tadi sore Pak Ustazd cerita sama Adit, kalau beliau berniat ingin melamar Mamah, Pak Ustadz minta pendapat Adit sekalian minta tolong Adit untuk menyampaikan ke Mamah, tentang keseriusan beliau," kata Adit serius. "Terus kamu jawab apa Dit?" tanyaku seraya menatap dalam mata Adit. "Ya Adit bilang semuanya terserah Mamah, Adit akan dukung apapun keputusan Mamah," jawab Adit seraya menaikan bahunya. "Pak Seno tadi siang juga bilang begitu Dit, ditempat kalian sukuran," kataku ragu. "Bilang... melamar?" tanya Adit sambil melotot. "Iya Dit, kamu jangan melotot gitu dong Mamah jadi takut Mamah merasa jadi tersangka," ucapku sambil tertawa. "Trus Mamah jawab apa?" tanya Adit tak sabar. "Mamah bilang, Mamah belum ada niat untuk me

Bab terbaru

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 149 Ayah gak pernah maksa

    "Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 148 Rehan akan ikut Ayah

    "Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 147 Kita perbaiki semuanya

    "Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 146 Tak ada yang tidak ku ketahui

    "Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 145 Sekarang jadi Bunda Niar

    "Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 144 Dia ini anakku

    "Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 143 Gak akan bertemu lagi

    "Assalamu'alaikum mbak Sari gimana keadaanmu?" tanya Ardi masuk ruangan. "Wa'alaikumsalam Alhamdulillah baik Di, mas Bagas kasih tau kamu kalau aku di rumah sakit?" tanya mbak Sari. "Nggak Mbak, Tania merengek minta ke rumah Mbak Sari katanya pengin main sama tante Niar, waktu aku datang sepi, kata art nya Mbak lagi di rawat jadi aku langsung ke sini aja," jawabku jujur. "Tapi kalau di rumah sakit kan gak mungkin main, entar bisa di semprot sama pasien sebelah," jawab Niar sambil tertawa. "Ya gak papa gak main dulu nanti mainnya kalau tante Sari sudah sehat dan sudah di rumah," jawab Tania dengan logat lucunya. "Ini aku bawakan makanan buat mbak Sari buat Niar juga," ucapku seraya menyodorkan kantong makanan. "Aku sudah makan, makanan dari rumah sakit tadi Di, kalian aja makan kebetulan mbak Niar belum makan tuh," ucap mbak Sari. "Tapi kamu makan buahnya ya Sar, ini sudah aku kupasin," ucap Niar seraya menyodorkan buah yang sudah dipotong di piring. "Iya Mbak, ya sudah kalian

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 142 Lebih baik jika taka ada teman

    "Kok bayi si, Mbak Sari hamil lagi?" tanyaku tak percaya. "Iya Nis aku lagi hamil," jawab mbak Sari dengan tersenyum. "Kalau dia gak sedang hamil mana mungkin dia bertahan dengan kakamu yang kurang ajar itu," ucap mbak Niar emosi. "Jaga omonganmu Mbak, bagaimanapun mas Bagas itu suamiku, aku tetap gak terima kamu ngatain dia begitu," ucap mbak Sari terlihat emosi. "Iya Sar, maaf maaf, suasananya benar-benar membuatku gak bisa nahan emosi nih," jawab mbak Niar seraya cengengesan. "Alesan aja kamu Mbak, pokonya aku gak mau ya, denger kamu ngatain mas Bagas lagi," ucap mbak Sari tegas. "Iya Sari aku janji," jawab mbak Niar seraya nyengir. "Apakah Mbak Sari juga berniat untuk cerai sama mas Bagas?" tanyaku memastikan. "Ya waktu itu memang sempat terfikir untuk cerai, wanita mana yang tahan dimadu Nis," jawab mbak Sari dengan tertunduk."Tapi aku kan gak boleh egois, aku juga harus memikirkan bayiku ini, jadi aku coba berdamai dengan keadaan aku akan coba menerima takdir ini," ucap

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 141 Perempuan seperti apa mainannya

    "Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp

DMCA.com Protection Status