Share

Kerjasama

Malam harinya, Isabel sudah menunggu di pelataran rumah Andra dengan sabar. Di tangannya, tergenggam sebuah tas berisi pakaian. Andra yang sudah bersiap dengan jas mahalnya segera menghampiri Isabel.

"Tuan Muda, Anda sudah siap?" sapa Isabel sopan, sambil tersenyum.

Andra membalas senyum Isabel, namun pandangannya tertuju pada pakaian yang dibawa Isabel. "Ini apa, Isabel?" tanyanya heran.

Isabel tersenyum tipis, "Anda harus memakai pakaian ini, Tuan Muda. Ini penting untuk rencana kita."

Alis Andra bertaut bingung. "Baju ini? Aku harus pakai baju supir?"

Isabel mengangguk mantap. "Benar. Ini hanya penyamaran sementara. Ingat, kita sedang menjalankan sebuah drama."

Andra semakin bingung, "Drama apa lagi ini? Kau ini atasan atau asistenku sih?"

Sementara itu Andra melihat penampilan Isabel yang mencolok dan berlagak.

"Maafkan aku, Tuan," kata Isabel menunduk hormat.

Andra berfikir sebentar, sepertinya ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari Isabel. Wanita ini bisa berbuat semaunya meskipun tau bahwa dirinya adalah atasannya.

"Apa kau serius?" tanya Andra tak yakin.

"Anda akan melihat siapa Riko sebenarnya. Aku akan menunjukkan pebisnis seperti apakah dia."

Andra melirik arlojinya, waktunya tak banyak lagi untuk berbicara.

"Baiklah, terserah kamu saja. Kau harus bertanggung jawab jika ada masalah."

Selesai mengganti pakaiannya, Andra duduk di belakang kemudi. Ia semakin terkejut saat melihat Isabel duduk di jok belakang dan berlagak seperti atasannya.

Andra merasa konyol sehingga ia tertawa kecil, "Lagipula kau lebih dipercaya ayahku daripada aku yang putranya sendiri," ujarnya mendengkus lalu melirik padanya lewat spion, "Kau cocok dengan penampilan itu."

Isabel tersenyum tipis, "Terimakasih Tuan. Akan tetapi ada hal lain yang harus Anda lakukan, kita harus bertukar panggilan."

"Hah, apa aku memanggilmu Tuan?"

"Bukan begitu, tapi Anda akan memanggilku Nona Muda."

"Hahahaha," Andra sungguh terkekeh sekarang, "Ini sangat menarik, tapi aku masih tak mengerti tujuan kita melakukan semua ini. Sepertinya kau akan merusak rencanaku untuk menghancurkan Riko dan Sofi."

"Saya rasa itu belum saatnya," jawab Isabel tegas.

Pertemuan dengan Perusahaan Ardene berada di sebuah kapal pesiar milik keluarga Riko di Kovitage beach, sebuah resort yang terkenal dengan deretan kapal pesiar mewah.

Sesampainya di sana Isabel turun dan berjalan dengan sangat elegan diikuti Andra di belakangnya.

Andra sempat mengomel saat Isabel berjalan begitu jumawa seakan dialah yang seorang bos.

"Aku merasa mendapatkan firasat buruk malam ini, kau tau aku selalu dipermalukan keluarga Sofi kan? Aku akan mengambil kesempatan ini tapi kau malah mengacau," celotehnya, kekesalan tergambar di wajahnya.

"Tuan Muda, ayah Anda Daren bukanlah seseorang yang suka pamer demi untuk membalas dendam. Dia sangat tenang dan hati-hati dalam bertindak," pungkas Isabel memrotes Andra yang banyak mengeluh.

Ucapan itu sontak membuat Andra mengerutkan keningnya, "Kau sedang menasehatiku?"

Isabel tak menjawab, hanya saja ini adalah kemauan Tuan Daren. Tuan Daren menginginkan Andra memimpin perusahaan dengan mental yang kuat. Mereka sangat yakin Sofi dan Riko adalah cobaan terbesar bagi Andra.

Andra mengikuti Isabel di sebuah aula besar sebagai pusat pesta yang diselenggarakan Riko.

Mereka disambut dengan hangat oleh seorang wanita muda berparas cantik tepat di depan dak pesiar.

"Nona Isabel, Tuan Riko sudah ada di pantry selatan, saya akan mengantar Anda ke sana."

Isabel mengangguk singkat dan mengikuti wanita tadi.

Benar saja, pantry khusus di kapal pesiar itu cukup besar dan mewah.

Pantry itu sungguh luar biasa. Porselen-porselen mahal menghiasi ruangan, berkilau lembut di bawah cahaya lampu. Andra takjub melihat kemewahannya. Tak heran jika Sofi dan keluarganya menginginkan kekayaan Riko.

Riko berdiri di sudut ruangan, senyum tipis terukir di wajahnya. "Nona Isabel," sapanya, matanya menyapu tubuh Isabel dari atas ke bawah. "Saya tak menyangka Andromeda mengirim utusan secantik Anda." Nada suaranya terdengar sinis. Ia melirik Andra sekilas, lalu kembali fokus pada Isabel. "Apakah Nona Isabel juga perlu rekomendasi untuk membuat keputusan, seperti Anda?" sindirnya, kecewa karena bukan pemilik Andromeda yang datang.

Sosok di balik nama Isabel masih menjadi misteri. Siapa sebenarnya wanita yang begitu dipercaya oleh Andromeda?

Isabel menatap tajam Riko, suaranya tegas, "Keputusan ada di tangan saya, Tuan Riko. Tidak perlu diragukan."

Riko tersenyum kecut, "Baiklah, baiklah. Saya hanya mengagumi kecakapan Anda. Bisakah kita mulai sekarang?"

"Tentu," jawab Isabel singkat. Waktu baginya sangat berharga.

Riko mengamati kepergian Isabel. Wanita itu memang luar biasa, cantik dan cerdas. Namun, sikapnya yang terlalu formal membuatnya sedikit jengkel.

Saat Andra hendak mengikuti Isabel, Riko menghentikannya dengan tangan terulur. "Maaf, saya ingin berbicara dengan atasan Anda sebentar. Anda bisa menunggu di sini."

Andra mengerutkan kening. Nada bicara Riko terdengar sedikit meremehkan. Sejak kapan dia punya hak untuk mengatur-atur? Dia tak tau siapa aku?

Hampir saja lidahnya kelu, hendak mengungkapkan identitas aslinya. Namun, peringatan Isabel tadi masih terngiang di telinganya.

Isabel yang melihat kejadian itu langsung bersuara tegas, "Dia asisten saya, Tuan Riko. Anda tidak berhak menghalangi."

Riko terdiam sejenak, matanya tak lepas dari Isabel. Aura percaya diri wanita itu cukup memukau. Jujur saja, ia mulai tertarik pada sosok misterius ini.

Akhirnya, Riko mengangguk pasrah. "Baiklah. Silakan," katanya, memberi jalan bagi Andra.

Di dalam ruang rapat yang sunyi di kapal pesiar itu, Riko mengantar mereka ke sebuah meja bundar. Di atas meja, beberapa berkas rancangan pembangunan real estate di pusat kota terhampar.

Isabel dan Andra sama-sama mengamati denah-denah tersebut dengan seksama. Setelah beberapa saat, raut wajah Isabel berubah menjadi kerutan.

"Bagaimana pendapat Nona Isabel?" tanya Riko, matanya tertuju pada Isabel.

Isabel melirik Andra yang terlihat sedang merenung. "Andra, apa pendapatmu tentang proyek ini?" tanyanya, seolah-olah meminta pendapat seorang ahli.

Andra menghela napas. "Menurut saya, Nona, proyek ini memiliki banyak kekurangan. Desainnya terlalu monoton dan tidak efisien," jawabnya tegas.

Riko mengerutkan kening, jelas tidak senang dengan kritik Andra. Namun, Isabel hanya tersenyum tipis, matanya bertemu dengan tatapan Riko. "Anda dengar sendiri, Tuan Riko. Pendapat Andra sangat berbobot."

"Tapi Nona..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status