Akhirnya mereka semua keluar dari rumah pak Mansyur. Hari itu sang ayah memang tak di rumah karena sedang ada kerjaan di luar kota. Namun, pria tua itu sudah memberikan kunci rumah sewaan yang diberikan pada Zea. "Cukup bagus selera ayahmu," ujar Gio saat memasuki halaman rumah. Dirinya tidak menyangka jika ayah mertuanya itu memiliki selera yang bagus juga. Ia kira akan dicarikan rumah sewaan yang kumuh ataupun jelek, ternyata dirinya yang terlalu berpikir negatif tentang Pak Mansyur, buktinya saja Pak Mansyur mencarikan rumah sewaan yang cukup bagus dan baik sekali."Ayah memang seleranya bagus. Walau hanya rumah sewaan, tapi lumayan kan dari pada tinggal di rumah megah kamu." Zea melirik ke arah sang suami. "Coba kamu bawa koper itu aku tidak bisa membawanya."Gio benar-benar merasa begitu sangat senang, walaupun ia memang tidak terbiasa melakukan pekerjaan itu tanda kumat tetapi diminta tolong oleh istrinya benar-benar membuat ia merasa begitu sangat senang. "Kan enak coba dar
Outlen 9"Apa kamu sedang memikirkan sesuatu untuk membuat Sella menderita?" tanya Zea. Sepertinya Zea bisa menebak isi pikiran dari suaminya itu. Melihat Gio dirinya sangat yakin pasti suaminya itu tidak akan tinggal diam apalagi saat saudara tirinya itu menghina Gio dengan benar-benar sangat keterlaluan. Dirinya saja begitu kesal, apalagi Gio yang dihina-hina seperti itu terlebih lagi Gio memiliki kekuasaan, pasti dia bisa melakukan apapun."Aku bukan sedang memikirkan, tapi akan membuat Sella bernasib sama seperti Dara." Gior terlihat sangat serius apalagi mereka semua membuat istrinya begitu menderita. Dirinya akan memberikan pembalasan yang setimpal. Ia tidak mau jika sampai mereka semua bisa berbahagia di atas penderitaan istrinya. Gio tidak akan pernah bermain-main, jika ia memiliki sebuah rencana, maka ia akan menjalankannya.Awalnya dia meragukan ayah kandung Zea, tapi dengan adanya dia memberikan rumah kontrakan padanya itu sudah cukup membuktikan jika ayah kandung Zea sud
"Mama terlalu memanjakan Kak Dara. Gara-gara itu kepercayaan Papa pun hilang pada kita. Aku engak mau jadi tulang punggung, Papa pelit sama mama. Mama Minta uang aku terus," cecar Sella. Sella benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran ibunya itu. Dirinya tidak mau menanggung beban keluarga lagi, karena ibunya yang membiarkan hasil dari rumah ini. Dirinya benar-benar tidak akan pernah mau untuk menggantikan tugasnya itu. Salah siapa sang ibu selalu membelanjakan kakaknya sampai-sampai berikan satu miliar seperti itu."Kamu kok begitu, Mama ini mama kamu. Apapun pun mama berikan buat kamu, durhaka kamu ya!" Bu Layla marah pada Sella dan tak terima dengan perkataan sang anak. Harusnya Sella berbakti padanya, tapi malah perhitungan saat dia meminta uang. Padahal dulu apa-apa selalu dirinya berikan untuk anak-anaknya itu, ia benar-benar sangat tidak menyukai hal tersebut. Seharusnya anaknya itu mau mengerti dengan seperti ini. Bahkan, kini Dara pun malah susah dimi
"Kakek datang untuk memberi tahu untuk tidak asal membuat keputusan. Dengan alasan apa kamu memutuskan sepihak perusahaan Pak Abdul?""Jadi itu? Apa urusan kakek?""Anak ini!" Sang kakek terlihat marah lalu mengangkat tongkatnya hendak melempar ke arah Gio. Namun, tak jadi karena Sasy tiba-tiba muncul. "Kakek, jangan." Sasy berujar dengan manja. Bak penyelamat Gio, wanita itu pun tersenyum pada Gio berharap mendapat simpati. Sayangnya Gio tak membalas senyuman itu. Sasy pun kembali berinteraksi dengan Kakeknya Gio. "Ke, jangan marah-marah. Gior itu tidak bisa di kasari," ujar Sasy. Dia mencoba kembali menarik simpati sang kakek. "Kamu membela dia karena kamu cinta sama dia. Tapi bagaimana pun dia tak bisa seenaknya melakukan pembatalan kontrak yang sudah ditanda tangani." Lagi sang kakek berbicara. Gio menatap tak suka pada Sasy. Masih berani sekali wanita itu muncul dihadapannya setelah apa yang dia lakukan. Muak, itu yang ada dipikiran Gio. "Jika tak ada yg dibahas lagi, aku
"Kamu membentak cucu saya?" Zea mulai panik dan gugup, awalnya dia hanya ingin membuat Gio tak emosi. Dirinya pun tak suka saat Gio bersikap tak sopan. Apalagi berbicara dengan sang kakek dengan nada tinggi.Gio merasa cemas juga takut sang kakek malah marah pada Zea. Dia paham jika kakeknya tak suka jika anak cucu nya di hina atau direndahkan oleh orang lain. "Saya hanya tidak suka jika Pak Gior seperti itu. Masa dia menginginkan kakeknya meninggal. Lagi pula, Pak Gior harus lebih merendah dan meredakan emosi pada Anda yang lebih muda. Saya, tidak bermaksud apa-apa," ujar Zea. Zea, wanita cerdas. Dia berusaha bersikap sopan dan wajar. Terlihat Gio mengembuskan napas lega saat Zea bicara. Ya, memang dirinya keterlaluan dengan sang kakek. "Nama kamu siapa tadi?" Pak Wicak malah bertanya pada Zea."Namanya Zea.""Bukan kamu yang kakek tanya. Dia, kamu siapa namanya?" Sang kakek mengulang ucapannya. "Zea nama saya." Zea menunduk hormat. "Sa--saya minta maaf, bukan maksud saya membe
Gior melangkah masuk ke ruangan meeting yang ada di lantai 15. Kantor cabang perusahaan Gior yang menempatkan Sella adiknya Zea. Tidak ketinggalan Zea juga Aleta ikut bersama Gior. Beserta Agra yang kini berada di sisi kirinya. Sella terkejut melihat kehadiran Zea bersama CEO kantornya. "Apa dia terkejut?" bisik Gior pada Zea. "Entah, sudahlah Mas. Jangan banyak berinteraksi denganku." Zea langsung mendekati Aleta.Aleta memasang wajah kecut, pasalnya hari ini Zea ikut bersama dengan rombongan mereka. Biasanya hanya dia dan Arga, tapi malah Zea kini ikut andil kemana pun sangat bos pergi."Kamu kenapa sih sering banget deket-denget sama Pak Gior? Sudah bosan bekerja di sini?" Aleta bicara pelan. "Kamu tanya saja Pak Gior. Emang kamu liat aku yang deketin dia, bukannya dia yang mendekat ke arahku?" Zea tersenyum penuh arti. Aleta kembali masam, memang benar adanya. Pak Gior yang mendekat pada Zea, pernah sering dia memergoki saat Gior lewat depan Zea dan mengelus rambutnya. Tidak
Sella masih terduduk dengan lemas di ruangan meeting setelah Zea meninggalkan dirinya. Bagaiamana mungkin dia kalah dari sang kakak. Selama ini, ibunya sudah menghalangi Zea untuk maju. Bahkan, sebagai tak mmeberikan izin untuk kuliah hanya karena tak ingin Zea lebih unggul dari Dara dan Sella. Licik memang Bu Layla kala itu sampai saat ini pun masih sama. Sella mengusap wajah kasar, hari ini adalah hari yang paling ditunggunya. Di mana sebuah kerja keras dan hasil yang harusnya mendapatkan tepukan tangan atau pujian malah berakhir dengan kekecewaan. "Sial!""Sell, sabar," ujar salah satu teman Sella. "Bagaimana aku bisa sabar. Hasil kerja keras malah nol. Sama sekali tidak membuahkan hasil," ujar Sella. "Tapi, mungkin kamu harus bisa memperbaiki lagi. Memang ada beberapa point yang kurang greget. Bukan hanya Pak Gior yang menilai. Bukannya aku bilang kemarin lebih baik kamu revisi beberapa bagian?""Alah kamu jangan sok tahu. Pekerjaan aku ini sebenarnya bagus. Itu karena Zea, di
"Lebih baik kamu keluar Sella." Zea menarik paksa adik sambungnya itu. Namun, Sella memberontak dan mendorong Zea hingga jatuh tersungkur. Melihat hal itu Gior pun gegas menghampiri Zea dan membantunya. "Kamu!" Netral Gior tajam menatap Sella. "Pak, dia yang lebih dulu membuat saya kesakitan," ujar Sella. "Saya tidak mau mendengar apa yang kamu katakan, lebih baik kamu tinggalkan tempat ini atau bukan hanya presentasi kamu yang saya batalkan, tapi kamu saya resign kan. Paham?"Sella terkesiap, dia merasa dunianya hancur dan semua itu karena Zea. Mana mungkin Pak Gior bisa membela Zea jika tak ada timbal balik. Dengan terpaksa Sella ke luar dari ruangan itu dengan napas yang memburu. Dia merasa apa yang mungkin dirasakan oleh Dara. Kegagalan, juga harapan mendapatkan bonus besar dari sang bos. "Kenapa hidupku seperti ini sih? Awas saja kamu Zea!" Masih saja Sella menyalahkan Zea, padahal Zea tak tahu apa pun tentang apa yang di lakukan suaminya untuk membalas dendam pada keluarga
"Maksud kamu apa?" Bu Layla panik dengan ucapan Gior. Kekhawatiran mulai terlihat jelas di wajahnya.Tanpa berkata apa pun lagi, Gior mulai membuka kedoknya. Dia dengan tenang melepaskan tompel yang menempel di pipinya, kemudian membenarkan rambutnya, dan membersihkan wajahnya dari semua penyamaran. Dalam sekejap, sosok yang selama ini dianggap sebagai "si miskin" berubah menjadi pria elegan dengan aura otoritas.Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mata mereka terpaku pada Gior. Mereka terkejut melihat perubahan drastis dari pria yang selama ini mereka remehkan."Ti-tidak mungkin si miskin itu adalah Pak Gior," ucap Sella dengan suara gemetar. Gadis itu merasa tubuhnya memanas dan dingin bersamaan, terutama setelah mengetahui bahwa dia baru saja mencoba menghancurkan Zea, istri seorang CEO.Dara, yang berdiri di sampingnya, tampak lebih terkejut. "Ma, ini enggak mungkin, kan?" tanya Dara dengan suara lemah pada Bu Layla, yang juga sama bingungnya.Pak Abdullah dan Farhat, yang sela
Pak Abdullah, dengan wajah penuh ketidakpercayaan, menghampiri Pak Wicaksono. "Pak, tidak salah dengar?" tanyanya, masih terkejut bahwa Pak Mansyur, yang dianggapnya hanya seorang pengusaha kecil, mendapatkan kontrak saham dengan perusahaan besar yang sebelumnya membatalkan kontrak mereka.Pak Wicaksono, dengan tenang, menatap Pak Abdullah. "Tidak, memang benar. Ada apa memangnya?" tanya Pak Wicaksono dengan nada datar, seolah tak terpengaruh oleh kekhawatiran Pak Abdullah.Pak Abdullah tak mau menyerah begitu saja. "Perusahaan Pak Mansyur itu masih kecil, Pak. Kemungkinan besar tidak akan memberikan benefit tinggi. Lebih baik batalkan saja dan bekerja sama dengan perusahaan saya, yang jelas-jelas sudah besar dan mapan," katanya, mencoba meyakinkan Pak Wicaksono sambil meremehkan kualitas perusahaan Pak Mansyur.Saat itu, Gior, yang mendengar percakapan mereka, menghampiri kakeknya. Dengan senyum kecil di bibirnya, ia tertawa pelan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "P
Farhat menepis tangan Gior dengan kasar, lalu menepuk-nepuk kemejanya seolah jijik setelah disentuh oleh Gior. "Orang miskin tidak pantas di sini," katanya dengan nada penuh kebencian. "Satpam, usir mereka!" titahnya, seperti merasa dirinya pemilik acara dan berkuasa penuh atas tempat itu.Suasana semakin panas ketika Sella, yang sepertinya sengaja ingin memicu keributan, muncul dengan sebuah rencana liciknya. Dengan sengaja, dia menunjukkan foto-foto yang memfitnah Zea dan Pak Gior sedang bersama, mencoba menciptakan kesan bahwa mereka berselingkuh."Ini dia buktinya!" seru Sella dengan penuh semangat, memamerkan foto-foto itu kepada orang-orang di sekelilingnya. "Wanita ini munafik! Sudah punya suami, tapi malah berselingkuh. Dasar murahan!"Kerumunan mulai bergemuruh, desas-desus dan tatapan merendahkan mengarah kepada Zea. Namun, sebelum tudingan Sella semakin menggila, tiba-tiba Pak Mansyur, ayah Zea, muncul dari kerumunan. Dengan wajah penuh kemarahan, dia berdiri di depan Zea u
Setelah suasana mulai mencair, Pak Wicaksono keluar dari ruangan Gior dengan ekspresi yang sulit ditebak. Di luar, tampak Aleta, salah satu karyawan, berdiri menunggu dengan gelisah. Desas-desus tentang hubungan terlarang antara Zea dan Gior telah beredar dengan cepat, dan Aleta, yang sudah lama mencurigai sesuatu, tak sabar ingin tahu kebenarannya.Begitu Zea keluar dari ruangan, Aleta segera menghampirinya. "Zea, jadi benar kamu dan Pak Gior selingkuh? Ih, gila kamu! Sudah punya suami, masih saja menggoda bos kamu. Dasar murahan!" tuding Aleta dengan nada penuh kebencian.Zea menghentikan langkahnya, lalu menatap Aleta tajam. "Stop mengatakan aku murahan," balas Zea dengan tenang tapi tegas. "Jaga bicara kamu, atau aku akan meminta Pak Gior memecat kamu. Sama seperti aku meminta Pak Gior memutuskan kontrak dengan Pak Abdullah." Sebuah senyum kecil terlihat di bibir Zea, penuh kepastian.Aleta terkejut dengan respons Zea. Dia tak menyangka bahwa Zea, yang biasanya tampak pendiam dan
Pak Wicaksono merasa kecewa bukan karena cucunya, Gior, sudah menikah, melainkan karena Gior tidak terbuka sejak awal. Dengan nada marah tapi tegas, Pak Wicaksono menegur Gior atas kerahasiaannya."Aku hanya takut kakek tidak merestui," ujar Gior, dengan nada rendah.Pak Wicaksono menggeleng pelan, merasa kesal dengan alasan cucunya. "Kamu ini benar-benar membuat onar, Gior. Bereskan kabar miring yang sudah tersebar di luar. Kalau kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu, selesaikan semuanya. Jangan lari dari tanggung jawab."Gior mengangkat dagu dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Zea disalahkan. Pak Wicaksono, kakeknya, menatap Zea dengan tatapan penuh pertanyaan. Dia merasa heran dengan menantunya yang memilih bekerja di perusahaan suaminya, padahal dengan statusnya sebagai istri cucunya yang kaya raya, seharusnya Zea bisa menikmati hidup dengan lebih santai tanpa perlu terlibat dalam urusan bisnis keluarga."Katakan, permainan apa yang sedang kalian maink
Situasi itu tak di sangka membuat Gior dan Zea tertangkap basah. Apalagi ada info yang menyudutkan mereka. Kedatangan sang kakek pun tak lepas membahas masalah itu. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika ternyata apa yang keduanya lakukan justru kini menjadi bumerang besar. Ia tidak tahu jika Aleta melihat hal tersebut bahkan bukan hanya aletta yang melihat tetapi kakek dari Gio juga melihat apa yang mereka berdua lakukan. Ya sudah benar-benar merasa bingung dirinya tidak bisa memikirkan alasan yang tepat apalagi orang-orang di kantor ini mengetahui jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bertompel. Semua orang tidak mengetahui jika lelaki bertompel itu adalah Gio. Masa iya dirinya dikira selingkuh dengan suaminya sendiri? "Kalian berdua, saya tunggu di dalam!" titah sang kakek. Zea dan juga Gio hanya saling memandang, keduanya tidak banyak bicara daripada berdebat di hadapan semua orang lebih baik menurut. Gio benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Mere
Gior menghubungi Agra untuk mempersiapkan semua berkas yang akan di buat meeting siang ini. Dirinya akan hadir dan memberikan beberapa saham pada Pak Mansyur. Mungkin bukan saham besar, tapi saham kecil yang mungkin nanti akan menjadi besar. Dirinya tidak tega melihat perusahaan sang mertua yang sudah berada di ujung tanduk itu. Bagaimanapun juga ia ingin menjadi menantu yang baik dan walaupun Pak Mansyur tidak mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi geo memang benar-benar berniat ingin membantu mengembangkan perusahaan milik ayahnya itu. Melihat Pak Mansyur yang sudah berubah menjadi baik kepada dirinya dan juga sang istri membuat hati Gio benar-benar sangat tergerak sekali.Setelah itu, Gio pun bersiap untuk pergi ke perusahaan. Dengan alasan akan makan siang. Sepertinya hanya alasan itu yang sangat masuk akal tidak mungkin jika dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bisa-bisa sang ayah mertua akan sangat sok sekali mendengar apa yang dirinya katakan tersebut."Yah, aku m
Pagi hari menjelang siang, Pak Mansyur dan Gio sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan. Zea juga sudah siap ke kantornya, setelah itu Gio mengirim pesan pada Arga untuk meng-handle semua urusan di kantor untuk beberapa hari. Pokoknya dirinya menginginkan jika tidak akan ada masalah baru dan masalah-masalah lainnya yang akan menghambat semuanya. Dirinya ingin berperan sebagai menantu yang baik, melihat mertuanya yang sudah hampir putus asa benar-benar membuatnya merasa begitu sangat kasihan sekali.Gio pun sampai di perusahaan sang mertua. Memang sudah sepi tak banyak karyawan yang setia. Rasanya benar-benar sangat miris melihat perusahaan Pak Mansyur yang berada di ujung tanduk ini, menurutnya Pak Mansyur orang yang mudah dibohongi dan orang yang tidak mahir dalam mencari klien."Boleh saya lihat file beberapa klien?" tanya Gio pada salah satu karyawan pak Mansyur. Kebetulan saat itu mertuanya sedang menemui investor di ruangannya. Gio lebih mudah mencari tahu dan mendalami apa yang
Gio benar-benar memberikan sebuah saran kepada ayahnya, tidak mungkin jika tiba-tiba perusahaannya langsung mengajukan investasi ke perusahaan Pak Mansyur, jika tidak ada proposal yang diajukan mungkin saja Pak Mansyur akan curiga. Maka dari itu ia memilih untuk mengatakan hal tersebut. Dirinya berharap jika mertuanya mau mengajukan proposal ke perusahaannya agar dirinya bisa menyuntikkan dana untuk bisa membantu perusahaan sang mertua yang memang sudah berada di ujung tanduk itu. Pak Mansyur hanya menoleh saja ke arah sang menantu seolah-olah saran yang diberikan menantunya itu hanya berujung sia-sia saja. Mana mungkin perusahaan besar seperti Gior bisa membantu perusahaannya yang sudah hampir gulung tikar. Perusahaan-perusahaan kecil saja tidak ada yang mau menaruh saham apalagi perusahaan besar yang tentu saja mereka akan memperhitungkan tentang untung dan ruginya lebih detail lagi dan sepertinya perusahaannya tidak akan menguntungkan sama sekali untuk perusahaan Gior itu."Mana m