Andra merenung dalam. Ia tahu betul bahwa Lucky Lucky belum sepenuhnya gulung tikar. Pasti ada sisa aset atau saham yang bisa diklaim Isabel, meski jumlahnya mungkin tak seberapa. Sayang sekali kinerja perusahaan itu benar-benar anjlok. "Kenapa tidak kuambil saja saham itu?" gumamnya dalam hati. Namun, pikirannya segera teralihkan. "Ah, untuk apa repot-repot? Masalah orang lain bukan urusanku." Ia memutuskan untuk tidak ikut campur. Fokusnya kini tertuju pada Andromeda. "Ini saatnya membuktikan kemampuan diri," tekadnya. "Ayah sudah memberiku wewenang penuh, aku akan manfaatkan sebaik-baiknya." Ia berjalan menuju ruang perpustakaannya, mengambil sebuah buku cerita anak-anak. Sambil menatap sampul buku yang menggambarkan pul
Pamannya ini berusaha keras untuk bisa datang ke perusahaan. Sudah pasti tujuan paman Gendon adalah untuk ikut campur dalam perusahaan. "Kenapa paman ingin menemuiku?" Paman Gendon tertawa terbahak-bahak, matanya menyipit menjadi garis tipis, memperlihatkan kelicikannya. "Ayahmu memang sangat cerdas. Menyimpan semua kekayaan untuk putra tunggalnya. Sungguh, aku sangat mengaguminya!" sindirnya dengan senyum yang semakin melebar. "Isabel, putriku sendiri, ternyata pandai berbohong padaku. Sangat mengecewakan." Andra semakin gusar. Ia tahu betul apa yang dimaksud Paman Gendon dengan kata-kata itu. "Aku tidak mengerti maksudmu, Paman. Lebih baik kita bicarakan ini di dalam." Gendon mengikuti Andra masuk ke dalam rua
"Di saat seperti ini, ada yang mau ketemu?" Andra menatap tajam ke arah Zein, kesal. "Lo sadar enggak sih kita lagi sibuk? Seharusnya lo bisa tolak aja." Zack ikut menimpali, "Iya, Zein. Lo tuh nggak bisa tegas kalau udah sama cewek cantik." Suasana rapat seketika canggung. Meski begitu, Andra akhirnya mengalah dan pergi menemui Sofi. Saat melihat Sofi dengan dress kuning cerah itu, Andra sejenak terpana. Kecantikan Sofi memang memukau. Wajah ayunya semakin lembut dan memikat. Dalam sekejap, semua kesalahan yang pernah Sofi perbuat seolah terlupakan. Sofi, yang sedang asyik mengamati lalu lalang orang dari jendela kafe, tak menyadari tatapan kagum Andra.
Isabel tercengang dengan pernyataan Andra. Isabel terbelalak mendengar pernyataan Andra yang tiba-tiba. "Tuan Andra, apakah Anda sadar dengan konsekuensi dari keputusan ini?" tanya Isabel, suaranya terdengar khawatir. "Kapal Danore adalah aset paling berharga kita. Kapal itu menyumbang pendapatan sebesar 1 miliar dolar setiap bulannya. Mengapa Anda menukarnya dengan lahan, tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi?" Andra mengangkat wajahnya, menatap Isabel dengan tatapan tajam. "Tentu saja aku harus melakukannya, apanya yang salah? Aku bisa memutuskan yang kuanggap perlu." Ditatap begitu, Isabel menelan salivanya. Sikap arogan Andra sepertinya seringkali tertuju padanya. Sebenarnya ia tak mengerti alasan Andra sering bersikap k
Setelah memasuki ruang pertemuan, Andra terkejut melihat begitu banyak wajah-wajah familiar. Ternyata, hampir seluruh dewan direksi, komisaris, dan staf keuangan perusahaan sudah berkumpul di sana. Matanya langsung mencari sosok Isabel. Ketika menemukannya, ia langsung menghampiri wanita itu. "Ada apa ini? Kenapa aku tidak diberitahu tentang pertemuan ini?" suaranya meninggi sedikit. "Tuan, saya sudah mencoba menghubungi Anda berkali-kali," jawab Isabel dengan tenang. "Seharusnya kau memberitahuku lebih awal!" bentak Andra, meskipun berusaha menahan emosinya. Beberapa pasang mata tertuju pada mereka. Isabel diam saja. Ia tahu bahwa Andra sengaja
"Tenang saja, kau tetap berada di posisimu, tapi kau tidak boleh ikut campur dalam proyek Andromeda." Isabel kembali menunduk lalu mengangguk patuh. "Aku mengerti," jawabnya pelan. Tentu saja, Isabel sedikit lega dengan penjelasan Andra. "Oke. Pergilah, dan terimakasih kopinya." Tiba-tiba suasana sedikit mencair setelah Andra mengulas sedikit senyum untuknya. Ketegangan di ruangan itu seketika menghilang.Isabel merasakan déjà vu. Perasaan familiar ini pernah ia rasakan sebelumnya. Seolah-olah ia sedang menjalani skenario yang sama berulang kali.
Andra melihat rincian schedule hari ini. Perhatiannya terpaku pada sebaris catatan pertemuan dengan utusan perusahaan Lucky Lucky, perusahaan mantan istrinya. "Kenapa ada pertemuan dengan perusahaan ini?" Andra menanyakan pada Zack, asisten barunya. "Aku tidak tau, Isabel yang memberiku catatan ini. Sepertinya mereka juga membuat reservasi makan siang di restoran ternama." "Apakah menurutmu ini pertemuan pribadi?" Andra sedikit cemas, terlihat jelas di wajahnya. "Ah kau ini, jelas itu atas nama perusahaan. Kau saja yang masih baper," omel Zack. "Benar juga, aku cuma
Kegagalan Sofi membujuk Andra membuat Sera sangat kecewa. "Sofi, gunakan otakmu, kau harus mendapatkan setidaknya satu proyek yang berkolaborasi dengan perusahaan Andromeda. Riko sudah mendapatkan informasi, proyek ini adalah Mega proyek yang menjanjikan." Sofi mengerucutkan bibirnya, "Kau juga lihat tadi bagaimana aku berusaha, tapi sepertinya dia memang tidak butuh." "Tidak mungkin! Aku yakin jika kau sedikit merayunya dia akan luluh padamu. Aku masih bisa merasakan tatapan matanya kepadamu. Aku yakin dia masih mencintaimu!" Sofi sedikit tersentak, ia meragukan asumsi Sera, tapi... ucapan itu sepertinya masuk akal.