Share

Bab 2

Michael tidak menyangka aku bahkan sudah mengemasi barang bawaanku, jadi dia bergegas menghentikanku.

Tiba-tiba, terdengar pintu utama terbuka.

Detik berikutnya, Sophie masuk sambil menggendong putrinya, Tiara Mischa.

Aku tidak menyangka ternyata kunci rumah kami yang menggunakan sistem sidik jari, ternyata bisa dibuka juga olehnya.

Padahal jelas-jelas aku sudah memberi tahu Michael kalau aku tidak ingin melihat Sophie di rumah ini.

Aku membencinya! Wanita yang sudah memfitnahku dan merebut segalanya dariku!

Tapi yang jelas, Michael tidak mengindahkan kata-kataku.

Saat melihatku, ekspresi Sophie berubah, dia memasang tampang sedih.

"Narella ...."

Tiara yang ada di sampingnya langsung bersembunyi di balik ibunya, seolah dia sudah bertemu dengan binatang buas saat melihatku.

"Tante Narella, jangan pukulin mamaku."

Aku menatap dingin gadis kecil yang baru berusia sepuluh tahun ini. Dia terlihat sangat polos.

Namun, anak ini juga yang sudah menuduhku memukuli Sophie di rumah orangtuaku.

Hari itu ada acara makan keluarga yang sudah kunantikan selama beberapa tahun.

Ini juga pertama kalinya orangtuaku mengizinkanku pulang sejak kecelakaan itu.

Aku berusaha keras membuat orang tuaku mencintaiku lagi, tapi Sophie malah menyeretku menuruni tangga.

Kakiku patah, tapi tidak ada yang peduli.

Semua orang malah bergegas menghampiri Sophie.

Mereka mengerumuninya dengan penuh kehangatan, aku pun menangis dan berkata, "Dia yang menyeretku di tangga."

Sophie tidak membela diri, tapi dengan mata memerah, dia berujar dengan nada getir, "Percaya saja sama omongan kakak."

Tiara tiba-tiba menangis. Sambil menuruni tangga, dia bertanya.

"Tante kenapa dorong mama?"

"Mamaku juga nggak mau datang mengganggu acara keluarga kalian. Kakek dan nenek yang maksa kami datang."

"Kalau Tante nggak suka kami di sini, kami bisa pergi kok."

"Buat apa Tante dorong mama?"

Setelah ucapan Tiara, ibuku langsung menamparku dengan kuat-kuat.

Dia berkata dengan jijik, "Kupikir beberapa tahun terakhir ini kamu sudah tulus bertobat, nggak kusangka kamu malah jadi lebih kejam lagi!"

Saat itu, air mataku mengalir deras.

Aku menangis dan berkata aku tidak mendorong Sophie, tetapi tidak ada yang memercayaiku.

Ayahku menatapku dengan dingin dan berkata dengan kecewa, "Jadi maksudmu, anak sekecil Tiara sudah tahu caranya berbohong?"

Michael mengepalkan tangannya dan berkata dengan dingin, "Narella, kamu benar-benar mengecewakan."

Andy datang dan menendang kakiku yang patah kuat-kuat dan membuatku menangis kesakitan.

Meski begitu, tak seorang pun peduli padaku. Mereka malah mendengus dingin melihat aku kesakitan.

Tidak ada yang berkata-kata, namun wajah mereka seolah mengatakan, "Sukurin!"

Andy berkata, "Dasar mama jahat! Aku benci kamu!"

...

Hari itu, aku tertatih-tatih meninggalkan rumah sambil menangis.

Aku masih ingat rasa sakit yang menyayat hati malam itu.

Saat itu, aku berencana menceraikan Michael.

Tapi dia dengan tenang merobek surat cerai dariku dan berkata.

"Narella, kamu ngerti nggak sih? Sekarang itu nggak ada orang yang sudi mencintaimu kecuali aku."

Aku tertegun dan tidak bisa berkata-kata, yang terpikir olehku hanyalah apa dia benar-benar mencintaiku?

Sepertinya dia tahu yang kupikirkan, dia mengejekku dengan berkata.

"Kalau nggak, mana mungkin aku terus-terusan memaafkanmu yang sudah melakukan begitu banyak kejahatan?"

"Narella, orangtuamu sudah nggak mau kamu lagi. Mereka memutuskan mengangkat Sophie jadi putri mereka."

"Jadi, kamu diam baik-baik di sisiku dan tebus kesalahanmu pada Sophie bersamaku, oke?"

Malam itu, aku yang merasa tidak dicintai pun luluh oleh ucapan Michael.

Aku sangat takut. Aku takut tak seorang pun di dunia ini yang akan mencintaiku. Aku takut jika kehilangan Michael dan Andy, aku akan jadi gelandangan seperti anak yatim piatu, tidak ada pegangan apa pun di dunia ini.

Aku tidak mau jadi rumput liar yang diinjak semua orang.

Jadi, aku belajar untuk menyerah dan bersabar.

Aku tidak lagi membela diri, aku membiarkan Michael dan Andy mengabaikanku karena memilih Sophie dan putrinya dengan dalih aku sedang menebus kesalahanku.

Namun toleransiku tidak membuahkan hasil yang baik.

Terlalu menyakitkan untuk kembali mengingat masa lalu, perenunganku tiba-tiba disela Andy yang bergegas mendekat.

Andy mendorongku, bergegas mendekat ke Tiara dan langsung menghiburnya.

"Jangan takut Tiara, ada aku dan papa di sini, nggak ada yang bisa mengganggumu dan Tante Sophie."

Andy tidak lupa memperingatkanku.

"Kalau kamu berani menyakiti mereka, aku nggak akan mengakuimu sebagai mamaku lagi."

Tiara memasang wajah bijaksana dan berkata, "Kak Andy, jangan terlalu galak sama Tante ...."

Tiara menatapku sambil tersenyum penuh kemenangan, "Tante, aku tahu kok Tante nggak suka aku dan mama."

"Tapi aku dan mamaku nggak kayak Tante, kami nggak punya apa-apa. Jadi boleh nggak jangan mengusir kami?"

Tiara memang aktor berbakat, dia terlihat begitu polos.

Aku tersenyum padanya, "Kamu nggak punya apa-apa? Kok bisa? Rumah ini 'kan akan jadi milik kalian."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status