“Pak Ustadz setelah ngaji nanti Adit mau bicara ya? Pak Ustadz ada waktu?” tanyaku pada pada Pak Ustadz. “Iyah ada Dit ada kok,” jawab Pak Ustadz. “Gimana Dit, mau crita apa?” tanya Pak Ustadz setelah selesai ngaji. Akupun mnceritakan yang terjadi sama Mamah kemarin. “Menurut Pak Ustadz Mamah harus lanjut jualan atau berhenti aja?” tanyaku bingung. “Lanjutkan saja, berdagang itu pekerjaan yang mulia, yang penting niat Ibu kamu baik demi menghidupi keluarga,” ucap Pak Ustadz memberi saran. “InshaAllah nanti Allah akan membukakan mata orang-orang sekitar sehingga bisa melihat kebenarannya kalau Ibumu memang benar-benar jualan tanpa tujuan yang buruk seperti yang mereka tuduhkan,” lanjut Pak Ustadz memberi semangat. “Baik Ustadz terimakasih pencerahannya, saya jadi semangat lagi,” jawabku. “Lalu kenapa masih murung? katanya semangat lagi?” tanya Pak Ustadz penuh selidik. “sebenarnya ada masalah lagi Ustadz,” ucapku ragu. “Katakanlah Adit,” pinta Pak Ustadz. “Tadi pagi Papah me
"Mah ini Adit dapat bonus dari main futsal Mah," Ucap Adit sambil menyerahkan beberapa lembar uang ratusan. "Alhamdullah.... kok banyak banget Dit," tanyaku tak percaya. "Alhamdulillah Mah," jawab Adit seraya tersenyum lebar kemudian memelukku. "Kamu senang melakukannya Dit?" tanyaku memastikan. "Senanglah itukan hobi Adit, apalagi dapat uang seneng banget Adit Mah," jawab Adit girang. "Kalo gitu kenapa uangnya dikasih ke Mamah?" tanyaku memastikan. "Ya gak papa Adit pengennya kasih ke Mamah,itu yang buat Adit tambah seneng, karna bisa kasih Mamah," jawabnya sambil tersenyum lebar. "Adit gak pengen beli apa-apa beli sepeda atau HP baru mungkin?" pancing ku. "Gak usah Mah sepeda dan hpnya masih bagus kok," jawab Adit yakin. "Kalau baju, gak pengen beli baju?" pancing ku lagi. "Enggak Mamah, Adit gak perlu apa-apa, Adit pengennya kasih ke Mamah,Adit emang seneng main futsal Mah, gak butuh hadiahnya," ucap Adit sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Syukurlah kalau Adit berpres
"Dagingnya sekilo ya Bu," ucapku pada penjual Daging di pasar. "Iya Bu, sebentar saya siapkan," jawab penjual ramah. "Ahirnya bisa kebeli tu daging," ucap salah satu pembeli yang ternyata adalah Nisa. Aku masih diam tak menghiroukannya. “Setelah di tinggal suami jadi budeg sekarang,” ucap Nisa sambil menghalangi jalanku. “Eh ada orang ternyata, aku pikir ada suara tanpa rupa, setelah berhasil menjebak orang sekarang tempat nongkrongnya bukan Mall lagi tapi pasar rupanya,” sindirku. "Mbak Sari gak ngucapin trimakasih padaku," ucap Nisa padaku. "Untuk apa?karna telah berhasil menunjukan sifat aslinya?" kataku cuek. "Kalo aku gak buat mas Bagas nikah sama mbak Ani, mana kebeli itu daging mbak, jangankan sekilo daging, telor aja kadang ada kadang nggak," ejek Nisa sinis. "Maaf ya Nisa, sayangnya aku beli daging ini bukan dari pemberiannya mas Bagas," jawabku tegas. "Oh iya, apakah mbak Sari sudah dapat laki-laki kaya lagi, kasihan dia nasibnya akan sial seperti kakaku," ucap Nis
Tentang Anisa"Halo mas Bayu, lagi ngapain si, lama banget angkat telponnya!" bentakku dari sambungan telepon. "Ngapain lagi, ya ngurusin bisnis lah, gimana si kamu!" jawab mas Bayu ketus. "Iya tapi di mana sekarang?" desakku. "Di hotel ketemu rekan?" jawabnya. "Hotel mana?" tanyaku lagi. "Mau ngapain si kamu, aneh banget!" jawab mas Bayu keras. "Aku mau nyusul ke situ, aku pengen jalan-jalan," rengekku beralasan. "Ya udah besok kita jalan-jalan ya, kamu pengin ke mana?" jawab Mas Bayu mulai melunak. "Aku maunya sekarang Mas!" aku terus memaksa. "Gak usah ribet lah, aku lagi sibuk banget nih," ucap mas Bayu mulai meninggi lagi. "Tinggal kasih tau alamat hotelnya biar aku nyusul ke situ susah amat!" ujarku terus memaksa. "Kamu ada-ada aja, udah besok aja," jawab mas Bayu. "Mas itu suara apaan mas," tanyaku berbisik."Apa?Sudahlah, gak usah bikin masalah, aku sibuk udahan ya!" bentak mas Bayu lalu mematikan panggilan secara sepihak. Kok tadi kaya ada suara mendesah gitu ya,
"Mau kemana Mas? gak sarapan dulu?" tanyaku pada mas Bayu yang terlihat buru-buru. "Ketemu distributor," jawab Mas Bayu sambil memakai sepatunya. "Katanya mau ngajak aku jalan-jalan," ucapku merajuk. "Ya makanya aku buat ketemu pagi, biar nanti siang kita bisa pergi jalan-jalan," jawabnya sambil berjalan ke luar. "Ya Baiklah," jawabku sambil menuju ke kamar. Aku segera mengambil tas dan bergegas mengikuti Mas Bayu. Mas Bayu menuju hotel dan..itukan mbak Sinta apa benar mereka ada main di belakangku."Mas Bayu ngapain di sini sama mbak Sinta?" tanyaku pada mas Bayu dan mbak Sinta dihalaman parkir hotel. "Ya aku kan sudah bilang mau ketemu distributor kebetulan mbak Sinta ini perantarannya," kata mas Bayu sambil tersenyum pada mbak Sinta. "Iya nih Nis, aku juga pengen belajar bisnis, bosen jadi karyawan terus, kamu ada perlu di sini juga?" tanya mbak Sinta. "Nggak.. tadi aku pengen keluar aja jalan-jalan malah liat kalian di sini jadi aku samperin aja,boleh nggak aku gabung sam
"Hussy udah yuk katanya mau ke kafe," ucap mbak Sari sambil menarik tangan si mbak lalu beranjak pergi. Kenapa dia bilang begitu, kalau suamiku dengan kaka iparnya berarti mbak Sinta, gak mungkin yang dimaksud mbak Sari kan. Apa benar mereka tau tentang mas Bayu yah, aku harus memastikan. Sebaiknya aku menunggu mereka keluar dari kafe agar aku bisa bicara dengan mbak itu tanpa ada mbak Sari.Tadi dia bilang limabelas menit,aku rasa itu tidak terlalu lama gak papa lah aku tunggu demi kepastian. 10 menit berlalu, meski bosan aku tak akan menyerah. Ah itu dia keluar.Setelah mereka berpisah aku langsung kejar si mbak. Setelah dia menepikan motornya, akupun menepikan mobilku. “Maaf mbak kamu siapanya mbak Sari, apa kamu kenal suamiku?” tanyaku sopan. “Namaku Niar, aku tetangga Sari ketika dia tinggal di rumah yang dulu, kalau suamimu aku gak kenal,” jawabnya sopan. “Lalu kenapa kamu tadi bahas masalah suamiku, apa ada hubungannya juga sama mbak Sari?” tanyaku penasaran. “Gimana c
Kembali ke Sari"Permisi Pak, saya mau antar makanan untuk Adit, katanya latian di sini?" tanyaku pada pengurus futsal Adit. "Ooh iya benar, silahkan masuk saja Bu," jawab Pak pelatih. "Kalau saya titip saja di sini boleh Pak, nanti tolong sampaikan ke Adit kue ini untuknya dan teman-temannya," pintaku sopan. "Ooh gitu ya tentu saja boleh, Ibu ini siapa maaf? " tanya Pak pelatih dengan sopan. "Saya mamahnya Adit Pak, nama saya Sari," jawabku sopan. "Ooh mamahnya, saya Seno pelatih futsalnya," ucap Pak Seno seraya mengulurkan tangan. "Saya sudah dengar banyak tentang anda dari Adit," jawabku seraya menjabat tangannya. "Kalau Ibu tidak buru-buru bisakah kita bicara sebentar?" ucap Pak Seno sambil menunjuk kursi di ruang tunggu. "Apakah ada masalah dengan Adit Pak?" tanyaku khawatir. "Nggak kok Bu, bukan masalah mari sambil duduk Bu," jawab Pak Seno sambil berjalan ke arah kursi. Dan akupun mengikutinya duduk. "Jadi begini Bu, dua minggu lagi akan ada pertandingan besar tingkat
"Dit untuk acara pertandingan lusa Ibu kamu jadi mendampingi kan?" tanya Pak Seno setelah selesai latihan. "Iya Pak inshaAllah jadi," jawabku semangat. "Ibu kamu naik apa ke sana?" tanya Pak Seno terlihat cemas. "Kemungkinan naik bis pak," jawabku. "Apa gak repot, ngajak adik kamu juga kan?" tanyanya memastikan. "Gak lah Pak udah biasa kok," jawabku meyakinkan. "Tapi tempatnya gak terlewati jalur bis lho, jadi nanti butuh jalan kaki atau cari ojeg lagi buat sampai ketempatnya," kata Pak Seno menjelaskan. "Yah gimana lagi, gak mungkin juga bareng saya di mobil kan, karna mobilnya juga sudah penuh sama anak-anak tim," terangku."Kalaupun jalan kaki kan jauh dari tempat pemberhentian bis, ikut mobil saya keberatan gak Dit?" kata Pak Seno memberi tawaran. "Nanti ngrepotin bapak, gak usah lah Pak," tolakku sopan. "Ya gak repot sekalian ambil nasi bok yang buat makan siang kan," kata Pak Seno memberi alasan. "Ya nanti saya sampaikan ke mamah, gimana menurut mamah," jawabku sopan.