INHERITED HUSBAND
04 – PENGHUNI RUMAH MISTERIUS
Seumur hidup, Rengganis jarang berlari.
Berat tubuhnya menghalangi kecepatan larinya. Baru beberapa meter saja, dia sudah ngos-ngosan. Tapi saat ini, kedua tungkainya berlari secepat kilat. Napasnya berembus di udara saat mulutnya terbuka, dia memacu kakinya agar segera pergi dari sana.
Dari lelaki aneh dan rumah menyeramkan itu.
Sepertinya dia tersesat. Sepertinya dia salah alamat. Sepertinya dia tidak sengaja masuk ke alam gaib yang ada di hutan ini.
Rengganis menelan ludahnya, kembali memacu kakinya agar berlari secepat mungkin. Dia bisa melihat gerbang besi hitam yang terbuka. Dia terengah, jantungnya bertalu-talu di dada, berdenging di telinganya, adrenalin menderas dalam aliran darahnya, dia hampir oleng, tapi ketakutan dan kengeriannya mengalahkan segalanya.
Di otaknya saat ini hanya ada satu tujuan: LARI.
Langkahnya semakin mendekat, tangannya menggapai hendak meraih gerbang, saat tiba-tiba saja tidak ada angin tidak ada hujan, gerbang itu melayang dan menutup di hadapannya.
Sreett! Brakk!
Gerbang menutup, gerendel terkunci dengan sendirinya.
Sontak Rengganis mengerem mendadak. Dia berusaha mengatur napasnya sambil mengerjap tidak percaya.
“Nyai, mau kemana?”
Rengganis menoleh kaget. Dia terbelalak saat menyadari kalau Narendra sudah berdiri di belakangnya sambil bersedekap.
Gimana caranya lelaki itu bisa berdiri di belakangnya tanpa terlihat habis berlari?
“Eh, um ….” Otaknya blank. Dia tidak bisa mengarang alasan apa pun.
Narendra mendekat, Rengganis mundur perlahan. Seberkas senyum membayang di wajah Narendra, ia menyadari ketakutan yang memancar dari gadis gendut ini. Jakunnya bergerak naik turun saat ia menahan dahaganya.
“Nyai sudah datang jauh-jauh kemari, silakan masuk dulu. Kamarnya sudah siap.”
Kamar?
Langkah Rengganis semakin menjauh, dia berjalan mundur dengan waspada.
Narendra melanjutkan, “Maaf kalau saya membuatmu terkejut.”
Bukan terkejut, Rengganis berada dalam fase shock. Dia terus mundur sampai punggungnya menabrak gerbang besi. Angin berhembus cukup kencang, membuatnya kembali menggigil. Keringat menetes di dahinya yang lengket.
“Hari sudah malam, sebaiknya masuk dan beristirahat di kamar.”
Rengganis menggeleng.
“Kenapa?” tanya Narendra yang menangkap gelengannya.
Rengganis menelan ludahnya susah payah, dia berusaha menemukan kembali suaranya, “A-aku …. Sebaiknya pulang saja.”
Ya, ya. Lebih baik pulang dari pada tinggal di rumah berhantu itu. Dia tidak mau ambil risiko bermalam di tempat yang asing.
Alis Narendra naik, dia bertanya sambil mengulum senyumnya, “Naik apa?”
“Eh ….” Rengganis menyadari kalau ia berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Dia sedang berada di tengah hutan yang gelap gulita. Tanpa kendaraan dan tanpa petunjuk arah.
“Nyai,” panggil Narendra lagi, dia mengulurkan tangannya, “mari masuk.”
Suaranya terdengar lembut. Rengganis menatap tangannya yang terulur ke arahnya, terasa mengundang. Ada dorongan yang tak kasatmata yang membuatnya mengulurkan tangannya menyambut tangan Narendra. Rengganis melangkah ragu dan perlahan.
Tapi sorot mata Narendra membuatnya berjalan mendekat. Seakan terhipnotis oleh lelaki gagah nan tampan itu, Rengganis menerima uluran tangannya.
Perlahan tapi pasti, Narendra mengajak Rengganis untuk berjalan kembali ke rumah.
“Saya akan jelaskan semuanya di rumah.” bisiknya seakan menjawab pertanyaan yang berhamburan di dalam pikiran Rengganis.
*
Rasanya hanya sekejap saja mereka sampai di depan pintu rumah, padahal Rengganis tau benar dia sampai ngos-ngosan untuk lari dari teras sampai ke gerbang.
Narendra membuka pintu ganda itu dan menyilakan Rengganis masuk. “Wilujeng sumping, Nyai.”
(Selamat Datang, Nyai.)
Bulu roma Rengganis kembali berdiri begitu mendengar kalimat Narendra. Refleks dia melepaskan tangan mereka. Bunyi yang tadi didengarnya kini menampakkan wujudnya. Di tengah ruangan yang luas itu sedang digelar pesta yang meriah.
Narendra menjentikkan jarinya dan musik berhenti. Begitu pula dengan orang-orang yang ada di sana. Mereka serentak menoleh pada Narendra, kemudian mata mereka bergerak memandang Rengganis yang berdiri di sebelahnya dengan pandangan bertanya.
Rengganis terpaku di tempatnya. Dia pernah melihat kerumunan seperti ini. Semua orang yang ada di sana terlihat tinggi, langsing, dan cantik.
Semuanya perempuan yang terlihat rupawan.
Mendadak rasa minder Rengganis muncul, menggantikan ketakutannya. Di tengah ruangan yang penuh dengan manusia yang cantik menawan ini, dia terlihat seperti itik buruk rupa di antara para angsa.
“Sampurasun,” suara Narendra yang berat dan berwibawa menggema dalam ruangan, dia berdiri di samping Rengganis, menghadap para tamu pestanya, “ini Rengganis, keponakannya Nirmala, dia yang diwarisi rumah ini, yang artinya Rengganis adalah istri saya mulai saat ini.”
Kepala Rengganis menoleh cepat, kepalanya hampir saja lepas dari engselnya. Dia membelalak pada Narendra, “Istri?!”
Narendra tersenyum sambil menoleh padanya, “Sumuhun, Nyai.”
Glek.
“Gimana?” tanya Rengganis tidak paham.
Tangan Narendra merangkul bahunya, “Saya akan jelaskan, tapi sebelumnya, saya akan membubarkan pesta ini. Ayo, masuk dulu ke kamar.”
Rengganis tidak punya kuasa atas tubuhnya sendiri, karena rasanya ia bergerak di luar batas kemauannya. Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, ia menurut saat Narendra membimbingnya ke sebuah kamar.
“Mangga linggih, Nyai.” Narendra mendudukkannya di sisi ranjang yang empuk. Tidak seperti penampilan luar rumah, interior kamar termasuk modern.
(Silakan duduk, Nyai.)
Narendra hendak berbalik saat Rengganis menahannya, “Tunggu.”
“Ya?”
“Eh, um ….” Mendadak saja isi otaknya menguap, dia kebingungan dengan segalanya; keadaan, situasi, tempat dan orang asing yang ditemuinya.
Narendra seakan mengerti, dia tersenyum menenangkan. “Saya akan menyuruh orang-orang ini untuk pulang, setelah itu kita akan berbincang.”
Sikap, kata-kata dan sorot matanya menjadi perpaduan yang membingungkan. Dada Rengganis sesak, dia ketakutan, penasaran juga terkagum-kagum.
Siapa lelaki ini?
Apa hubungannya dengan Tante Nirmala?
Kenapa dia bilang kalau aku adalah istrinya?!
Seakan bisa membaca pikirannya, Narendra mengulurkan tangannya, menyentuh puncak kepala Rengganis. Dia menunduk dan berbisik, “Saya Narendra dari Pajajaran. Saya dan Nirmala terikat oleh pernikahan, tapi karena sekarang Nirmala sudah tiada, maka kamu, sebagai pewarisnya menggantikan posisinya sebagai istri saya.”
Rengganis mengerjap, seketika itu juga Narendra menghilang dari hadapannya.
Hah!
Rengganis tergeragap. Lagi-lagi ia merinding. Demi Tuhan, dia hanya mengedip satu detik tapi lelaki itu sudah menghilang begitu saja!
Pintu terbuka, Rengganis berjingkat-jingkat mengintip apa yang terjadi di depan sana. Ia melihat Narendra berdiri di tengah ruangan dan bercakap-cakap sejenak. Para perempuan itu mengangguk, mereka seolah paham apa yang sedang terjadi.
Kemudian satu per satu dari mereka beranjak, mereka mendekat pada Narendra dan berpamitan.
Tapi yang membuat Rengganis terkesiap adalah cara mereka berpamitan.
Para perempuan itu mengantri di hadapan Narendra, memeluk dan berciuman sebelum berlalu pergi.
Refleks, Rengganis menutup mulutnya dengan tangan. Menahan agar kekagetannya tidak lepas dari tenggorokannya.
Narendra meraih pinggang langsing salah satu perempuan dan menciumnya keras di mulut, tanpa sengaja ia bertatapan dengan Rengganis yang berdiri di ambang pintu. Perempuan itu terlihat shock, matanya membeliak, horor terlihat jelas dari maniknya.
Mata Narendra berkilat, ia menyeringai sebelum menarik energi dari mangsanya.
*
INHERITED HUSBAND05 – SAH SUAMI-ISTRIGila. Gila. Gila. Ini enggak mungkin terjadi. Ini pasti halusinasi. Rengganis berusaha mengeyahkan bayangan lelaki kekar yang sedang mencumbu para perempuan itu. Dia seperti ‘menggilir’ mereka. Memberikan pelukan dan ciuman panas.Situasi macam apa ini?!Siapa Narendra dari Pajajaran ini? Siapa para perempuan ini?Apa mereka tadinya hendak mengadakan pesta seks sebelum kedatangannya? Rengganis langsung membanting pintu kamar dan bergelung dalam selimut di atas kasur. Tubuhnya menggigil hebat. Shock yang menyerangnya bertubi-tubi membuat kepalanya pusing. Ia perlu berbaring.“Maaf Nyai harus melihat itu.”Tubuhnya langsung menegang begitu mendengar suara dalam dari lelaki yang berdiri di ambang pintu.Rengganis tergeragap bangun, dia berseru pada Narendra, &ldquo
INHERITED HUSBAND06 – MEMUTAR WAKTU“Nis …. Ganis …. Bangun, Nak. Ayo, katanya kamu mau berangkat lihat rumah Tante Nirmala ….” sayup-sayup Rengganis mendengar suara ibunya bicara.Ha? Lihat rumah? Masih berada di antara mimpi dan bangun, Rengganis mengerutkan keningnya.“Ganis?” panggilan itu terdengar lagi.“Hmmm ….” Rengganis menggeliat dari tidurnya. Dia membuka sebelah matanya dan melihat ibunya berdiri di ambang pintu.Kesadarannya mulai pulih saat ia terduduk, “Hah! Di mana ini?”Ibunya mengerutkan kening melihat tingkah anaknya yang baru bangun tidur, “Di mana apaan? Ya, di rumah, lah! Kamu masih ngigo, ya?!”Rengganis menoleh pada ibunya, ngigau? Rasanya dia sudah bangun sepenuhnya. Matanya nyalang memandang sekeliling.Kenapa dia ada di kamarnya?Bukankah kemarin ia tidur di
INHERITED HUSBAND07 – PERTEMUAN KEDUAKali ini Rengganis pergi ke lokasi rumah warisannya menggunakan sepeda motor.Kalau gue dateng pake motor sendiri, gue bisa segera pergi dari rumah itu. Biar enggak kaya kemarin, tau-tau terjebak di sana sama lelaki aneh itu. Uh, siapa lagi namanya? Kok bisa lupa, sih?! gerutu Rengganis dalam hati.Entah kenapa Rengganis bisa mengingat kejadian tapi lupa nama. Apa karena kebiasaannya yang ingat wajah, lupa nama?Tapi enggak mungkin, lelaki itu punya kesan tersendiri. Enggak mungkin dia lupa namanya. Wajahnya masih terpatri jelas dalam ingatannya.Pokoknya, nyampe sana, gue harus, HARUS tau siapa dia dan kenapa dia ada di rumah Tante Nirmala? Eh, rumah gue. Sekarang itu rumah punya gue!Walau tanda tangannya masih basah di atas kertas yang ditanda tanganinya – dan sekarang berada di tangan Pak Tomi – rumah itu secara legal telah jadi miliknya.
INHERITED HUSBAND08 – PERTEMUAN DI WAKTU YANG SALAH“Saya ingin pertemuan kita menjadi pertemuan yang sempurna.”Deg!Tanpa alasan yang jelas, Rengganis jadi geer. Pipinya bersemu saat pandangannya merunduk, terlalu malu untuk berpandangan dengan lelaki paling tampan yang pernah dia lihat.“Kenapa?” bisiknya.“Bukankah sudah jelas? Pertemuan antara suami dan istri, sudah seharusnya sempurna dan romantis. Itu yang selalu Nirmala tekankan padaku.”“Tunggu…!” Rengganis mendongak memandang lelaki yang tinggi besar itu, “Dari kemarin kamu ngomongin Tante Nirmala terus. Kalau kamu belum move on dari beliau, kenapa bilang kalau kamu adalah suamiku? Lagian ya, Mas… eh, Kang… eh…”“Nama saya Narendra dari Pajajaran, Nyai.” Lelaki itu memandang Rengganis sambil menahan senyumnya.“Ah, ya…. Narendra.
SUAMI WARISAN09 – ORANG KAYA BARUJadi begini rasanya jadi Orang Kaya Baru.Rengganis tersenyum dalam hati saat ia menerima pesan balasan dari Ibu Pemilik Kontrakan.Makasih, Neng Anis, transferannya udah diterima. Silakan masuk lagi ke dalam rumah – Ibu Kontrakan.Biasanya Rengganis memilih untuk masuk ke dalam rumahnya di malam hari, agar tidak ada tetangga yang melihat dan menyapanya. Tapi kali ini berbeda, ia bergegas pergi ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motor baru.Saat melaju di dalam gang sempit yang penuh dengan anak-anak yang bermain, Rengganis sedikit kesulitan mengendarai motornya, maklum masih baru, jadi masih kagok. Dia takut menabrak atau menggores motornya yang masih gres.Bocah-bocah yang tidak punya tempat untuk bermain itu berlarian di sepanjang jalan sempit dan padat. Orang berjalan lalu lalang sementara Rengganis berusaha berkonsentrasi untuk berkendara. Ya ampun, hendak masu
SUAMI WARISAN10 – Pertemuan yang SempurnaSenja kala turun perlahan, untaian kidung dari kicauan burung-burung yang terbang rendah dari satu pohon ke pohon lain membelai sukma.Mata Rengganis memandang berkeliling. Secara teknis, ini pertama kalinya ia melangkahkan kaki di rumah ini, tapi sebenarnya dia sudah pernah ke sini.Dua kali malah.Tapi setiap kali suasananya terasa berbeda; yang pertama terasa mencekam, yang kedua terasa membingungkan dan yang sekarang, dia berharap semuanya berjalan lancar kali ini.Rengganis mengalihkan pandang dari suasana di luar teras saat langkah-langkah kaki terdengar mendekat. Punggungnya menegang, ditariknya tulang belakangnya hingga berdiri tegak.Rengganis bersiap-siap akan kedatangan orang itu.“Nyai.”Panggilan itu terdengar akrab di telinganya. Ini hari ketiga pengulangan waktu tanggal 5. Sekali lagi lelaki ini membawanya memutar waktu, ia akan mem
SUAMI WARISAN 11 – Rahasia Sehidup-Semati Sebuah kelebatan di halaman depan teras menarik perhatiannya. Narendra membuka matanya, kedua tangannya masih memegangi wajah Rengganis yang larut dalam ciuman mereka. Dia mengerjap dan bayangan itu menjelma menjadi seseorang. Narendra tersentak. Refleks, dia melepaskan ciumannya. Sebelah tangannya menarik Rengganis mendekat padanya dengan sikap protektif. Perempuan itu kaget saat Narendra menariknya ke dalam pelukan. Tangan Narendra yang besar dan hangat memegangi kepalanya. Walau kebingungan, Rengganis tetap tak bergerak, dia bisa merasakan perubahan atmosfer dalam ruangan, juga sikap dari Narendra. Semua otot-ototnya menegang, lelaki itu berdiri tegak dengan sikap sempurna. “Sampurasun ….” Tubuh Rengganis tersentak, semua bulu romanya menegang, jantungnya bertalu-talu di dada. Suara itu melayang memasuki gendang telinganya dan membuat semua sar
SUAMI WARISAN12 – Sang Manusia Abadi“Tunggu. Tunggu.”Rengganis mengangkat tangannya meminta time-out. Dia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel.Sial!Sinyalnya hanya ada dua bar.Rengganis mencoba membuka aplikasi mesin pencarian dan mengetik ‘Linggabuana Wisesa Kerajaan Sunda’Kakinya mengetuk-ngetuk lantai sementara ia menunggu website memuat hasil pencariannya. Matanya melirik Narendra yang terlihat tenang. Rengganis menggeleng-geleng sambil memegangi ponselnya erat-erat.Maksudnya lelaki ini datang dari masa lalu?Apa saat ini dia yang pergi ke masa lalu?Rengganis mengangkat kepalanya dan menoleh ke jendela. Senja sudah sepenuhnya turun, digantikan oleh pekatnya malam. Suara binatang malam sayup-sayup terdengar dari balik tembok. Semilir angin berhembus dari kisi-kisi jendela yang dibiarkan terbuka.Prabu Linggabuana
KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha
SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha
SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan
SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan
SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya
SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.
SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada