Kembali ke Sari"Permisi Pak, saya mau antar makanan untuk Adit, katanya latian di sini?" tanyaku pada pengurus futsal Adit. "Ooh iya benar, silahkan masuk saja Bu," jawab Pak pelatih. "Kalau saya titip saja di sini boleh Pak, nanti tolong sampaikan ke Adit kue ini untuknya dan teman-temannya," pintaku sopan. "Ooh gitu ya tentu saja boleh, Ibu ini siapa maaf? " tanya Pak pelatih dengan sopan. "Saya mamahnya Adit Pak, nama saya Sari," jawabku sopan. "Ooh mamahnya, saya Seno pelatih futsalnya," ucap Pak Seno seraya mengulurkan tangan. "Saya sudah dengar banyak tentang anda dari Adit," jawabku seraya menjabat tangannya. "Kalau Ibu tidak buru-buru bisakah kita bicara sebentar?" ucap Pak Seno sambil menunjuk kursi di ruang tunggu. "Apakah ada masalah dengan Adit Pak?" tanyaku khawatir. "Nggak kok Bu, bukan masalah mari sambil duduk Bu," jawab Pak Seno sambil berjalan ke arah kursi. Dan akupun mengikutinya duduk. "Jadi begini Bu, dua minggu lagi akan ada pertandingan besar tingkat
"Dit untuk acara pertandingan lusa Ibu kamu jadi mendampingi kan?" tanya Pak Seno setelah selesai latihan. "Iya Pak inshaAllah jadi," jawabku semangat. "Ibu kamu naik apa ke sana?" tanya Pak Seno terlihat cemas. "Kemungkinan naik bis pak," jawabku. "Apa gak repot, ngajak adik kamu juga kan?" tanyanya memastikan. "Gak lah Pak udah biasa kok," jawabku meyakinkan. "Tapi tempatnya gak terlewati jalur bis lho, jadi nanti butuh jalan kaki atau cari ojeg lagi buat sampai ketempatnya," kata Pak Seno menjelaskan. "Yah gimana lagi, gak mungkin juga bareng saya di mobil kan, karna mobilnya juga sudah penuh sama anak-anak tim," terangku."Kalaupun jalan kaki kan jauh dari tempat pemberhentian bis, ikut mobil saya keberatan gak Dit?" kata Pak Seno memberi tawaran. "Nanti ngrepotin bapak, gak usah lah Pak," tolakku sopan. "Ya gak repot sekalian ambil nasi bok yang buat makan siang kan," kata Pak Seno memberi alasan. "Ya nanti saya sampaikan ke mamah, gimana menurut mamah," jawabku sopan.
"Alhamdulillah selamat ya anak-anak, selamat untuk kemenangan kita semua," ucap Pak Seno di acara sukuran kemenangan. "Sekarang mari kita nikmati makanan enak dari koki tim kita, ini dia Mamahnya Adit," Ucap Pak Seno sambil bertepuk tangan seraya memandangku. Di ikuti dengan tepuk tangan dan sorak anak-anak. "Beneran nih Pak, mamahnya Adit jadi koki tim kita, waah... bisa gagal diet nih saya," ucap salah satu teman Adit sambil tertawa. Diikuti dengan riuh tawa teman-teman yang lain. "Pastikan dulu Pak, Mamahnya Adit bersedia gak menerima jabatan koki tim," teriak teman Adit. Sorak dan tawa anak-anak terus bergema selama acara, Rafifpun terlihat begitu menikmati acaranya. "Bagaimana Mamahnya Adit, ini ada pertanyaan dari anggota tim," kata Pak Seno sambil tersenyum. "Alhamdulillah kalau kalian suka masakan saya, saya senang bisa memenuhi pesanan kalian dan tidak mengecewakan," ucapku bahagia. "Kalau begitu saya permisi pulang ya Pak," ucapku pada Pak Seno. "Lho acaranya kan b
"Adit ngobrol dulu yuk sebentar," kata Pak Ustadz setelah selesai ngaji"Iya Pak Ustadz saya siap mendengarkan," kataku segera menghampiri Pak Ustadz. "Namanya ngobrol itu bukan cuma mendengarkan Adit," kata Pak Ustadz seraya tersenyum. "Iya Ustadz saya jawab kalo bisa," jawabku seraya tertawa. "Apa kamu pernah merasa kesulitan karena tidak bersama papahmu lagi?" tanya Pak Ustadz membuka obrolan. "Tentu saja ada Ustadz, melihat mamah kerepotan memikirkan dan mengerjakan segala hal di rumah, itu adalah rasa sulit yang amat besar, apalagi jika saya tidak mampu membantu," ucapku sambil menarik nafas dalam. "Tapi kamu kan selalu membantu mamahmu,dan mamahmu pasti bangga punya anak sepertimu," ucap Pak Ustadz memuji. "Tapi tetap saja terasa kurang Ustadz, meski mamah tidak pernah mengeluh saya tau betul kalau hati dan pikirannya lelah dan kacau," ucapku seraya menghapus air mataku. "Kalau ada orang yang serius mencintai mamahmu, apa kamu akan mendukung mamahmu untuk menikah lagi?" t
"Dalam rangka apa nih, pake makan-makan, emang siapa yang ulang taun," tanya Ibu. "Bukan acara ulang taun Bu, cuma ingin memberi surprise aja," ucapku pada semua orang yang datang. "Surprise untuk siapa Nisa?" tanya Ibu lagi. "Buat mas Bayu dan mbak Sinta?" jawabku seraya menampilkan senyum sinis pada mas Bayu dan mbak Sinta. Kulihat mereka saling pandang dan tampak bingung. "Bagas sama Ani gak datang Nis?" tanya Ibu kecewa. "Nggak Bu mereka memang tidak di undang, ini khusus untuk kita saja," jawabku. "Ya sudah ayo mana surprisenya? Ibu sudah tidak sabar," ucap Ibu girang. "Ini liat Bu," kata mas Ardi sambil menunjukan layar hpnya. "Astaghfirullah... apa maksudnya ini Sinta! Bayu!" bentak Ibu. Mas Bayu dan mbak Sinta hanya saling menatap tanpa berucap apa-apa. "Bisa-bisanya kalian melakukan hal sehina ini, benar-benar memalukan!" bentak Ibu sambil menggebrak meja. "Jelaskan pada Ibu sekarang, apa maksudnya ini! ucap Ibu sambil menuding mas Bayu lalu mbak Sinta. "Jelaskan
"Kamu apa-apaan si Bay, selama ini kamu begitu memujaku, kenapa sekarang jadi begini, kamu kan gak bisa sehari saja tanpa bercinta denganku," ucap mbak Sinta emosi. "Bukankah kamu yang selalu mengajakku mbak," jawab Bayu tenang. "Aku kan begitu bermaksud untuk memenuhi segala keinginanmu,kebutuhanmu," ucap mbak Sinta dengan suara bergetar. “Aku juga sudah memberikan segala keinginanmu kan, kamu pikir berapa uang yang sudah ku keluarkan untukmu,” jawab mas Bayu. “Aku bahkan tidak pernah memintanya, dan aku menerimanya karna ku pikir kamu memberi karna mencintaiku,dan aku menerima cintamu,” kata mbak Sinta mencak-mencak. "Selama ini aku gak pernah bilang cinta kan, aku hanya memujimu bukan mencintaimu apalagi ingin menikahimu," ucap mas Bayu masih tetap tenang. "Sudahlah, terserah apapun yang akan kalian lakukan,aku sudah tidak perduli, ceraikan saja aku Mas!" ucapku pada mas Bayu. "Ya sudah, kalau itu yang kamu inginkan,aku akan pergi dan besok aku akan mengosongkan toko dan aka
"Mbak Ani, mbak Ani bisa tolong aku kan," kataku berteriak sambil berlari mendekat ke meja mbak Ani di toko kain miliknya. "Gak usah teriak-teriak Nisa tolong apa?" tanyanya masih sibuk dengan laptopnya. "Pinjemin aku 100 juta mbak?" ucapku memohon. "100 juta? uang semua tuh? buat apa emang?" tanyanya dengan terkejut. "Ya uanglah masa daun 100 juta,Eh, gak 100 tapi dilebihkan buat ngurus ganti nama juga, 100nya buat bayar ke Bayu," kataku lagi. "Bayar ke Bayu, bayar apa?" tanya mbak Ani heran. "Mas Bayu mau menjual tokonya ke orang lain, jadi aku mau bayarin tokonya, biar tetap jadi milikku," ucapku menjelaskan. "Toko yang di rumahmu itu? Emang itu bukan atas namamu, lalu ngapain juga Bayu menjualnya?" ucap mbak Ani heran. "Iya Mbak bukan atas namaku, kami mau bercerai makanya aku butuh uang buat bayarin tuh toko," kataku mengiba. "Bayarin, ngapain, itu juga bakal jadi harta gono gini Nisa, ngapain repot - repot bayarin," kata mbak Ani sambil tersenyum remeh. "Kalau aja bisa
"Kalian sudah mulai urus perceraiannya?" tanya mbak Ani datar. "Belum lah mba, baru juga kemarin kita ribut, kata talak aja belum keluar dari Bayu," jawabku sesenggukan. "Lalu apa yang kamu maksud dengan bercerai?" tanya mbak Ani heran. "Aku minta cerai, trus Bayu bilang dia akan pergi dengan mengosongkan toko dan menjual bangunannya," jawabku menjelaskan. "Saranku si mending kamu minta maaf aja deh Nis, cabut kembali kata-katamu dan minta balikan aja sama Bayu," ucap mbak Ani tanpa beban. "Masa si Mbak, mau ditaruh di mana mukaku," jawabku hampir berteriak. "Dari pada kamu tak ada penghasilan, ditambah lagi kalau kamu gak bisa nyicil bank ntar rumahmu di sita, trus mau apa kamu?" kata mbak Ani tanpa beban. "Kalau di sita aku tinggal di sini aja bareng di rumah mbak Ani, untuk sementara aku numpang hidup ya, aku akan bantu-bantu mbak Ani deh," kataku memberi penawaran. "Gak bisa Nisa, gak ada yang seperti itu," ucap mbak Ani tegas. "Gak ada gimana, aku bahkan bantu mbak Ani s