"Kakek datang untuk memberi tahu untuk tidak asal membuat keputusan. Dengan alasan apa kamu memutuskan sepihak perusahaan Pak Abdul?""Jadi itu? Apa urusan kakek?""Anak ini!" Sang kakek terlihat marah lalu mengangkat tongkatnya hendak melempar ke arah Gio. Namun, tak jadi karena Sasy tiba-tiba muncul. "Kakek, jangan." Sasy berujar dengan manja. Bak penyelamat Gio, wanita itu pun tersenyum pada Gio berharap mendapat simpati. Sayangnya Gio tak membalas senyuman itu. Sasy pun kembali berinteraksi dengan Kakeknya Gio. "Ke, jangan marah-marah. Gior itu tidak bisa di kasari," ujar Sasy. Dia mencoba kembali menarik simpati sang kakek. "Kamu membela dia karena kamu cinta sama dia. Tapi bagaimana pun dia tak bisa seenaknya melakukan pembatalan kontrak yang sudah ditanda tangani." Lagi sang kakek berbicara. Gio menatap tak suka pada Sasy. Masih berani sekali wanita itu muncul dihadapannya setelah apa yang dia lakukan. Muak, itu yang ada dipikiran Gio. "Jika tak ada yg dibahas lagi, aku
"Kamu membentak cucu saya?" Zea mulai panik dan gugup, awalnya dia hanya ingin membuat Gio tak emosi. Dirinya pun tak suka saat Gio bersikap tak sopan. Apalagi berbicara dengan sang kakek dengan nada tinggi.Gio merasa cemas juga takut sang kakek malah marah pada Zea. Dia paham jika kakeknya tak suka jika anak cucu nya di hina atau direndahkan oleh orang lain. "Saya hanya tidak suka jika Pak Gior seperti itu. Masa dia menginginkan kakeknya meninggal. Lagi pula, Pak Gior harus lebih merendah dan meredakan emosi pada Anda yang lebih muda. Saya, tidak bermaksud apa-apa," ujar Zea. Zea, wanita cerdas. Dia berusaha bersikap sopan dan wajar. Terlihat Gio mengembuskan napas lega saat Zea bicara. Ya, memang dirinya keterlaluan dengan sang kakek. "Nama kamu siapa tadi?" Pak Wicak malah bertanya pada Zea."Namanya Zea.""Bukan kamu yang kakek tanya. Dia, kamu siapa namanya?" Sang kakek mengulang ucapannya. "Zea nama saya." Zea menunduk hormat. "Sa--saya minta maaf, bukan maksud saya membe
Gior melangkah masuk ke ruangan meeting yang ada di lantai 15. Kantor cabang perusahaan Gior yang menempatkan Sella adiknya Zea. Tidak ketinggalan Zea juga Aleta ikut bersama Gior. Beserta Agra yang kini berada di sisi kirinya. Sella terkejut melihat kehadiran Zea bersama CEO kantornya. "Apa dia terkejut?" bisik Gior pada Zea. "Entah, sudahlah Mas. Jangan banyak berinteraksi denganku." Zea langsung mendekati Aleta.Aleta memasang wajah kecut, pasalnya hari ini Zea ikut bersama dengan rombongan mereka. Biasanya hanya dia dan Arga, tapi malah Zea kini ikut andil kemana pun sangat bos pergi."Kamu kenapa sih sering banget deket-denget sama Pak Gior? Sudah bosan bekerja di sini?" Aleta bicara pelan. "Kamu tanya saja Pak Gior. Emang kamu liat aku yang deketin dia, bukannya dia yang mendekat ke arahku?" Zea tersenyum penuh arti. Aleta kembali masam, memang benar adanya. Pak Gior yang mendekat pada Zea, pernah sering dia memergoki saat Gior lewat depan Zea dan mengelus rambutnya. Tidak
Sella masih terduduk dengan lemas di ruangan meeting setelah Zea meninggalkan dirinya. Bagaiamana mungkin dia kalah dari sang kakak. Selama ini, ibunya sudah menghalangi Zea untuk maju. Bahkan, sebagai tak mmeberikan izin untuk kuliah hanya karena tak ingin Zea lebih unggul dari Dara dan Sella. Licik memang Bu Layla kala itu sampai saat ini pun masih sama. Sella mengusap wajah kasar, hari ini adalah hari yang paling ditunggunya. Di mana sebuah kerja keras dan hasil yang harusnya mendapatkan tepukan tangan atau pujian malah berakhir dengan kekecewaan. "Sial!""Sell, sabar," ujar salah satu teman Sella. "Bagaimana aku bisa sabar. Hasil kerja keras malah nol. Sama sekali tidak membuahkan hasil," ujar Sella. "Tapi, mungkin kamu harus bisa memperbaiki lagi. Memang ada beberapa point yang kurang greget. Bukan hanya Pak Gior yang menilai. Bukannya aku bilang kemarin lebih baik kamu revisi beberapa bagian?""Alah kamu jangan sok tahu. Pekerjaan aku ini sebenarnya bagus. Itu karena Zea, di
"Lebih baik kamu keluar Sella." Zea menarik paksa adik sambungnya itu. Namun, Sella memberontak dan mendorong Zea hingga jatuh tersungkur. Melihat hal itu Gior pun gegas menghampiri Zea dan membantunya. "Kamu!" Netral Gior tajam menatap Sella. "Pak, dia yang lebih dulu membuat saya kesakitan," ujar Sella. "Saya tidak mau mendengar apa yang kamu katakan, lebih baik kamu tinggalkan tempat ini atau bukan hanya presentasi kamu yang saya batalkan, tapi kamu saya resign kan. Paham?"Sella terkesiap, dia merasa dunianya hancur dan semua itu karena Zea. Mana mungkin Pak Gior bisa membela Zea jika tak ada timbal balik. Dengan terpaksa Sella ke luar dari ruangan itu dengan napas yang memburu. Dia merasa apa yang mungkin dirasakan oleh Dara. Kegagalan, juga harapan mendapatkan bonus besar dari sang bos. "Kenapa hidupku seperti ini sih? Awas saja kamu Zea!" Masih saja Sella menyalahkan Zea, padahal Zea tak tahu apa pun tentang apa yang di lakukan suaminya untuk membalas dendam pada keluarga
"Aku dengan Pak Gior?""Iya kamu dan bos kamu. Apa benar apa yang terjadi dengan Farhat itu karena kamu?" Pertanyaan sang ayah membuat Zea bingung untuk menjawabnya. Tidak mungkin dia mengatakan jika Gior adalah Gio suaminya yang buruk rupa. Belum ada intruksi dari sang suami untuk membuka jati diirnya pada sang ayah. Hanya bisa menarik napas lalu kembali mencoba tenang dalam menjelaskan pada sang ayah. "Aku dan Pak Gior hanya sebatas bos dan karyawan. Kalau pemikiran ayah aku seperti yang dikatakan Kak Dara, berarti ayah belum berubah dan masih sama." "Bukan seperti itu Zea. Hanya saja ayah tak mau kamu di fitnah. Kamu wanita baik-baik yang lahir dari rahim wanita hebat. Ayah tidak suka mereka mengatakan hal demikian. Apalagi kamu punya suami. Ayah tidak mau suamimu berpikir hal yang tidak-tidak," ujar sang ayah. Benar kata ayahnya, tapi lidah Zea kelu tak bisa menjelaskan yang sebenarnya. Dia kasihan melihat sang ayah yang sedang kebingungan. "Kamu jangan ambil hati apa yang a
"Kamu dari mana Sella?" tanya sang ibu. Sejak tadi bu Lalya menunggu kedatangan sang anak, tapi Sella pulang malam tanpa mengabarinya. Sebagai ibu, dia pun merasa cemas. Sella muncul lalu menghampiri sang ibu. Masih dengan emosi yang melendak dia pun kembali menceritakan apa yang terjadi. Semua karena Zea, itu yang terlintar dari mulut Zea. Lagi-lagi Zea yang menjadi sasaran kemarahan Sella. "Kurang ajar. Semakin lama semakin menjadi si Zea itu. Kita harus bertindak," ujar sang ibu. "Awas saja kalian menyentuh Zea!" Tiba-tiba Pak Mansyur datang tanpa mereka tahu. Sontak Bu layla menahan Sella untuk tidak bicara lagi karena suaminya sedang emosi. "Pa tapi Zea merugikan aku. Kenapa sih sekarang Papa lebih membela Zea dari pada aku?" Tidak bisa ditahan Sella pun bicara dengan Pak Mansyur. "Karena Zea anak papa. Selama ini papa buta oleh perkataan kalian yang busuk. Ini bukan salah Zea, tapi memang semua balasan untuk kalian yang Zolim pada Zea."Netra Pak Mansyur begitu merah men
"Kita pergi dari sini," ujar Farhat pada istrinya. "Tapi Mas, dia ---"Belum juga selesai bicara, Farhat sudah menarik istrinya. Dia tidak mau terjadi sesuatu pada bisnisnya yang akan merugikan dirinya. Cukup kesalahannya kemarin yang membuat perusahaan sang ayah merugi. Dirinya tak mau jatuh miskin dan kehilangan harta yang kini dia jaga. "Mas, aku belum selesai." Dara menarik tangannya. "Cukup Dar. Kalau kamu kesana, pasti Zea kembali mengadu yang bukan-bukan pada Pak Gior. Kamu mau kita tambah susah? Bukannya kamu bilang Sella pun kehilangan kontraknya?"Dara bungkam, iya benar yang dikatakan oleh sang suami. Lebih baik dia diam dan menyusun strategi lain untuk membalas Zea. "Aku peringatkan kamu, jangan berbuat di luar sepengetahuan aku. Kalau aku tahu kamu lihat apa yang akan aku lakukan," ujar Farhat. Kali ini Dara tidak bisa membantah. Farhat tak mau mengambil resiko, sang ayah saja sudah berusaha menemui kakeknya Giro dan tidak berhasil. Bagaimana jika dirinya melakukan