Menahan sakit hati, malam harinya, seperti yang dikatakan Isabel, Andra harus menyiapkan sebentuk pidato perilisan bisnis terbaru yang dihadiri pebisnis dari divisi entertainment.
Beberapa orang diantaranya adalah pemilik garmen dan fashion berkelas yang terafiliasi dengan Andromeda. Andra berusaha menolak pidato tersebut karena merasa belum sepenuhnya memahami regulasinya. Akan tetapi Isabel sedikit memaksa. Akhirnya disinilah dia saat ini, melihat pemandangan yang sangat dibencinya! Sangat jelas, wanita yang masih istrinya itu terlihat mesra dengan pria lain. Bagaimana rasanya ketika kau menyadari bahwa dirimu hanyalah setitik debu di hadapan wanita yang kau cintai? Kau akan berkata, "Lupakan saja dia, banyak wanita lain di luar sana, bukan? Tapi hati kecilmu pasti berontak. Hanya wanita itu yang mampu mengisi seluruh ruang di hatimu. Begitu pula dengan Andra. Cinta yang mendalam pada Sofi masih bersemayam di hatinya, meski luka mendalam telah terukir akibat perlakuan Sofi. Dari kejauhan, Andra menatap Sofi yang tertawa lepas bersama seorang pria. Senyumnya begitu cerah, seolah tak ada beban dunia yang menimpanya. Meski hatinya sakit, Andra tetap melangkah mendekat. Ia ingin mendapatkan jawaban atas perceraian yang diajukan Sofi. Saat melihat Andra, senyum Sofi memudar seketika. Ia beringsut menjauh, berlindung di balik sosok pria di sampingnya. "Andra?" gumamnya, tak percaya. Selagi Andra tak percaya dengan tindakan Sofi yang menjauh, keluarga Sofi ikut menghadapi Andra dengan sinis. "Beraninya kau datang dalam acara ini?" kecam Sera dengan tatapan membunuh. "Kau tau siapa yang hadir di sini? Pastilah bukan orang sepertimu yang kere dan tidak punya kontribusi besar dalam bisnis." "Pergilah, sebelum aku mempermalukanmu!" Andra melihat ke arah Sofi yang menunduk, wanita itu bahkan tidak melihatnya. "Sofi, jelaskan padaku, kenapa kau menginginkan untuk bercerai?" Sera semakin kesal. Suasana pesta kaum elit serasa hancur gegara kehadiran Andra. Mana bisa adik perempuannya akan meladeni Andra dan membahas soal perceraian? "Kau sudah dicampakkan, apa kau tak punya rasa malu?!" kata Sera keras, membuat seluruh mata memandang ke arahnya. "Aku tau kau datang ke sini hanya sebagai tukang sapu, jadi seharusnya kau punya sopan santun untuk berbicara dengan tamu yang hadir di sini." Andra sungguh tidak siap untuk berdebat dengan Sera di tengah keramaian. Akan tetapi ia sungguh ingin mendengar langsung dari Sofi soal hubungan mereka yang memburuk ini. Melihat tatapan Sofi ke arahnya tadi, Andra yakin Sofi masih mencintainya. Tiba-tiba seorang wanita yang sangat cantik mendekati Andra. Malam ini Isabel memiliki penampilan yang jauh berbeda. "Tuan muda, apakah Anda ingin mulai untuk berpidato?" tanya wanita itu dengan hormat. Andra melihat kepadanya dengan tatapan sedih, ia tidak akan fokus berpidato, ia justru memikirkan hal lain. Sejenak kemudian Andra membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan ruangan sementara Isabel mengikuti di belakangnya. Sera bisa mendengar dengan jelas ucapan perempuan yang berpenampilan sangat elegan tadi. Ia masih belum mencerna sepenuhnya apa yang dia dengar. "Tuan muda katanya? Pidato?" gumamnya bingung. "Apa dia gila?" Begitupun Sofi, matanya tak berkedip melihat sosok wanita cantik yang mengekor di belakang suaminya. "Siapa perempuan itu? Kenapa dia sedekat itu dengan Andra?" lirihnya. Ada cemburu yang bergemuruh di hatinya. Setelah keluar ruangan, Andra menghadapi Isabel. "Aku sudah katakan bahwa tidak ada pidato dariku dalam acara ini. Aku tidak mau Sofi terkejut," tegasnya. "Oh, itulah sebabnya kau masih tidak mau berubah? Karena perempuan itu?" Isabel melemparkan tatapannya pada pakaian biasa yang dikenakan Andra. "Isabel, kau sudah melewati batas!" kecam Andra marah. Andra sangat marah dan melangkah hendak meninggalkan Isabel, tapi langkahnya terhenti saat Isabel berkata, "Kau bisa mengabaikan semua masalah dalam hidup ini, Tuan Muda. Akan tetapi setidaknya selamatkan satu hal!" Andra mendengarnya, ia ingin tau apa maksud Isabel. "Kau merasa tidak apa-apa saat kau dianggap miskin, tidak punya kekuasaan, dan diremehkan wanita yang kau cintai. Namun apakah kau akan merelakan hal yang paling penting dalam hidupmu?" Andra membalikkan tubuhnya, menatap pada Isabel tajam, "Apa yang kau maksud sebenarnya?" "Aku hanya ingin menyelamatkan satu hal yang harus mereka ketahui, Tuan Andra. Apakah kau masih belum mengerti?" "Itulah sebabnya aku bertanya padamu, kau semakin membuatku kesal!" Teka-teki Isabel memang membuat Andra kesal, maka iapun memutuskan untuk pergi saja. "Selamatkan harga dirimu, Tuan Andra!" seru Isabel kemudian. Langkah Andra kembali terhenti, ia ingin memahami ucapan itu. Harga diri? Apa bedanya? Mereka mengukur harga diri seseorang karena harta dan kekuasaan. Begitu juga Sofi, wanita itu sudah meremehkan dirinya karena tidak memiliki harta dan kekuasaan. Itulah sebabnya ia bahkan tidak punya satu hal itu. Dia sungguh tidak dicintai hanya karena tak punya harta dan tahta. Isabel mendekat, ia berharap Andra segera menunjukkan jati dirinya di hadapan khalayak umum. Dia adalah seorang yang memiliki segalanya, dia memiliki harta dan kekuasaan, begitu juga wanita yang mencintainya sepenuh hati tanpa ia ketahui. "Kenapa kau mengira aku tidak punya harga diri?" Andra balik bertanya. "Kau punya, tapi kau tidak melindunginya," jawab Isabel singkat. Andra mengepal, ia sungguh muak dengan hal-hal semacam ini. "Lupakan, aku hanya mencintai Sofi, aku masih ingin bersamanya." Jawaban Andra tidak mengejutkan Isabel. Dia sangat memahami Andra yang sangat mencintai Sofi. Akan tetapi seharusnya Andra merebut Sofi dengan cara yang mereka inginkan, menggunakan harta dan juga kekuasaan supaya Sofi kembali. Tapi apa yang Andra lakukan? "Bukankah jika kau menunjukkan jati diri yang sebenarnya, Sofi akan kembali?" Andra menggeleng lemah. "Aku tau, tapi bukan seperti itu yang aku harapkan." "Lalu apa yang kau harapkan?" "Ketulusan. Aku tidak mencintai dengan cinta buta, Isabel. Aku masih memperjuangkan dan memberikan kesempatan pada Sofi akan cinta yang tulus, bukan karena aku memiliki segalanya. Itulah sebabnya aku butuh waktu. Apakah kau mengerti sekarang?" Isabel tertegun, ia samasekali tidak berfikir Andra akan seperti itu, bukankah itu naif? Saat Andra benar-benar pergi meninggalkannya di ruangan itu, ia semakin berdecak kagum. "Kau tidak berbeda dengan tuan besar, kalian sangat keren," gumamnya penuh kekaguman. Sementara itu Andra hadir kembali ke ruangan yang dipenuhi tamu kalangan Borjuis itu.Pandangan matanya berkeliling mencari sosok Sofi. Ia sangat penasaran dengan pernyataan Sofi, bukan dari Sera ataupun ibunya.
Di sudut ruangan Andra menemukan Sofi. "Kenapa kau masih menemuiku? Tidak ada gunanya lagi kalau pernikahan sudah tidak bahagia." "Lihatlah dirimu, kita seperti berada dalam dunia yang berbeda." Andra menenangkan dirinya, ia sangat berhati-hati sehingga tidak ingin membuat Sofi menyesal mengatakannya. "Sofi, aku sudah berjanji akan menjadi pria sukses dalam waktu dekat, berikan kesempatan padaku setidaknya beberapa hari saja," pinta Andra. "Tidak Andra, aku sudah tak tahan lagi hidup bersamamu. Cerai saja, aku tidak akan menyesal." Andra masih mencari kesungguhan di manik maha Sofi, akan tetapi wanita itu seperti menantangnya. "Apakah dengan begitu kamu akan bahagia?" lirih Andra. "Tentu saja, aku sudah bahagia selama dua tahun dan aku merasa bosan sekarang. Sepertinya tidak ada kecocokan diantara kita." Jantung Andra seperti ditancap sembilu. Racun seakan menyebar ke seluruh tubuhnya. "Kau..." "Aku harus kembali ke dalam sebelum atasanku mencariku, lagipula peri
Andra menyendiri selama dua hari untuk merenung, akan tetapi sia-sia saja mencoba memahami keputusan Sofi karena toh mereka tetap bercerai. Tak ada yang mendukungnya untuk kembali pada wanita itu, bahkan orang tuanya pun tidak. Pada akhirnya kini Andra harus menerima kekalahan sebagai lelaki yang dikhianati istri tercintanya. Merasakan kepahitan itu, ia mulai berfikir untuk pergi menemui sahabatnya yang selama ini tidak pernah lagi bertemu. Tentu saja ia berharap mereka bisa menghibur hatinya saat ini. Selesai mandi Andra berpamitan pada orang tuanya. "Masih pagi begini mau kemana?" tanya Daren yang bersiap pergi ke pasar. Melihat ayahnya dengan motor butut mengangkut keranjang buah, Andra hampir tertawa terbahak-bahak. "Astaga, berapa yang Tuan besar hasilkan dari anyaman keranjang buah ini?" goda Andra merasa konyol. "Jangan meremehkan, ayah sedang melakukan uji coba pasar produk ini yang akan diproduksi secara masal di Vietnam. Kau pikir ayah tidak bekerja keras?"
Malam harinya, Isabel sudah menunggu di pelataran rumah Andra dengan sabar. Di tangannya, tergenggam sebuah tas berisi pakaian. Andra yang sudah bersiap dengan jas mahalnya segera menghampiri Isabel. "Tuan Muda, Anda sudah siap?" sapa Isabel sopan, sambil tersenyum. Andra membalas senyum Isabel, namun pandangannya tertuju pada pakaian yang dibawa Isabel. "Ini apa, Isabel?" tanyanya heran. Isabel tersenyum tipis, "Anda harus memakai pakaian ini, Tuan Muda. Ini penting untuk rencana kita." Alis Andra bertaut bingung. "Baju ini? Aku harus pakai baju supir?" Isabel mengangguk mantap. "Benar. Ini hanya penyamaran sementara. Ingat, kita sedang menjalankan sebuah drama." Andra semakin bingung, "Drama apa lagi ini? Kau ini atasan atau asistenku sih?" Sementara itu Andra melihat penampilan Isabel yang mencolok dan berlagak. "Maafkan aku, Tuan," kata Isabel menunduk hormat. Andra berfikir sebentar, sepertinya ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari Isabel. Wanita ini bisa berbu
"Jangan kuatir, keputusanku masih belum final. Kirimkan semua berkas ini padaku, aku akan mempelajarinya lagi." Wajah Riko terlihat sedikit kecewa. Sebenarnya berharap Isabel akan memutuskan malam ini. Keadaan ini sedikit mendesak, ia butuh Andromeda untuk mengeluarkan dari ancaman pailit pada perusahaannya. "Kenapa? Anda terlihat sedikit buru-buru?" Riko langsung gugup, Isabel seolah tau apa yang sedang ia pikirkan. "Oh tidak, tentu saja saya tau Anda harus mempelajari berkasnya dengan seksama." Mereka mengakhiri rapat dan Riko membawa mereka pada jamuan makan malam di sisi Utara. Situasinya cukup ramai dengan beberapa kelompok kecil tamu. Riko memimpin di depan dan iapun memperkenalkan Isabel pada kenalannya. "Nikmati makan malamnya, dan perkenalkan, dia utusan Andromeda," kata Riko mengenalkan Isabel pada teman wanitanya. "Andromeda? Utusan perusahaan raksasa itu? Waah aku sangat iri, kau tau aku gagal melamar pekerjaan di sana," kata si wanita. "Apakah seleksi di
Sesampainya di pagar pembatas kapal, Andra dan Isabel berdiri berdampingan, menatap luasnya lautan yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. Udara malam yang sejuk membelai kulit mereka, namun di dalam hati Andra, badai emosi berkecamuk. "Aku sudah menduga kau akan mempermalukanku malam ini," gumam Andra, suaranya terdengar pahit. Isabel menoleh, matanya bertemu dengan tatapan penuh luka Andra. "Maaf," ucapnya lirih. "Kenapa kau melakukan ini?" tanya Andra, suaranya meninggi. Isabel terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Ada tanggung jawab besar menantimu, Andra. Kau masih terbelenggu oleh masa lalu, hidupmu dihantui kisah cinta murahan. Kau tidak bisa terus bersembunyi, kau harus membuktikan bahwa mereka bukan apa-apa." "Jadi, ini semua hanyalah ujian?" tanya Andra, nada suaranya terdengar penuh kecurigaan. "Bahkan pakaian sopir ini membuktikan bagaimana keluarga itu menghinaku? Apa gunanya melakukannya? Pada akhirnya mereka akan tau." "Ayah Anda sedang me
Setelah presentasi berlangsung di dalam ruangan, Riko benar-benar dibuat takjub oleh ketajaman analisis Andra. Saat presentasi denah real estate berlangsung, Andra seakan-akan telah membaca pikiran Riko. Ia dengan mudah mengidentifikasi setiap kelemahan proyek yang diajukan, seolah-olah telah mempelajari proyek ini jauh sebelum presentasi dimulai. Kemampuan analitis Andra yang luar biasa membuat Riko semakin kagum sekaligus waspada. Setelah tim presentasi Riko menyerah dan tidak mampu membantah argumen Andra, Andra bangkit dari kursinya. Dengan suara yang tenang namun penuh otoritas, ia menyampaikan kesimpulannya. "Tuan Riko, Anda sedang mencoba membangun sesuatu di atas fondasi yang rapuh. Ibarat ingin mengisi gelas yang sudah penuh, Anda hanya akan membuat semuanya tumpah dan berantakan." "Saya khawatir proyek ini justru akan memperburuk cit
Setelah membentak Isabel, penyesalan mulai merayapi hati Andra. Ketegangan di wajahnya perlahan mereda saat melihat Isabel hanya membalas dengan senyuman tipis. "Maafkan aku, Isabel," ujarnya dengan nada lebih lembut, "Aku sedikit emosi tadi." Isabel menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa, Tuan. Namun, saya mohon Anda untuk mempertimbangkan kembali keputusan Anda. Ingatlah bahwa perusahaan Ardene pernah membantu kita saat perusahaan kita hampir bangkrut." Kalimat Isabel membuat Andra terdiam sejenak. Ia tidak pernah tahu tentang kebaikan yang pernah dilakukan Ardene kepadanya. "Kenapa kau tidak memberitahuku tentang ini sebelumn
Andra mengritik Isabel keras, bagaimanapun seorang ayah harus dihormati. "Tuan Muda, perusahaan ini punya prosedur yang harus ditaati, tidak semua orang bisa menemui Anda," bantah Isabel pelan. "Tapi dia juga pamanku, kau bisa bertanya dulu padaku. Aku bisa mengijinkan ayahmu untuk menemuiku." Isabel menegang, tatapan matanya terlihat ragu, "Tidak, ayah tidak boleh menemui Anda!" Andra heran, Isabel terlihat sangat tegang saat mengatakannya.