"Bukan begitu, aku hanya mau memberitahu soal saham ayahmu di perusahaan Lucky Lucky, itu lebih penting daripada berbincang-bincang tak ada manfaatnya dengan Zein," terang Andra membuat alasan. "Aku serius, nggak bermaksud mengusir Zein dari sini, tapi karena masalah ini tidak bisa ditunda lagi."
"Hmm, baiklah, apa yang ingin kau katakan," Isabel mendengkus, berbicara sambil memalingkan wajahnya, merasa kesal karena Andra semena-mena. "Sopan lah sedikit, aku ini atasanmu!" "Oh, baik tuan, apa yang akan tuan katakan padaku? Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk karyawanmu," ujar Isabel berubah formal. Andra tersenyum, lalu mengeluarkan berkas yang dia dapatkan dari Sofi. "Uang peninggalan ayahmu ini akhirnya menjadi milikmu. Kamu sudah bisa mengajukan klaim dan mengambilnya dari perusahaan itu." IsTernyata Gendon keceplosan, raut wajahnya langsung pucat dan sorot matanya ragu menatap Andra yang menatapnya tajam. Bagaimanapun, seharusnya peristiwa itu tidak ada yang tau karena di tempat rahasia, terpencil dan Gendon sendiri waktu itu berada di luar negeri. Bahkan kebanyakan pengawal Tuan Daren tidak pernah tau apa yang terjadi kecuali satu atau dua orang saja orang kepercayaan yang menyembunyikan pertikaian itu. Hal itu sangat penting untuk membuat para tamu merasa aman dan melupakan kekacauan yang terjadi. Dan sekarang bagaimana bisa orang luar seperti Gendon bisa tau secara detil? "Bagaimana mungkin hal besar seperti ini tidak tahu? Aku ayahnya!" jawabnya karena merasa Andra mulai curiga. "Ayah, jangan marah, Andra sangat tegang dan kuatir karena aku terluka, jadi maklum saja kalau semua orang jadi sasarannya." Gendon kembali menatap Andra lalu putrinya seakan ingin tau sesuatu. "Kalian punya hubungan khusus? Apa aku salah?" tanya Gendon menyelidik, disambut t
Dulu Andra tak seperti ini. Pria ini lemah lembut dan tidak mudah marah. Sangat aneh karena perubahan karakter terjadi hanya karena dia berkuasa. Perubahan emosi yang menggebu biasa dikarenakan ketidak puasan atas sesuatu tapi apa yang diharapkan Andra saat ini? Dokter Mark juga merasakan perubahan sikap Isabel yang semakin cerewet dan membantah ucapan Andra tanpa merasa bersalah. Seolah membuat Andra marah adalah sebuah cara untuk menunjukkan keterikatan dan menguji seberapa jauh Andra perduli dengannya. Saat ini dokter Mark justru sengaja membuat Andra meledak dengan mencoba memprovokasi Andra menyebutkan betapa perhatiannya Zein pada gadis ini. "Eh eh, kenapa kau bilang itu kolaborasi bodoh?" Andra tak menggubris lalu melenggang pergi meninggalkan dokter Mark bersama Isabel. Isabel terkekeh, merasa mendapatkan pembelaan dari dokter Mark. Saat dokter Mark melihatnya, Isabel hanya mengedikkan bahunya. "Kau bisa dipecat karenanya," dokter Mark memperingatkan. "Memang itul
"Setelah semua kesalahan yang kita lakukan, ternyata Andra masih membantumu juga membantuku. Tidakkah kamu merasa aneh?" katanya dengan mimik wajah serius, "Aku memikirkannya, apakah mungkin dia sebaik itu?" Riko tertegun, Andra memang tidak terkesan mendendam. Andai semua itu terjadi pada dirinya, bisa saja dia membunuh lelaki itu atau bahkan wanitanya. Andra punya kemampuan untuk melakukannya tapi dia sangat baik dan sempurna untuk berlapang dada. "Benar juga, aku hanya merasa dia lelaki lemah yang tidak berani melakukan apapun pada orang lain. Tapi siapa yang tau kalau dia merencanakan sesuatu?" Sofi juga Riko terdiam, mengenang betapa besar jasa Andra terhadap perusahaan mereka. "Aku sadar sekarang, sepertinya kita sudah dalam jeratan yang disiapkan Andra untuk menjadi bagian dari Andromeda...," tiba-
Daren mengerutkan dahinya, berpikir soal jalan pikiran Andra yang selangkah lebih maju dibandingkan dengannya. Dia sedikit menyesal karena bersikap kasar pada putranya. "Aah... seharusnya kau bilang sejak awal..." "Ayah nggak nanya dulu. Lagipula ayah sudah mempercayakan Andromeda untukku, tapi Ayah masih juga menganggap aku anak kecil." "Ekhem... bukan begitu. Setidaknya kau ceritakan saja rencanamu, jadi ayah nggak akan protes." Andra sudah merapikan berkas lalu duduk di sofa dengan wajah berkerut seolah memikirkan sesuatu. "Apa yang kau pikirkan?" tiba-tiba sang ayah menegurnya. Andra menatap sejenak ayahnya, "Ayah, jasad Paman Burhan, bagaimana kita menemukannya? Aku penasaran bagaimana paman Gendon menyembunyikan." "Kita akan lihat nanti, sepertinya dia sudah mulai gelisah karena Isabel mulai ketahuan menyelidiki kematian ayahnya." Andra tertegun, "Bukankah itu terlalu berbahaya?" "Lalu harus bagaimana, dia pasti menduga akulah yang memprovokasi Isabel. Itulah
Di sebuah rumah tua yang usang dimakan usia, seorang wanita paruh baya tengah menatap cemas ke arah suaminya."Andreas baru saja mengirim pesan. Katanya, kapal-kapal di Sudan sering sekali dibajak. Kalau terus begini, bagaimana nasib kita?"Daren yang tengah menganyam bambu hanya diam menanggapi kecemasan istrinya. Uban di rambut Elena semakin kentara, menjadi saksi bisu dari segala kekhawatiran yang ia rasakan."Sudah saatnya Andra pulang. Dia sudah dewasa dan harus tahu segalanya. Dia satu-satunya harapan kita untuk meneruskan usaha ini," lanjut Elena, suaranya sedikit bergetar.Jemari Daren terhenti sejenak. Ia menatap jauh ke depan, seakan sedang menimbang-nimbang sesuatu. "Aku takut Gendon akan mencari masalah kalau tahu Andra, anak kita, yang akan mewarisi bisnis ini. Dia sangat serakah," gumamnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran."Itulah sebabnya, semakin awal Andra tau, kita akan menyiapkan segala kemungkinan. Kita akan menjadikan Andra kuat mengatasinya."Jemari Daren terhen
"Cepatlah! Kenapa kau lambat sekali, Andra?" Suara wanita menggelegar di mansion megah, "Aku tak habis pikir, bagaimana Sofi bisa memilihmu? Apa kau menggunakan sihir?"Andra yang tengah sibuk di dapur memasak keinginan ibu mertuanya, menghela napas.Diabaikannya omelan Rose dan fokus pada masakannya.Sofi, yang biasanya mual dengan aroma udang, pasti akan merasa tidak enak jika tahu harus memasak ini.Itulah sebabnya Andra turun tangan."Kenapa diam saja, menantu tak berguna!" bentak Rose lagi karena Andra tak juga menjawab.Pria tampan itu menahan napas.Saat masakan matang, ia menyajikannya dengan tenang di hadapan ibu mertuanya.Sera, kakak Sofi, tampak masuk dengan hidung berkerut senang. "Wah, harum sekali! Ibu kok bisa marah-marah sih?" tanyanya sambil mengambil nasi lalu duduk di samping Rose."Ibu jangan terlalu memikirkan satu menantu. Biarkan Sofi sadar sendiri," ujar Sera.Andra menatap tajam Sera, "Selama ini, Sofi sadar akan pilihannya. Dia tidak akan pernah menyesal."
"Andra, bisakah kamu pulang ke rumah hari ini?""Tentu, aku akan pulang nanti malam setelah Sofi pulang bekerja."Mendengar itu Elena terdiam, ia tak pernah tau kalau Sofi bekerja sementara putranya menganggur. Akan tetapi iapun menahan diri untuk bertanya."Baiklah, pulanglah nanti malam."Malam itu, Andra sudah menanti Sofi di halaman. Rencananya, ia akan mengajak Sofi bertemu orang tuanya. Sudah lama mereka tak berkunjung ke rumah orang tua.Saat mobil Sera masuk halaman, Andra segera menghampiri. Namun, ia tidak melihat Sofi di dalam mobil.“Mana Sofi? Kenapa dia tidak bersamamu?” tanya Andra heran.Sera turun dari mobil, menatap Andra dengan senyum sinis. “Sofi bukan anak kecil lagi, dia bisa pulang sendiri kalau mau.”“Tapi...” Andra masih bingung.“Kenapa? Apa yang membuatmu khawatir sekali?” tanya Sera dengan nada meremehkan."Tapi ini sudah larut! Aku khawatir padanya," desak Andra."Santai saja. Sofi sedang bersenang-senang dengan Riko. Kamu tahu kan, Riko itu orangnya kaya
Malam itu, Andra masuk dan meletakkan apel kesukaan Sofi di meja sudut kamar mereka. Ia melihat istrinya itu tidak merespon sedikitpun apa yang ia bawakan untuknya. Andra mengerti, Sofi mungkin sudah kenyang dengan buah-buahan mewah itu sehingga ia tak menawarkan bawaannya. Andra duduk di samping Sofi yang berbaring sambil tersenyum-senyum sendiri. "Aku berharap suamiku bisa setara dengan para pria sukses di sana. Memakai jas mahal, arloji mewah... Rasanya menyenangkan sekali saat menjadi pusat perhatian," ujar Sofi, matanya berbinar mengenang pesta itu. "Aku sadar saat berdiri di dekat Riko, aku merasa sangat dihargai oleh tatapan para wanita itu," lanjutnya.Deg! Tangan Andra mengepal kuat, ia tak pernah menyadari sisi lain dari Sofi istrinya. Selama ini Sofi terlihat idak perduli dengan penampilan luar seseorang sehingga ia menyukainya. Dia tak pernah berpikir Sofi sama dengan ibu dan kakak perempuannya. Akan tetapi... apakah dia sungguh telah berubah? "Kau senang memil